Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan OJK Infinity 2.0 yang merupakan pusat inovasi OJK untuk membangun ekosistem teknologi finansial (fintech) yang kuat dan menjadi bagian integral dari sistem keuangan nasional.
"Dalam rangka mengakselerasi inovasi teknologi dan transformasi digital di sektor keuangan ini, OJK selanjutnya melakukan revitalisasi dan menghadirkan OJK Infinity 2.0 dengan semangat pendekatan dan program kerja yang baru yang kita harapkan lebih strategis, lebih adaptif dan berbasis kolaborasi lintas sektor dan juga lintas kelembagaan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Hasan Fawzi, di Menara Radius Prawiro, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
Advertisement
Baca Juga
Hasan menjelaskan, OJK Infinity 2.0 dirancang tidak hanya berperan sebagai akselerator bagi para pelaku dan inovator di bidang ITSK, tetapi juga berperan sebagai pusat pertukaran ide, riset dan pengembangan, perumusan kebijakan, dan pembentukan standar bersama yang melibatkan para pelaku usaha dan stakeholders dari berbagai elemen.
Advertisement
OJK Infinity 2.0 juga menerapkan pendekatan 'Pentahelix Concept' yang menekankan pada sinergi dan kolaborasi di antara 5 elemen utama, yaitu pemerintah dan regulator sebagai pembuat kebijakan dan regulasi, pelaku bisnis, penggerak pasar, akademisi dan juga media sebagai saluran diseminasi informasi.
"Implementasi konsep Pentahelix ini diwujudkan melalui berbagai inisiatif program kerja yang dilaksanakan oleh OJK Infinity 2.0," kata Hasan.
Tujuan Utama OJK Infinity 2.0
Pada 2025, OJK Infinity 2.0 akan menjalankan beberapa program utama yang bersifat strategis dan berdampak nasional, seperti, yang pertama, pengembangan skema pendanaan industri kreatif seperti game, musik, film dan animasi berbasis Web3 bekerja sama dengan Kementerian Ekonomi Kreatif.
Kedua, penyelenggaraan kompetisi Infinity Hackathon dengan tema pengembangan blockchain di Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Ekonomi Kreatif dan Asosiasi Blockchain Indonesia; Ketiga, program digitalisasi industri sapi perah bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) dan Asosiasi Fintech Indonesia, dengan dukungan penuh dari Pemerintah Swiss.
"Thank you, Your Excellency Mr Ambassador for all the support given," ujar Hasan. OJK Luncurkan Edisi Perdana Buletin "Beyond Infinity" Adapun pada hari ini juga OJK melakukan peluncuran edisi perdana buletin “Beyond Infinity” yang akan menjadi media publlikasi dan komunikasi OJK Infinity.
Hasan menuturkan, fokus utama untuk edisi perdana ini terkait topik keamanan siber, topik yang sangat penting dan relevan untuk terus didorong di tengah-tengah semakin meningkatnya ancaman dan serangan siber di sektor keuangan. Selain program-program tersebut, OJK juga terus membangun sinergi dan kolaborasi dengan berbagai kementerian, lembaga, dan institusi untuk menggali potensi pengembangan dan pemanfaatan ITSK.
"Secara khusus, salah satunya bersama Bank Indonesia, OJK dan BI menyelenggarakan forum Kelompok Kerja Dewan (KKD) dan telah memiliki kesepakatan untuk menjalankan kerjasama berbagai inisiatif pengembangan inovasi keuangan digital," jelasnya.
Advertisement
OJK Waspadai Dampak Tarif Impor Trump, Apa Risikonya?
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif yang dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memberikan tekanan terhadap kinerja industri dalam negeri yang berorientasi ekspor ke AS.
Sektor-sektor yang paling berisiko terdampak antara lain tekstil, karet, peralatan listrik, makanan, dan perikanan. Kenaikan tarif impor dari AS terhadap produk-produk tersebut dapat menurunkan daya saing dan mengurangi permintaan dari pasar Amerika, yang selama ini menjadi salah satu tujuan ekspor utama Indonesia.
"Kebijakan tarif impor Trump berpotensi menekan kinerja industri berorientasi ekspor ke AS, terutama sektor tekstil, karet, peralatan listrik, makanan, dan perikanan," kata Agusman dikutip dari jawaban tertulisnya, Minggu (20/4/2025).
Dampak Kebijakan
Dampak kebijakan ini tak hanya dirasakan oleh pelaku industri, namun juga oleh lembaga-lembaga pembiayaan seperti Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) yang memiliki eksposur terhadap sektor-sektor tersebut.
Risiko pembiayaan diperkirakan meningkat akibat potensi penurunan performa usaha debitur.
"Dampak ini juga berpotensi dirasakan oleh lembaga pembiayaan PVML yang mendanai sektor-sektor tersebut, karena risiko pembiayaan dapat meningkat," ujarnya.
Untuk mengantisipasi potensi risiko ini, Agusman menekankan pentingnya langkah mitigasi dari para pelaku industri keuangan.
Di antaranya adalah melalui penilaian risiko yang lebih efektif, diversifikasi portofolio pembiayaan agar tidak terlalu tergantung pada sektor tertentu, serta penguatan posisi likuiditas guna menjaga ketahanan keuangan menghadapi ketidakpastian global.
"Mitigasi yang perlu disiapkan oleh pelaku industri antara lain penilaian risiko yang efektif, diversifikasi portofolio pembiayaan, dan penguatan likuiditas," pungkasnya.
Perkembangan Sektor PVML
Adapun sebelumnya, mencatat kinerja sektor jasa keuangan non-bank tetap solid pada Februari 2025, dengan pertumbuhan pembiayaan yang disertai profil risiko yang terjaga.
Perusahaan Pembiayaan (PP) membukukan piutang pembiayaan sebesar Rp507,02 triliun, tumbuh 5,92 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sedikit melambat dibandingkan Januari 2025 yang tumbuh 6,04 persen. Pertumbuhan ini ditopang oleh pembiayaan investasi yang mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 12,98 persen yoy.
Dari sisi risiko, kondisi tetap terkendali. Rasio Non-Performing Financing (NPF) gross menurun ke level 2,87 persen dari sebelumnya 2,96 persen, sementara NPF net turun tipis menjadi 0,92 persen. Gearing ratio PP juga berada di angka sehat, tercatat sebesar 2,20 kali, jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 kali.
Sementara itu, sektor pembiayaan modal ventura masih mengalami kontraksi. Pada Februari 2025, pembiayaan tercatat sebesar Rp16,34 triliun, terkontraksi 0,93 persen yoy, meskipun mencatat perbaikan dibandingkan Januari 2025 yang minus 3,58 persen yoy.
Advertisement
Kinerja P2P
Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending mencatat pertumbuhan signifikan. Outstanding pembiayaan mencapai Rp80,07 triliun atau tumbuh 31,06 persen yoy, naik dari 29,94 persen pada bulan sebelumnya. Meski demikian, tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) naik menjadi 2,78 persen dari sebelumnya 2,52 persen.
Khusus untuk skema Buy Now Pay Later (BNPL) oleh Perusahaan Pembiayaan, pertumbuhan mencolok tercatat sebesar 59,1 persen yoy menjadi Rp8,2 triliun. Namun, seiring pertumbuhan tersebut, NPF gross juga meningkat menjadi 3,68 persen dari 3,37 persen pada Januari.
Di sisi lain, OJK juga mulai mencatat perkembangan pengawasan terhadap koperasi di sektor jasa keuangan. Untuk 21 koperasi open loop yang kini berada di bawah pengawasan OJK, total aset mencapai Rp337,30 miliar, dengan pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp213,26 miliar.
Sementara terhadap tiga koperasi open loop yang belum memperoleh izin, OJK telah mengirimkan surat pemberitahuan perpanjangan proses pengajuan izin usaha sebagai Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
Kinerja ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat dinamika dalam beberapa segmen, sektor jasa keuangan non-bank secara keseluruhan menunjukkan ketahanan dan perkembangan positif di awal tahun 2025.Kalau Anda butuh artikel ini disesuaikan untuk laporan tahunan, media internal, atau publikasi media massa, saya bisa bantu sesuaikan juga.
