Liputan6.com, Jakarta - Titik terang mengenai insiden jatuhnya Lion Air nomor penerbangan JT-160 yang jatuh di Tanjung Karawang pada 29 Oktober 2018 lalu mulai terkuak.
Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Dinas Penyelam Bawah Air (Dislambair) Koarmada I akhirnya menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR) dari pesawat nahas tersebut.
Penemuan CVR terjadi pada pukul 09.10 WIB. Sebelumnya, bagian lain dari kotak hitam pesawat, yakni Flight Data Recorder (FDR) sudah berhasil ditemukan.
Advertisement
Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) Laksda TNI Harjo Susmoro mengatakan, CVR ditemukan oleh 18 penyelam dari Dislambair Koarmada dan tiga orang dari Kopaska dengan menggunakan Kapal Bantu Hidro Oseanografi (KRI) Spica-934.
"KRI Spica-934 menemukan CVR pada posisi koordinat 05 48 46,503 S - 107 07 36,728 T di perairan Tanjung Karawang Jabar," ujar Harjo Senin di Jakarta, (14/1/2019).
Menurut Harjo, untuk mencari CVR Lion Air, pihaknya mengerahkan KRI Spica-34. Kapal tersebut dikerahkan dari Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Pelabuhan Tanjung Priok sejak Selasa, 8 Januari 2019.Â
Untuk mendapatkan bagian kotak hitam itu, Harjo mengatakan pihaknya menggunakan sejumlah peralatan bawah air canggih, seperti Multibeam Echosounder (MBES), Sub Bottom Profiling (SBP), Magnetometer, Side Scan Sonar, ADCP serta peralatan HIPAP untuk mendeteksi sinyal dari black box Lyon JT 610.
"Selain peralatan tersebut KRI Spica-934 juga membawa ABK sebanyak 55 orang, personel KNKT 9 orang, penyelam TNI AL 18 orang, serta scientist 6 orang," kata Harjo.
Harjo mengatakan, pencarian CVR Lion Air sempat terkendala hujan. Kurang bersahabatnya cuaca membuat jarak penglihatan dalam laut sangat rendah.
"Di luar dugaan musim hujan tiba. Cuaca kurang bersahabat visibility sangat rendah ditambah lagi kendala teknis. Namun tim semua bersepakat bahwa ini harus ketemu," kata Harjo.
Tim kemudian mengerahkan SPICA menggunakan magnetometer, side scan sonar, multi beam sonar, alat penyedot lumpur ditambah dengan alat KNKT Remotely Operated Vehicle (ROV) dan ULB locator.
Setelah tahu gambaran tanah dalam air, tim melakukan profiling untuk mengetahui lapisan dasar laut supaya tahu situasi.
"KNKT sudah minimalisir 5x5 sudah ada CVR. Kita fokus ke 5x5 masih ada puing. Kita tidak berhasil karena ping lemah. Namun demikian dengan kekuatan dan kesunggahuan dan heroik dengan penyelam-penyelam handal dengan kedalam 33 meter akhirnya memberikan gambaran poisis yang hampir pasti." ujar dia.
"Hari ini pagi di turun pagi hari jam 08.40 tadi sudah bisa ditemukan CVR. Sebelumnya sudah ditemukan Crash Survivable Memory Unit (CSMU) berarti kita berasumsi CVR tidak jauh. Kita angkat puing dan penyemprotan lumpur ketebalan 30 sentimeter," ucap Harjo.
"Kita mengetahui di bawah lumpur tidak mungkin di atas lumpur. Kemungkinan pertama tidak ditemukan karena banyak puing. Setelah bersihkan baru ketemu," lanjut dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Butuh Waktu 1 Tahun
Temuan bagian dari kotak hitam ini pun mendapat apresiasi dari Presiden Jokowi. Menurutnya, temuan CVR bisa menjadi titik terang mencari penyebab insiden tersebut.
"Kita bisa membuka, bisa terang benderang nanti," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (14/1/2019).Â
Jokowi mengaku sangat menghargai penemuan CVR Lion Air JT-160 tersebut oleh Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Dinas Penyelaman Bawah Air (Dislambair) Kawasan Barat.
"Ini nanti akan lebih memperjelas kecelakaaan pesawat yang kemrin ini terjadi disebabkan oleh apa," kata mantan Gubernur DKI itu.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengaku senang atas penemuan alat perekam radio (Cockpit Voice Recorder/VCR) milik pesawat Lion Air JT 610.
Dia mengatakan, butuh waktu sekitar 1 tahun untuk mengeksplorasi data yang merekam penyebab kecelakaan pesawat tersebut. Budi menilai KNKT dan TNI AL secara all out dalam pencarian CVR. Apresiasi kian diberikan karena pada proses pencarian sebelumnya yang melibatkan konsultan dan kapal milik asing, belum membuahkan hasil.
"Sekarang ini saya bangga justru karena ini menggunakam KRI AU. Oleh karena itu saya mengapresiasi atas apa yang ditemukan oleh KNKT bersama TNI AU," ungkap dia di Jakarta, Senin (14/1/2019).
"Ini memberikan suatu makna bagi upaya kita menemukan penyebab dari kecelakaan ini," tambah dia.
Sementara itu, Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan pihaknya membutuhkan waktu tiga sampai lima hari untuk mengunduh isi percakapan yang ada di dalam CVR.
"Setelah proses pengunduhan akan dilanjutkan analisa, tergantung kompleksnya sampai sejauh mana komplesitas percakapan yang ditemui," kata Soerjanto di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (14/1/2019).
Analisa nantinya berkait dengan berbagai macam unsur yang terkait, seperti framing, human factor, serta masalah yang ada di dalam kokpit .
"Mudah-mudahan tidak terlalu lama," kata Soerjanto.Â
Sementara itu, Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo berharap rekaman di kokpit sebelum penerbangan tujuan Pangkalpinang juga masih terekam.Â
"Ada proses penerbangan sebelumnya sekitar setengah jam. Harapannya, kita masih tangkap penerbangan Denpasar-Jakarta," ujar Nurcahyo.
Sedangkan pada rute Jakarta-Pangkalpinang, KNKT menganalisis data selama 13 menit, sebelum pesawat hilang kontak. Pesawat kemudian dinyatakan jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018.
"CVR ini isinya suara yang ada di kokpit, pembicara di kokpit. Pembicaraan semua ada di sini. Kita kan sudah ada FDR. Nah, yang kita ingin dengar itu, waktu ada masalah ini, apa diskusi yang terjadi antarpilot. Bagaimana mengambil keputusan, alasannya apa. itul yang kita lihat," papar Nurcahyo.
Â
Advertisement
Seberapa Pentingnya Black Box?
Penemuan CVR ini diharapkan dapat mengungkap misteri jatuhnya pesawat yang yang menewaskan 189 orang itu. Lantas seberapa penting CVR ini dalam mengungkap misteri jatuhnya pesawat rute Jakarta-Pangkal Pinang itu?
Untuk mengungkap penyebab setiap tragedi jatuhnya pesawat, fokus utama pencarian umumnya pada kotak hitam atau black box.
Black box ini penting karena di dalamnya terdapat perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR) dan perekam suara kokpit atau cockpit voice recorder (CVR) dalam pesawat tersebut.
Fungsi dari alat ini adalah untuk merekam pembicaraan antara pilot dan pemandu lalu lintas udara atau air traffic control (ATC) bandara dan mengetahui tekanan udara serta kondisi cuaca selama penerbangan.
Kotak hitam itu sejatinya tak berwarna hitam, melainkan berwarna oranye. Investigator KNKT Ony Soeryo Wibowo‎ mengatakan kotak hitam itu biasanya ditempatkan pada bagian ekor pesawat.
Warna oranye sengaja dipilih untuk membedakan dengan semua komponen elektronik ‎di pesawat.
Semua komponen elektronik di pesawat disebut black box dan berwarna hitam. Nah, untuk membedakan mana FDR (flight Data Recorder) dan CVR (Cockpit Voice Recorder), maka kotak itu berwarna oranye," kata Ony yang ditulis pada Kamis (1/11/2018).
Ony mengatakan, dunia penerbangan internasional baru menyepakati FDR dan CVR berwarna oranye sekitar tahun 1980-an.
Sebelumnya, semua komponen elektronik pada pesawat, termasuk FDR dan CVR, memang berwarna hitam. Tujuannya untuk menyerap hawa panas dan mengeluarkannya ke luar pesawat.
FDR dan CVR disebut juga sebagai kotak hitam lantaran punya filosofi tersendiri. Bahwa hitam identik dengan gelap dan diasosiasikan pada misteri.‎ Itu sebabnya, FDR dan CVR disebut sebagai kotak hitam karena merepresentasikan misteri di balik kecelakaan sebuah pesawat.
"Disebut hitam, karena hitam merepresentasikan misteri. Dia merekam misteri dari sebuah peristiwa kecelakaan pesawat," kata Ony.
Kotak hitam sejak 1980-an diwarnai oranye juga karena alasan agar mudah ditemukan, selain juga supaya berbeda dengan kotak hitam lainnya yang ada di pesawat.
Mengingat, kecelakaan sebuah pesawat tak dapat ditentukan terjadi di mana. Bisa di laut atau bisa juga di daratan. Sehingga, dengan warna khasnya itu, FDR dan CVR dapat "menyala" di dalam gelap.
Lebih jauh Ony menjelaskan bahwa pesawat umumnya juga memiliki lebih dari dua alat perekam. Namun, semua aktivitas perekaman terpusat pada FDR dan CVR. Kedua perekam itu diletakkan di bagian ekor juga karena maksud tertentu.
"Ditaruh di ekor itu untuk menghindarkan kerusakan parah saat terjadi benturan. Kalau di ekor, kan, kemungkinan terkena benturannya paling kecil," ujar Ony.
Bagi Ony dan rekan-rekannya di KNKT menyingkap tabir misteri si kotak hitam harus dilakukan. Meski tentunya, menyimpulkan hasil akhir dari investigasi kecelakaan pesawat bukan perkara mudah dan perlu waktu yang tak sebentar.
"Membaca black box, cepat atau lamanya itu tergantung kerusakan," kata investigator KNKT, Nurcahyo Utomo.
Menurut dia, jika kotak hitam itu rusak, misal terbakar kabel-kabel di dalamnya,‎ maka KNKT harus membawa kotak tersebut ke negara pembuat.
Di sana, kabel-kabel atau komponen listrik yang sudah rusak akan diganti dengan yang baru. Baru setelah itu, rekaman pada FDR dan CVR bisa diunduh.
FDR dan CVR sendiri memiliki kemampuan rekaman yang terbatas dan overwrite atau menimpa rekaman sebelumnya. Maksudnya, FDR dan CVR akan merekam segala aktivitas dan pembicaraan selama 30 menit.
Kemudian rekaman 30 menit berikutnya akan menimpa dan otomatis menghapus rekaman 30 menit sebelumnya.
"Jadi rekaman menit ke-31 akan menghapus rekaman menit ke-1, menit ke-32 akan menggantikan menit ke-2 begitu seterusnya sampai menit ke-60 menimpa menit ke-30. Dan itu berlaku terus sampai black box itu berhenti merekam karena terputusnya aliran listrik," ujar Nurcahyo.