Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir akan segera dibebaskan dalam waktu dekat. Bebasnya Baasyir merupakan keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan alasan kemanusiaan.
Abu Bakar Baasyir divonis 15 tahun penjara dalam kasus bom Bali dan hingga saat ini sudah menjalani 9 tahun masa hukumannya. Baasyir kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Khusus Terorisme Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Untuk bisa mendapat pembebasan bersyarat, ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Baasyir. Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi yang disampaikan melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra.
Advertisement
Meski begitu, ada beberapa hal yang ditolak Baasyir terkait pernyataan-pernyataan di dalam berkas pembebasan bersyaratnya. Salah satunya adalah menyatakan kesetiaannya pada Pancasila dan NKRI.
Namun rupanya, walaupun menolak menyatakan kesetiannya kepada Pancasila dan NKRI, Baasyir menegaskan bagi dirinya NKRI adalah harga mati.
Berikut 3 pernyataan Abu Bakar Baasyir jelang pembebasan bersyaratnya yang dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Ingin Indonesia Diatur Secara Islam
Pengacara terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir, Achmad Michdan membenarkan bahwa hingga saat ini ideologi kliennya soal kenegaraan tidaklah berubah. Dia menginginkan agar Indonesia dapat menerapkan aturan Islam.
"Saya pikir ustaz ini lebih pada kecintaannya lebih ke Islam. Dia memang agak prinsip soal keislaman itu. Beliau memang menginginkan bagaimana negara ini diatur secara Islam, itu benar. Tapi kalau sepanjang dilakukan secara konstusional, saya pikir nggak ada masalah," tutur Michdan di kawasan Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin, 21 Januari 2019.
Menurut Michdan, dakwah Abu Bakar Baasyir selama ini menyuarakan hukum yang baik adalah aturan Islam. Untuk itu, demi kemaslahatan Indonesia maka aturan tersebut harus diterapkan.
"Jadi kalau mau bagaimana mengatur negara ini dengan baik, berguna bangsa dan negara, maka aturlah secara Islam," jelas dia.
Abu Bakar Baasyir pun mengutuk setiap aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Dalam menjalankan ideologinya, dia menyatakan tidak akan menggunakan aksi semacam teror, apalagi serangan bom.
"Beliau nggak suka kekerasan," Michdan menandaskan.
Â
Advertisement
2. Mengeluh Kurang Fit
Menjelang bebas kondisi kesehatan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir semakin membaik. Hanya saja, pendiri Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) itu masih mengeluhkan rasa sakit di beberapa bagian tubuh.
"Alhamdulillah sehat, tapi kondisi sehatnya orangtua yang sudah berusia uzur," kata salah satu putra Abu Bakar Baasyir, Abdul Rochim Baasyir.
Menurut dia, Baasyir masih sering mengeluhkan rasa sakit pada bagian kakinya karena masih bengkak. Hanya saja bengkaknya kini sudah berkurang dibandingkan dulu.
"Kaki beliau yang bengkak itu sudah mulai berkurang tapi masih ada bengkak. Itu yang dikeluhkan," ujar putra Baasyir yang akrab disapa Iim itu.
Selain kaki, dia menyebutkan, ayahnya juga mengeluh sakit pada bagian pinggang. "Kalau kaki keluhannya keram, sedang pinggang sering sakit," jelasnya.
Meski masih mengeluhkan sakit, tetapi Iim memastikan jika kondisi kesehatan pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki itu semakin baik. Pasalnya, Baasyir, sejak penahanaanya pindah ke LP Gunung Sindur, Bogor diperbolehkan untuk memeriksakan kesehatannya secara rutin.
"Secara kesehatan membaik dibandingkan kondisi dulu saat sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin," jelas dia.
Â
3. NKRI Harga Mati
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir. Namun, keputusan yang didasari pertimbangan kemanusiaan itu tidak serta merta berjalan mulus.
Abu Bakar Baasyir menolak menandatangani sebuah dokumen yang disodorkan sesuai prosedur Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM. Isinya ada sejumlah poin pernyataan yang harus diamini lewat tanda tangan.
Pertama, Abu Bakar Baasyir diminta mengakui kesalahannya. Kedua, menyesali perbuatan pidana itu dan tidak mengulangi lagi. Kemudian ketiga, pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila.
Kuasa Hukum Baasyir, Mahendra Datta menyampaikan, poin-poin tersebut memicu keberatan Abu Bakar Baasyir. Terlebih soal pengakuan tindak pidana yang dilakukan.
"Yang jelas, yang tidak mau ditandatangani adalah janji tidak akan melakukan tindak pidananya lagi. Ustaz seumur-umur sampai meninggal katakanlah, sampai di penjara, enggak mau dikatakan telah melakukan tindak pidana. Apalagi, artinya kan telah melakukan," tutur Mahendra Datta.
Hingga saat ini, Abu Bakar Baasyir menampik terlibat dalam aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Dia menegaskan bukanlah aktor perencana latihan militer di Aceh dan Cijantung, tidak terkait dengan bom Bali, hingga bom Mariot.
"Beliau tidak tahu kalau latihan militer kesiapan untuk para muhajid yang ingin berangkat ke Palestina. Yang dia tahu itu latihan yang bersifat sosial," jelas dia.
Termasuk surat tertulis setia kepada NKRI dan Pancasila. Menurut Baasyir, Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Untuk itu, kenapa tidak disebutkan Islam saja dalam dokumen tersebut.
"Pembicaraannya gini (dengan Yusril). Ustaz kalau gini kok enggak mau tanda tangan, kalau Pancasila itu sama dengan bela Islam. Loh kalau gitu sama dengan Pancasila, kenapa saya enggak bela Islam, kan sama saja. Jadi belum sampai ke argumen yang menyakinan ustaz," kata Mahendra.
Menurut dia, kesetiaan Abu Bakar Baasyir terhadap NKRI tidak perlu diragukan, apalagi sampai harus diikat lewat secarik kertas. Bagi Mahendra, jelas perjuangan dakwah yang dilakukan Baasyir selama ini adalah demi kemaslahatan bangsa.
Senada dengan itu, kuasa hukum lainnya, Achmad Michdan mengatakan, Abu Bakar Baasyir sangat mencintai negaranya.
Tapi memang kalau soal ideologi, sudah sangat mengakar dalam dirinya bahwa tidak ada aturan yang paling tepat ditegakkan di muka bumi selain hukum Islam.
Advertisement