Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir tidak memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri alias mangkir. Dia seharusnya diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) yang disalurkan untuk aksi 411 dan 212.
Kuasa Hukum Bachtiar Nasir, Nasrullah Nasution menyampaikan, kliennya sudah memiliki jadwal lain.
"Dikarenakan ustaz sudah memiliki jadwal, kami selaku kuasa hukum menyampaikan penundaan terhadap ustaz Bachtiar Nasir," tutur Nasrullah saat dikonfirmasi, Rabu (8/5/2019).
Advertisement
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut, pihaknya belum menerima keterangan permohonan penundaan pemeriksaan dari Bachtiar Nasir.
"Sampai sekarang belum ada konfirmasi dari pengacaranya," kata Dedi.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan uang Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) yang dananya digunakan untuk aksi 411 dan 212.
"Penggelapan. Kan kaitannya penyalahgunaan wewenang terhadap uang yayasan," tutur Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 7 Mei 2019.
Menurut Dedi, penetapan tersangka Bachtiar Nasir merupakan pengembangan dari kasus penggelapan dana yayasan yang dilakukan oleh manajer di salah satu bank BUMN bernama Islahudin yang juga telah ditetapkan tersangka sebelumnya.
"Tentunya penyidik sudah memiliki alat bukti ke sana (penggunaan dana yayasan untuk aksi). Oleh karenanya penyidik akan meminta keterangan yang bersangkutan, mengklarifikasi data-data serta alat bukti yang dimiliki penyidik besok," jelas dia.
Â
Â
Tersangka Lain
Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri menetapkan manajer di salah satu bank BUMN bernama Islahudin sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Perbankan, terkait donasi aksi 411 dan aksi 212.
Islahudin melanggar pasal 2 Undang-undang Perbankan (UU 10/1998). Pasal tersebut berbunyi, "Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
b. ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."
Ketua YKUS Adnin Armas angkat bicara soal dugaan penyimpangan dana yayasan yang menyeret nama Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir.
Menurut Adnin, rekening yayasan yang dikelolanya sempat dipinjam sementara oleh GNPF MUI untuk menampung dana para donatur. Mereka menyumbang untuk membantu aksi 4 November (411) dan 2 Desember (212) 2016.
Peminjaman rekening itu juga didasari atas dasar rasa saling percaya. Adnin dan tersangka Islahudin menjalin pertemanan yang cukup erat dengan Bachtiar Nasir.
Rekening kemudian diserahkan pada GNPF MUI karena mendengar banyak donatur yang hendak menyumbang untuk Aksi Bela Islam saat itu.
"Totalnya, sekitar Rp 3,8 miliar," sebut Adnin di kediamannya, Depok, Jawa Barat, Sabtu 11 Februari 2017.
Dari jumlah yang didapat itu, tersisa Rp 2 miliar. Adnin tidak merinci uang yang didapatkan itu digunakan untuk keperluan apa.
"Mengenai dana itu digunakan lebih bagus ke GNPF MUI. Ya namanya ketua yayasan, saya hanya tanda tangan. GNPF MUI yang lebih tahu uang itu," ujar Adnin.
Advertisement