Kuasa Hukum Beber Kejanggalan Penetapan Tersangka Kivlan Zen di Sidang Praperadilan

Tonin menilai, dalam SPDP Polda Metro Jaya pada 21 Mei 2019 dalam kasus terkait, awalnya tidak terdapat nama Kivlan Zen.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 23 Jul 2019, 09:28 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2019, 09:28 WIB
Sidang praperadilan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dihelat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin, Senin (23/7/2019).
Sidang praperadilan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dihelat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (23/7/2019). (Liputan6/Ditto)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang praperadilan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dihelat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin, Senin (23/7/2019). Dalam permohonannya, Kuasa Hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta, memohon kepada majelis hakim untuk menggugurkan status tersangka kliennya karena dinilai cacat prosedur.

"Dimohonkan kepada yang Mulia Hakim tunggal untuk melepaskan pemohon praperadilan dari penetapan tersangka dan atau penahanan akibat telah terjadi pelanggaran oleh termohon (Polda Metro Jaya) berdasarkan fakta hukum dan pendapat pemohon praperadilan tersebut," ujar Tonin di ruang sidang, Senin (22/7/2019).

Tonin menilai, dalam SPDP Polda Metro Jaya pada 21 Mei 2019 dalam kasus terkait, awalnya tidak terdapat nama Kivlan. Nama kliennya baru muncul pada 31 Mei 2019 bersama tersangka lain, seperti Habil Marati.

"Tetapi SPDP itu tersebut tak pernah disampaikan ke pihak Kivlan," kata Tonin melanjutkan.

Menurut Tonin, pihak termohon telah menetapkan pemohon sebagai tersangka sebelum menerbitkan Surat Perintah Penyidikan yang berdasar kepada Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tanggal 31 Mei 2019.

"Jadi sampai dengan perkara a-quo disidangkan (Kivlan Zen) tidak pernah diberikan (surat) secara sah," klaim Tonin.

Tonin melanjutkan, cacat prosedur lainnya dalam penetapan status tersangka dikarenakan Polda Metro Jaya tidak melengkapi surat penangkapan dengan surat tugas. Lebih dari itu, Tonin juga mencatat, penetapan status tersangka tidak berdasar pada dua alat bukti dan bukti permulaan yang cukup.

"Terlebih Pak Kivlan tak pernah dipanggil sebagai terlapor," tegas Tonin.

Tonin menceritakan, penetapan status tersangka terhadap kliennya bermula pada 29 Mei 2019, usai selesai memberikan keterangan BAP Projustisia di Mabes Polri. Usai giat tersebut Kivlan langsung ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya dan dijadikan tersangka.

Karenanya, dilanjutkan lewat praperadilan ini, Tonin memohon hakim bisa membebaskan kliennya dari penahanan yang dilakukan Polda Metro Jaya. Ia meminta hakim merehabilitasi nama baik Kivlan dan menyatakan Sprindik dan SPDP dibatalkan.

"Menyatakan batal demi hukum Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), Surat Perintah Penahanan," Tonin menandasi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kata Polri

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menegaskan Polri tetap profesional melakukan proses penyidikan. Sebagaimana yang tertuang di dalam 148 KUHP. Dalam hal pembuktian, Polri tidak hanya menggali keterangan tersangka.

"Polri juga menggali alat bukti yang lain baik berupa keterangan saksi, keterangan saksi ahli, bukti petunjuk dan surat. Itu semua didalami oleh penyidik," ucap dia.

Dedi mengatakan, perbuatan tersangka nantinya akan dibuktikan dalam proses persidangan di pengadilan secara transparan, terbuka dan jujur dan adil.

"Kalaupun, tersangka tidak mengakui perbuatannya, itu merupakan hak konstitusional yang bersangkutan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya