Liputan6.com, Jakarta - Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) DKI Jakarta Suzi Marsita mengkonfirmasi soal dugaan penggunaan terumbu karang dalam instalasi gabion di bundaran Hotel Indonesia (HI). Menurut dia, hal tersebut tak benar.
"Tentang viral penggunaan terumbu karang di instalasi gabion, saya nyatakan itu tidak benar. Bahwa yang kita gunakan adalah batu gamping. Sesuai dengan konsep yang telah disiapkan oleh Dishut," ujar dia di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (25/8/2019).
Dia menyebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan dengan para aktivis lingkungan hidup serta akademisi untuk memastikan bahwa yang digunakan dalam instalasi gabion adalah batu gamping.
Advertisement
"Memang kalau orang awam melihatnya adalah terumbu karang, padahal bukan. Kita sekarang bergandengan tangan bersama aktivis, bersama akademis akan membuat narasi. Sehingga masyarakat tahu batu gamping itu prosesnya bagaimana," kata dia.
Menurut dia, saat viral dugaan penggunaan batu karang dalam instalasi gabion, dia langsung meminta para akademisi untuk mengecek langsung. Hal tersebut dilakukan demi meluruskan sesuatu yang sudah terlanjur jadi buah bibir.
"Akhirnya semua kita evaluasi, semua bahan kita kumpulkan dan masukkan dari akademis, kemudian kita lanjut ke lokasi dan kita nyatakan, kita periksa bersama-bersama dan dinyatakan oleh dari UI bahwa itu adalah batu gamping yang terproses jutaan tahun, yaitu menjadi batu gamping, jadi sama sekali tidak benar bahwa yang kita gunakan adalah terumbu karang. Jadi ada warna putih dan warna merah," kata dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Protes Ryanni Djangkaru
Sebelumnya, pemerhati isu lingkungan Riyanni Djangkaru mempersoalkan material instalasi Gabion di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Dia menyebut bahan-bahan yang digunakan dalam instalasi tersebut adalah terumbu karang.
Pernyataan itu diungkapkan Riyanni melalui akun Instagramnya @r_djangkaru pada Sabtu (24/8/2019). Dalam unggahannya, dia menyatakan konservasi terumbu karang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Saya jd bertanya-tanya, apakah perlu ketika sebuah instalasi dengan tema laut dianggap harus menggunakan bagian dari satwa dilindungi penuh ? Apakah penggunaan karang yang sudah mati ini dpt dianggap seakan "menyepelekan" usaha konservasi yang sudah, sedang dan akan dilakukan? Darimana asal dari karang-karang mati dalam jumlah banyak tersebut? Ekspresi seni adalah persoalan selera, tp penggunaan bahan yang dilindungi Undang-undang sebagai bagian dari sebuah pesan, mohon maaf, menurut saya gegabah." tulisnya.
Advertisement