Fahri Hamzah: Tim Penanganan Karhutla Masih Buruk

Fahri mengaku heran mengapa pemerintah tidak bisa melacak titik api penyebab karhutla.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 17 Sep 2019, 02:13 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2019, 02:13 WIB
Pemadam Kebakaran Berjibaku Padamkan Karhutla Pekanbaru
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api saat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pekanbaru, Riau, Jumat (13/9/2019). BMKG Pekanbaru memperingatkan masyarakat waspada terhadap penurunan kualitas udara dan jarak pandang karena peningkatan polusi. (ADEK BERRY/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia masih buruk. 

"Kalau saya sih anggap ini amatir lah, harus kerja lebih profesional," kata Fahri di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Fahri mengaku heran mengapa pemerintah tidak bisa melacak titik api penyebab karhutla. Padahal, pemerintah sudah memiliki alat pendeteksi titik api.

"Di Indonesia ini punya alat mitigasi yang benar. Api masa kita nggak bisa baca, karena itu mengeluarkan panas kan. Kayu saja yang ditebang, yang kelihatan putihnya itu, getahnya itu atau apa, itu bisa disensor oleh radar, oleh satelit, masa api kita nggak bisa lacak," katanya.

Ia menyarankan Presiden  Jokowi agar merombak jajaran tim penanganan karhutla saat kabinet baru mendatang.

"Sebentar lagi kan presiden ganti tim, ya cari aja tim yang bagus, yang bisa menyelesaikan itu semua. Jangan yang itu-itu aja. Kalau orang yang sama disuruh kerja, kerjaannya nggak selesai-selesai. Prinsip kerja negara begitu," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Udara Kering

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan, kebakaran hutan dan asap tebal yang terjadi di Kalimantan kemungkinan dipicu oleh kebakaran di Australia.

"Saat ini El Nino normal, tapi ini diperparah dengan adanya kebakaran di Australia yang arah anginnya sekarang itu dari Tenggara menuju ke Barat Laut. Nah sehingga udara kering dari Malaysia itu menambah potensi terjadinya kebakaran," ungkap Ruandha di PP IPTEK Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Senin (16/9/2019).

Dia mengatakan, udara di Indonesia pun sedang sangat kering sehingga kondisi hutan juga ikut menjadi kering dan rentan dengan api. Yang menjadi kendala, kata Ruandha, biomassa rentan terbakar adalah hutan-hutan gambut.

Hal itulah yang menyebabkan asap di Kalimantan menjadi semakin tebal, sebab partikel-partikel gambut mudah terbakar dan sulit dipadamkan. Meski begitu, kebakaran hutan yang terjadi saat ini dinilainya tak lebih parah dibanding tahun lalu.

"Kalau menurut catatan kami masih hampir sama ya, tapi mudah-mudahan tidak melebihi tahun lalu," tutur Ruandha.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya