Liputan6.com, Jakarta - Maraknya praktik jual beli dengan sistem bayar di tempat atau cash on delivery (COD) menjadi fenomena umum di era digital saat ini. Transaksi ini makin digemari karena dianggap praktis dan minim risiko penipuan dari sisi pembeli.
Namun, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap jual beli model seperti ini? Apakah sah menurut syariat atau justru mengandung celah yang perlu diwaspadai?
KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya memberikan penjelasan rinci terkait hal ini dalam salah satu ceramahnya yang membahas transaksi jual beli secara syar'i.
Advertisement
Buya Yahya menyoroti pentingnya memahami prinsip jual beli yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak, terutama dalam kerangka mazhab fikih yang diikuti umat Islam.
Dalam pandangan Mazhab Syafi’i, transaksi jual beli mensyaratkan adanya kejelasan terhadap barang yang diperjualbelikan, terutama kehadiran fisik barang di hadapan pembeli.
Penjelasan ini disampaikan dalam ceramah Buya Yahya yang dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @albahjah-tv dan dipublish Jumat (18/04/2025).
Buya Yahya menerangkan bahwa dalam Mazhab Syafi’i, transaksi dianggap sah hanya jika pembeli melihat barang secara langsung sebelum akad jual beli dilakukan.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Penjelasan dari Beberapa Mazhab
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan dan menghindarkan pihak pembeli dari kemungkinan kerugian atau penipuan.
Namun demikian, karena saat ini dunia telah berubah dan perdagangan bersifat global, berpegang pada satu mazhab saja tidak selalu mudah dilakukan dalam praktik.
Buya Yahya menyebutkan bahwa dalam mazhab lain seperti Mazhab Maliki, pembeli cukup mengetahui sifat-sifat barang yang dijual tanpa harus melihat fisiknya.
Contohnya, saat membeli madu, pembeli cukup tahu bahwa madu itu kental, manis, dan berasal dari bunga tertentu dengan berat satu liter, maka jual beli tetap sah.
Sedangkan dalam Mazhab Hanafi, prosesnya lebih longgar lagi. Akad bisa dilakukan tanpa melihat barang maupun deskripsi lengkap, asalkan ada hak pembatalan setelah barang diterima.
Artinya, jika pembeli sudah menerima barang dan merasa tidak sesuai dengan kesepakatan, maka ia boleh membatalkan transaksi tanpa kewajiban membayar.
Namun ada syarat utama, yaitu barang yang dikembalikan belum digunakan atau tidak mengalami perubahan bentuk.
Jika madu yang dijual ternyata hanya setengah liter padahal dijanjikan satu liter, maka pembeli boleh mengembalikannya dan tidak wajib membayar.
Buya Yahya mengingatkan agar penjual dan pembeli sama-sama jujur dalam menjalankan akad agar mendapatkan keberkahan dalam perdagangan.
Advertisement
COD Umumnya Sah, tapi Perhatikan Ini
Penjual yang sengaja memoles foto produk berlebihan, seperti mengatur pencahayaan hingga menyesatkan, dapat membuat pembeli kecewa dan timbul perselisihan.
Contoh yang disebutkan adalah penjual baju online yang memotret produknya dengan lampu biru, sehingga terlihat elegan, namun saat sampai warnanya jauh berbeda.
Buya Yahya menyarankan agar umat Islam yang ingin aman dalam jual beli tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian, misalnya dengan mengikuti Mazhab Syafi’i.
Meski transaksi model COD secara umum sah, pihak yang menjalani harus siap menanggung risiko jika timbul perbedaan persepsi atas barang.
Jika penjual sudah mengirim barang dan pembeli merasa tertipu, maka hal itu menjadi tanggung jawab masing-masing dan tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.
Buya Yahya mengajak para pedagang untuk berniat baik dan menjadikan setiap transaksi sebagai sarana membantu sesama, bukan sekadar mencari untung.
Jika suatu saat tertipu atau dibohongi dalam proses jual beli, Buya Yahya menyarankan agar diniatkan sebagai sedekah, dengan harapan akan diganti dengan kebaikan yang lebih besar.
Dalam pandangannya, transaksi COD bisa diberkahi asalkan pelakunya menjaga kejujuran, kesabaran, dan tetap taat pada prinsip-prinsip syariat.
Sebagai penutup, Buya Yahya menyampaikan bahwa jual beli online dan COD bukan hal yang diharamkan, namun harus dijalani dengan ilmu, hati-hati, dan keikhlasan.
Dengan demikian, setiap rupiah yang didapat dari transaksi bukan hanya membawa keuntungan dunia, tapi juga menjadi tabungan akhirat yang penuh berkah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
