Mantan Aktivis: Demo Mahasiswa Bisa Sebesar 1998 Jika Jokowi Tak Terbitkan Perppu KPK

Mantan aktivis 1998, Ubeidillah Badrun mengingatkan aksi mahasiswa bisa sebesar 1998 jika Presiden Joko Widodo tak segera mengeluarkan Perppu KPK.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2019, 18:14 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2019, 18:14 WIB
Demo Mahasiswa di DPR Lumpuhkan Tol Dalam Kota
Mahasiswa memblokade Tol Dalam Kota saat berdemonstrasi menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Sekitar pukul 15.00 WIB, mahasiswa yang berada di ruas Jalan Gatot Subroto memanjat tembok pembatas kemudian memadati Tol Dalam Kota. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan aktivis 1998, Ubeidillah Badrun mengingatkan aksi mahasiswa bisa sebesar 1998 jika Presiden Joko Widodo tak segera mengeluarkan Perppu KPK. Demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah dalam sepekan terakhir salah satunya dipicu revisi UU KPK yang belum lama diketok DPR.

"Bisa semasif saat 98 karena ini berkaitan dengan 98," jelasnya usai diskusi Populi Center di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).

Mantan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) 1995-1996 ini mengatakan, saat ini masyarakat kerap menyaksikan pemandangan memuakkan terkait sejumlah pejabat yang terjaring OTT KPK.

Dia menyebut data korupsi 61 persen dilakukan elit politik dan birokrat. Inilah yang juga menyebabkan kemarahan anak-anak muda.

"Saya kira pemerintah harus membuat Perppu sebelum 30 hari kalau tidak ya berarti UU KPK disahkan. Saya tidak akan tahu bagaimana lagi jika itu terjadi. Mahasiswa tidak bisa diprediksi mereka cerdas dan memiliki intelektual. Buktinya saja meraka tidak mau diundang ke Istana. Mereka mau jika dialog diadakan terbuka dan transparan sehingga tidak terjadi kebohongan. Mereka independen," tegas dosen UNJ ini.

Ubeidillah juga membantah tudingan sejumlah pihak bahwa demonstrasi ditunggangi kepentingan tertentu. Mahasiswa turun ke jalan karena kesadaran sendiri.

"Menurut saya tidak (ditunggangi) karena ini isu bersama. Kesadaran mereka turun ke jalan. Mereka masif dan secara spontan. Mereka memiliki chemistry untuk saling menjaga. Salah satu ciri kalau gerakan ditunggangi adalah mereka mengangkat isu yang pastinya untuk kepentingan para elit politik bukan untuk kepentingan nasional," jelasnya.

"Saya sedih haruskah sebuah UU diubah dengan menunggu kematian (mahasiswa)? Kalau itu terjadi berarti rezim legislatif dan eksekutif tidak memiliki ketajaman nurani untuk rakyatnya," sambungnya.

Dia mengkritik UU diproduksi bertujuan untuk mendahulukan kepentingan kelompok oligarki. Hal yang menyedihkan, lanjutnya, ada pejabat yang menyebut OTT menghambat investasi seolah-olah KPK menganggu iklim investasi.

"Maka dari itu, dibuat UU KPK untuk kepentingan mereka bukan untuk rakyat. Kalau begini terus mahasiwa akan terus menerus melawan," jelasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pemicu Mahasiswa Turun ke Jalan

Pemicu para mahasiswa turun berdemonstrasi dalam beberapa hari terakhir dipicu oleh berbagai faktor. Secara internal, kata Ubeidillah, mereka adalah generasi yang memiliki kemewahan untuk mengakses informasi sehingga bisa mendapatkan informasi dengan mudah. Selain itu juga ada kegelisahan tentang berbagai situasi belakangan ini.

"Mereka punya kapasitas intelektual meskipun sebagian besar memiliki minimum kendala mitologis. Hal lain menariknya, informasi yang mereka dapatkan adalah performa politik buruk, UU KPK melemahkan KPK, dan RUU KUHP membatasi kebebasan. Ini merupakan persoalan meraka. Mereka tidak mau dibatasi berpendapat dan sikap. Mereka memiliki masa depan cerah tetapi elit politik membendung masa depan mereka dengan adanya aturan-aturan tersebut," paparnya.

UU yang diproduksi ditolak secara masif oleh masyarakat yang menurutnya pemerintah dan DPR tidak memikirkan hal yang substansif dari UU.

"Sedihnya, UU yang direvisi itu berpihak kepada elit politik, memberikan karpet merah bagi elit politik. Ini yang memicu sebuah gerakan anak negeri ini. Anak petani dan nelayan meninggal. Mereka para elit politik baru sadar kalau UU mereka salah. Ini kesalahan besar dari rezim legislatif dan eksekutif. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah? Harus responsif dengarkan mahasiswa dan rakyat. Mengeluarkan Perppu dengan segera," tegasnya.

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya