Kasus Penusukan Wiranto, PBNU: Indonesia Darurat Terorisme

NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia selalu berkomitmen untuk kontra terhadap radikalisme.

oleh Yopi Makdori diperbarui 15 Okt 2019, 18:23 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2019, 18:23 WIB
Said Aqil Siradj
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqiel Siradj menilai penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto bukti dari Indonesia yang tengah darurat terorisme.

Oleh karenanya, ia minta harus ada payung hukum yang jelas untuk menangkap para teroris sebelum mereka melancarkan aksinya.

"Sudah darurat, harus ada payung hukum bagaimana bisa menindak dengan fakta-fakta tertentu yang sudah dicurigai bisa ditangkap sebelum berbuat. Jangan kaya maling ayam sudah mencuri baru ditangkap," kata Aqil usai menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Kata ulama dari Cirebon itu, NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia selalu berkomitmen untuk kontra terhadap radikalisme. Namun dirinya meminta semua pihak untuk memiliki semangat serupa.

Karena menurutnya, tugas pencegahan dan kontra terorisme bukan hanya dilakukan oleh aparat maupun masyarakat sipil, melainkan hal itu tugas semua elemen masyarakat.

"Kami sebagi civil society ya tugasnya hanya menyosialisasikan ajaran Islam yang benar. Gimana berbangsa, bernegara, beragama, berakhlak ya gitu aja. Meskipun tugas yang berat itu. Adapun tugas deradikalisasi ya BNPT," kata Aqil.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tebarkan Ceramah Bernuansa Damai

Tokoh Lintas Agama Serukan Papua Damai
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj bersama Pdt Gomar Gultom (PGI), Romo Heri Wibowo (KWI), Romo Franz Magnis Suseno, Anyir Sulaiman (UKI) dan Alissa Wahid (GNI) bergandengan tangan usai menyerukan perdamaian di Papua, di Jakarta, Senin (9/9/2019). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk mengejawantahkan semangat itu, kata Aqil, NU kerap menebarkan ceramah-cermah yang bernuansa damai bukan caci-maki.

"Yang disampaikan (ceramah) harus sesuatu yang positif. Yang bisa mendorong kita untuk meningkatkan iman, bertakwa, berbudaya berkemanusiaan," katanya.

"Tapi kalau isinya caci-maki bukan cermah, bukan mauidhoh tapi mahlakah (tempat yang membahayakan) menjerumuskan," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya