KPK Panggil Wagub Lampung Terkait Kasus di Kementerian PUPR

KPK menjadwalkan pemeriksaan Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementerian PUPR tahun anggaran 2016.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Nov 2019, 11:09 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2019, 11:09 WIB
Pelantikan Gubernur dan Wagub Lampung
Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim usai menandatangani berita acara pelantikan di Istana Negara, Rabu (12/6/2019). Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung untuk masa jabatan 2019-2024. (Liputan6.com/HO/Irwan)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016.

Nunik rencananya diperiksa untuk melengkapi berkas tersangka Komisaris sekaligus Dirut PT Sharleen Raya JECO Group, Hong Artha John Alfred (HA)

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HA," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (20/11/2019).

Pada kasus ini, KPK menduga Hong Artha bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.

Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 diantaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tersangka Belum Ditahan

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka setahun silam, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha.

Kasus ini berawal dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti pada 13 Januari 2016.

Dalam kasus itu, Amran telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.

Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp 1 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya