Liputan6.com, Jakarta - Mantan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso meminta majelis hakim tidak mencabut hak politiknya saat menjatuhkan vonis nanti. Permintaan itu disampaikan saat membacakan nota keberatan atas dakwaan dan tuntutan tujuh tahun penjara dari jaksa penuntut umum KPK.
Politikus Partai Golkar itu beralasan permintan tetap diberikan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik karena tidak ada kerugian negara dalam kasusnya. Lagi pula, kata dia, penerimaan sejumlah uang dianggap tidak menyalahi kewenangannya sebagai anggota DPR.
Baca Juga
"Saya minta yang mulia tidak mencabut hak politik saya dipilih dalam jabatan publik karena tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada kerugian negara, tidak ada penyalahgunaan kewenangan," kata Bowo Sidik di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/11).
Advertisement
Namun ia berdalih rentetan alasannya tersebut bukan sebagai bentuk pembenaran tindakannya yang menerima sejumlah uang terkait 'menjembatani' antara PT Humpus dan PT Pilog.
Ia juga memohon kepada majelis hakim menjatuhkan vonis seringan mungkin berdasarkan fakta persidangan yang terungkap.
"Saya mohon majelis memberikan putusan seringan-ringannya berdasarkan fakta hukum yang terungkap dan saya sudah kembalikan semuanya bahkan Rp 8,2 miliar sudah disita KPK dari kantor saya. Saya yakin yang mulia wali tuhan untuk memutus keadilan di dunia," ucap Bowo Sidik meminta.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dituntut 7 Tahun Penjara
Diketahui, Bowo Sidik dituntut 7 tahun penjara karena penerimaan suap sebesar USD 128.733 dan Rp 311.022.932. Jaksa menilai, penerimaan tersebut bertujuan agar PT HTK dibantu mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog).
Dalam transaksi suap terdapat perantara Bowo yakni Indung. Indung mengenal Bowo sejak 2003. Indung sempat menjadi staf keuangan di PT Inersia Ampak Engineer milik Bowo. Lalu, setelah Bowo menjadi anggota DPR, Indung diangkat jadi Direktur Keuangan. Sedangkan Bowo menjadi komisaris utama di perusahaan tersebut.
Pada Oktober 2017, Indung dan Bowo bertemu dengan Asty bersama pemilik PT Tiga Macan bernama Steven Wang dan Rahmad Pribadi.
Dalam pertemuan itu, Asty menyampaikan PT HTK yang mengelola kapal MT Griya Borneo memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan sayap PT Petrokimia Gresik, bernama PT Kopindo Cipta Sejahtera (PT PCS). Kerja sama itu terkait pengangkutan amoniak dengan kontrak selama 5 tahun, sejak 2013 sampai 2018.
Namun pada tahun 2018, kontrak PT HTK diputus, setelah BUMN membentuk holding company di bidang pupuk yakni PT Pupuk Indonesia Holding Company (PT PIHC). Pengangkutan amoniak dialihkan kepada anak perusahaan PT PIHC bernama PT Pilog.
Menurut jaksa, Asty menyampaikan kepada Bowo bahwa PT HTK masih menginginkan kontrak itu berjalan. Asty meminta bantuan kepada Bowo dan disepakati. Jaksa menyebut Bowo telah membantu PT HTK sehingga Bowo mendapatkan fee.
Â
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement