KPK Segera Kirim Surat ke Jokowi soal Dana Parpol

KPK dan LIPI mengusulkan setiap parpol mendapatkan Rp 8.461 per-suara dari pemerintah.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Des 2019, 09:14 WIB
Diterbitkan 12 Des 2019, 09:14 WIB
Febri Diansyah
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengkaji dana dari pemerintah untuk partai politik (parpol). Alhasil, KPK dan LIPI mengusulkan setiap parpol mendapatkan Rp 8.461 per-suara dari pemerintah.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, usulan dari KPK dan LIPI itu masih digodok. Jika sudah rampung, maka KPK dan LIPI akan menyurati Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

"Ya nanti tentu setelah final akan dikirim ke Presiden. Sudah masuk dalam perencanaan tim," ujar Febri saat dikonfirmasi, Kamis (12/12/2019).

Usulan dana parpol ini menurut Febri bagian dari pencegahan yang dilakukan tim lembaga antirasuah. Febri mengatakan, pencegahan di sektor politik ini membutuhkan komitmen Jokowi dan pimpinan parpol.

"Karena pencegahan di sektor politik ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan politik, khususnya Presiden dan juga pimpinan parpol," kata Febri.

Sebelumnya, KPK memaparkan hasil kajian Skema Ideal Pendanaan Partai Politik (SIPP) kepada enam partai politik, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKS, Demokrat, dan PKB. Hasil kajian ini didapat KPK dengan bekerjasama bersama tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam kajiannya, KPK dan LIPI sepakat parpol mendapat dana Rp 16.922 persuara. Bantuan pendanaan akan diberikan maksimal 50 persen agar parpol tetap memililki ruang untuk mengembangkan internal partainya, yakni sekitar Rp 8.461 persuara.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, bantuan dana akan diberikan dalam jangka waktu 5 tahun secara bertahap. Tahun pertama diberikan 30 persen, tahun kedua 50 persen, tahun ketiga 70 persen, tahun keempat 80 persen hingga tahun kelima menjadi 100 persen dari 50 persen bantuan pendanaan negara kepada parpol.

"Bantuan pendanaan negara hanya untuk membiayai kebutuhan operasional parpol dan pendidikan politik, tidak termasuk dana kontestasi politik," ujar Pahala.

Pahala mengatakan, dengan estimasi dan skema pendanaan tersebut maka untuk tahun pertama di tingkat pusat, negara perlu mengalokasikan dana Rp 320 miliar dengan asumsi suara pemilih 126 juta pada pemilu 2019. Membandingkan dengan APBN 2019 sekitar Rp 2.400 triliun, angka ini relatif kecil yakni 0,0046%.

"Hingga tahun kelima estimasi total bantuan pendanaan yang akan dialokasikan negara untuk parpol sebesar Rp 3,9 triliun," kata Pahala.

Menurut Pahala, perhitungan ini lebih rendah dibandingkan dengan rekomendasi Bappenas yang didasarkan pada suara PDIP sebesar Rp 48.000 per-suara. Jika mengikuti rekemendasi Bappenas, maka negara perlu mengalokasikan dana sebesar Rp 6 triliun.

Sedangkan, di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota sesuai dengan PP No. 1 tahun 2018 bahwa pendanaan provinsi lebih tinggi 20 persen dari pendanaan tingkat nasional dan pendanaan kabupaten atau kota lebih tinggi 50 persen dari pusat, maka di tahun pertama negara perlu mengalokasikan dana Rp 928,7 miliar.

"Dengan skema peningkatan bertahap dan estimasi inflasi 5 persen, maka hingga tahun kelima untuk tingkat provinsi, kabupaten atau kota, negara perlu mengalokasikan dana total Rp 11,2 triliun. Sehingga, total secara nasional pendanaan negara untuk keuangan parpol sebesar Rp 15,1 triliun," kata Pahala.

Meski demikian, menurut Pahala, bantuan dana parpol dari pemerintah ini tak cuma-cuma. Ada syarat yang harus dipenuhi oleh parpol. Menurut Pahala, parpol wajib menerapkan SIPP. Lima komponen utama dalam SIPP meliputi kode etik, demokrasi internal parpol, kaderisasi, rekrutmen dan keuangan parpol.

"Untuk mendorong akuntabilitas pelaporan keuangan parpol, pendanaan negara kepada partai politik harus diaudit oleh BPK dan hasil auditnya diumumkan kepada publik secara berkala," kata Pahala.

Saksikan video di bawah ini:

Parpol Penting

Kajian yang dilakukan KPK dengan LIPI ini dilakukan mengingat parpol merupakan salah satu institusi demokrasi yang penting dan strategis karena memiliki fungsi, tugas dan tanggung jawab melakukan rekrutmen politik.

Menurut Pahala, KPK juga memandang bahwa demokrasi yang terkonsolidasi membutuhkan parpol yang solid dan sehat secara organisasi, demokratis secara internal, berintegritas dan terinstitusionalisasi.

"Sehingga, pembiayaan parpol oleh negara secara signifikan diperlukan untuk mengambil alih kepemilikan sekaligus kepemimpinan parpol dari individu-individu pemilik uang," kata Pahala.

"Harapannya, ke depan parpol benar-benar menjadi badan hukum publik yang dimiliki para anggota dan dipimpin secara demokratis oleh anggota sebagaimana semangat UU Partai Politik," Pahala menambahkan.

Selain Pahala, dalam paparan ini juga dihadiri oleh Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua Basaria Panjaitan, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Giri Suprapdiono beserta tim peneliti dari LIPI Syamsudin Harris, Moch. Nurhasim dan perwakilan dari keenam parpol, di antaranya Bendahara Umum PKS Mahfudz Abdurrahman, Wakil Bendahara Umum bidang internal PDIP Rudianto Tjen, Sekjen PKB Muhammad Hasanuddin Wahid, dan Sekjen Golkar Lodewijk Freidrich Paulus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya