Revitalisasi agar TIM Menjadi Pusat Kesenian dan Kebudayaan Bertaraf Internasional

Zaman bergerak, TIM bergerak. Bambang Bujono mengatakan, TIM bukanlah lembaga sosial, tetapi TIM adalah tempat yang berorientasikan kepada prestasi dan pemikiran berkesenian.

oleh Liputan Enam diperbarui 04 Jan 2020, 09:30 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2020, 09:30 WIB
Acara Revitalisasi TIM dan Seniman Betawi
Acara Revitalisasi TIM dan Seniman Betawi

Liputan6.com, Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) merupakan sebuah pusat kesenian dan kebudayaan yang didirikan oleh Gubernur Ali Sadikin 10 November 1968. TIM cukup dikenal oleh banyak orang sebagai satu tempat berkumpulnya seniman-seniman dari berbagai penjuru Nusantara. TIM menjadi sangat populer, tetapi kini tersaingi dengan adanya pusat kesenian dan kebudayaan alternatif.

Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat di publik. Terutama setelah mencuatnya isu penolakan pembangunan hotel di kalangan seniman.

“Sebenarnya yang diributkan itu apanya dan orang yang meributkan saja tidak jelas, makin diributkan ya makin tidak jelas,” kata kurator seni rupa, Bambang Bujono, di Lembaga Kebudayaan Betawi, Gedung Nyi Ageng Serang Jakarta Selatan (03/1).

Ia menilai, bila konsep tahun 1968 oleh Ali Sadikin dianggap tepat, tapi konsep sekarang perlu berubah. Bambang yang juga anggota Dewan Kesenian Jakarta selama dua periode mengatakan, TIM bukanlah lembaga sosial, tetapi TIM adalah tempat yang berorientasikan kepada prestasi dan pemikiran berkesenian. 

Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, Beki Mardani, mengatakan ada beberapa alasan TIM perlu direvitalisasi. "Pertama adalah karena kebutuhan zaman dan kedua karena adanya penambahan, pengayaan, dan juga adanya gagasan baru yang ditampung sehingga kemudian akan diwujudkan," ujarnya.

Beki menilai, TIM sebagai pusat kesenian dan kebudayaan sangat vital. Karena itu, dia berharap fungsi dari TIM itu harus tetap menjadi simpul kebudayaan. "Bahkan ke depannya menjadi pusat kesenian dan kebudayaan bertaraf internasional," ucap Beki.

Meski demikian, Beki Mardani menyimpan harap bahwa Taman Ismail Marzuki akan lebih berwarna Betawi. “Mudah-mudahan setelah revitalisasi TIM lebih terlihat warnanya, entah dari konten Ismail Marzukinya juga harus dapat tempat yang layak. Bisa jadi nanti para seniman, para budayawan mancanegara yang datang bertanya ‘Ismail Marzuki namanya sudah kondang apa peninggalannya yang ada di TIM ini?’ Wajar dong bertanya seperti itu,” ucap Beki.

Kepala UPT Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Imam Hadi Purnomo, menanggapi bahwa, TIM perlu direvitalisasi karena ada hal-hal yang disesuaikan dengan kondisi saat ini atau modernisasi. “Modernisasi itu bukan untuk gaya-gayaan, tapi kebutuhan, pun dunia kesenian perlu dimodernisasi,” kata Imam.

Imam mengungkapkan, saat ini TIM punya 620 lukisan, karya dari Sujoyono, karya Affandi dan lain sebagainya. Namun, semuanya kurang mendapat apresiasi dari masyarakat, serta tidak disimpan dan ditangani dengan layak.

Dengan begitu “Kedepannya kami akan ada rencana untuk membuat galeri khusus lukisan menampilkan koleksi-koleksi TIM, pemerintah sebetulnya tidak masuk dalam hal konten, kita percaya pada lembaga dari TIM sendiri. Senantiasa koordinasi dan bekerjasama dengan DKJ,” ungkap Imam.

Imam mengatakan sebetulnya revitalisasi TIM tidak akan merubah marwah yang sudah ada, tetapi kita kembangkan menjadi sesuatu yang lebih baik, dan juga agar ekosistem berkesenian bisa berjalan dengan baik. Adanya revitalisasi ini juga bukan kepada keinginan tapi pada kebutuhan.

 

Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.

Simak Video Pilihan Berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya