Amnesty Internasional Berharap Tak Ada Lagi Kriminalisasi Jurnalis Peduli Lingkungan

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengapresiasi penangguhan penahanan terhadap jurnalis asing, Phillip Jacobson.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jan 2020, 04:08 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2020, 04:08 WIB
Amnesty International Indonesia Dorong Pemerintah Buka Arsip Tragedi 65
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid (kiri) menyampaikan keterangan bersama IPT 65 di Jakarta, Jumat (20/10). Rilis terkait Indonesia perlu membuka arsip tragedi 65 pasca diungkapnya dokumen Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengapresiasi penangguhan penahanan terhadap jurnalis asing, Phillip Jacobson. Usman berharap kasus semacam ini tidak terulang kembali terhadap jurnalis yang konsen terhadap isu lingkungan.

"Kami mendesak agar penahanan Philip tidak dilanjutkan karena saat ini Indonesia mengalami peningkatan kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan dan jurnalis. Apalagi karena kami khawatir jika alasan sebenarnya di balik dakwaan pidana terhadap Jacobson bukan hanya pelanggaran visa tetapi kerjanya bersama Mongabay," kata Usman dalam siaran pers, Sabtu (25/1/2020).

Kekhawatiran Usman berdasarkan temuan Phillip Jacobson yang mengungkap adanya perusakan lingkungan, termasuk serentetan kebakaran hutan yang mengancam dan mencemari Indonesia baru-baru ini. Fakta ini, kata Usman, seharusnya menjadi dukungan kepada Indonesia dalam menjaga kekayaan lingkungan dan alamnya.

Usman juga berpesan agar pemerintah memperbaiki kebijakan jajarannya dalam menghadapi peran jurnalis dan aktivis. Meningkatnya penindasan dan penganiayaan terhadap aktivis lingkungan dan jurnalis di Indonesia akan berdampak buruk pada siapa saja yang ingin melakukan pekerjaan jurnalistik atau penelitian di Indonesia.

"Pihak berwenang harus memastikan keselamatan aktivis lingkungan dan jurnalis dan tidak boleh menggunakan pasal kriminal atau hukum lainnya sebagai sarana untuk membungkam mereka," tandasnya.

Diketahui Phillip dibebaskan pada 17 Desember 2019 karena melanggar persyaratan visa bisnisnya setelah menghadiri rapat dengar pendapat antara DPRD Kalimantan Tengah dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kelompok advokasi hak adat terbesar di Indonesia, cabang setempat.

Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia mengatakan bahwa kehadiran Phillip dalam pertemuan itu sudah sesuai dengan peraturan dan hukum di Indonesia.

Pada 21 Januari 2020, ia kembali ditangkap dan ditahan. Jacobson diberi tahu bahwa ia menghadapi tuduhan melanggar Undang-Undang Imigrasi Tahun 2011 Pasal 122 dan berpeluang terkena hukuman penjara hingga lima tahun. Kemudian, Jumat (24/1) penahanannya ditangguhkan.

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyebut tak ada maksud lain dari penahanan jurnalis lingkungan hidup Amerika Serikat Philip Jacobson di Palangkaraya, Kalimantan Timur. Petugas imigrasi hanya menjalankan tugas karena Jacobson menyalahgunakan visa.

"Petugas imigrasi telah bekerja sesuai dengan tusi (tugas dan fungsi) yang diamanatkan, dan tentunya tidak akan bertindak di luar kewenangan yang dimiliki," ujar Arvin kepada Liputan6.com, Kamis (23/1/2020).

Arvin menegaskan, setiap warga negara asing, tanpa terkecuali, yang masuk ke Tanah Air harus menaati aturan yang sudah ditetapkan. Termasuk juga soal izin tinggal.

"Setiap WNA yang masuk wilayah Indonesia tentunya harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Artinya harus memiliki izin tinggal yang tepat sesuai dengan kegiatan yang dilakukan," kata Arvin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Penangkapan Jacobson

Penangkapan Jacobson dilakukan tak lama setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan adanya peningkatan kekerasan terhadap aktivis HAM dan aktivis lingkungan di Indonesia, dan di tengah meningkatnya tekanan terhadap suara-suara kritis.

Wartawan dan awak media harusnya nyaman bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang, kata Andreas Harsono, dari Human Rights Watch, yang kenal Jacobson dan mengikuti kasus ini dari awal.

Perlakuan terhadap Philip Jacobson adalah sinyal yang mengkhawatirkan bahwa, pemerintah Indonesia melakukan kriminalisasi terhadap suatu pekerjaan yang vital bagi kesehatan demokrasi Indonesia.

Reporter : Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya