Kongko Betawi, Upaya Mencari Jawaban untuk Literasi Betawi

Literasilah yang menjadi pertanyaan besar. Ke manakah literasi Betawi? Dan dijawab pula dengan aksi positif mereka membuka ruang diskusi, bahkan sudah mencapai pertemuan ke-37.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Feb 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2020, 20:00 WIB
Diskusi Betawi Kita
Diskusi Betawi Kita soal "Potret Betawi dalam Tulisan" di Taman Ismail Marzuki, Minggu, 23 Februari 2020.

Liputan6.com, Jakarta Betawi, dengar kata ini tak asing di telinga. Betawi tak lepas dari Kota Jakarta, yang merupakan budaya aslinya. Bagi anak tahun kelahiran 2000-an, rasanya mereka juga tak asing dengan ondel-ondel, pencak silat, serta yang lainnya yang menjadi bagian dari budaya dan kesenian Betawi.

Namun, adakah yang menyadari bahwa Kota Metropolitan Jakarta punya banyak kenangan akan literasi Betawi yang dulu sempat jaya di tahun 60-an hingga 80-an?

Inilah yang dipertanyakan oleh Betawi Kita, sebuah komunitas dengan wadah dan tukar pikiran tentang berbagai macam yang berhubungan dengan Betawi. Literasilah yang menjadi pertanyaan besar. Ke manakah literasi Betawi? Dan dijawab pula dengan aksi positif mereka membuka ruang diskusi, bahkan sudah mencapai pertemuan ke-37. Mereka menyebutnya Kongko Betawi, yang kali ini mengusung tema "Potret Betawi Dalam Tulisan." Acara diskusi berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Minggu, 23 Februari 2020.

"Betawi Kita fokus di literasi untuk mengembangkan budaya Betawi dengan mengadakan diskusi-diskusi. Kita juga melihat dari potret Betawi dan orang Betawi dalam tulisan seperti apa. Karena kita memang, kalau bicara sastra, banyak penulis penulis Betawi era tahun 60-an sampe tahun 80-an. Tapi kekinian sedikit, itu bicara sastra. Tahun kemarin kita bikin lomba bertema Betawi, tetapi kebanyakan peminatnya bukan orang Betawi. Itu kan jadi PR buat kita," ucap Roni Adi, penggagas komunitas Betawi Kita.

Yahya Andi Saputra, yang kerap disapa Cang Yahya, hadir sebagai pembicara. Menjadi pusat perhatian, ketika Beliau membuka diskusinya dengan sepenggal cerita Betawi--yang disebutnya sahibul hikayat. Cang Yahya, yang juga Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi, sangat peduli dengan bagaimana perkembangan generasi muda Betawi. 

"Pendidikan atau penyampaian dari materi-materi penting kepada generasi muda. Kita ingin mengajak generasi muda, untuk kita didik dan akan kita cetak dia menjadi penulis-penulis yang menulis konteks kebetawian," ucap Yahya, yang sudah mendapat Anugrah Kebudayaan dari Gubernur DKI Jakarta.

Dia bercita-cita lima tahun ke depan akan ada sosok pemuda-pemudi yang menjadi pewaris literasi Betawi.

"Kalau mereka ingin menjadi seniman atau segala macam, kita siapkan tempat-tempat untuk mereka berekspresi. Ekpresi pengucapan sastra mereka, macam-macam, yang misalkan di perkampungan budaya Betawi. Rencana kan lima tahun ke depan, kita sudah mempunyai penulis muda. Sehingga mereka bisa menyerap ekspresi dan kemauan anak-anak muda. Itu mereka yang akan ungkapkan," kata Yahya.

Menurut dia, menulis itu memang susah, termasuk terhadap minat anak muda Betawi. Oleh karena itu, dia sangat mendukung komunitas seperti Betawi Kita, Lembaga Komunitas Betawi, yang sekarang sedang berusaha mengajak kepada generasi muda untuk meminati bidang ini.

"Mudah-mudahan ke depan ke kita tidak susah lagi menemukan anak-anak muda 25 tahun ke bawah untuk menjadi penulis," lanjutnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Upaya Menggiatkan Literasi

Peserta Muda Lomba Baca Cerpen Betawi
Zahra Humairoh/Peserta Lomba Baca Cerpen Betawi/Shafa Tasha

Narasumber kongko Betawi ini salah satunya adalah Idrus F Shahab, mantan Wartawan Tempo. Idrus berbicara Betawi di mata media.

"Di mata media cetak dan online, Betawi hanya eksis di dunia budaya dan seni. Tapi tidak di ranah sosial, ekonomi dan politik. Dalam politik orang Betawi tidak eksis, kecuali secara formalitas, lima tahun sekali. Itulah eksistensi statistik," tulis Idrus F Shahab.

Makanya, literasi Betawi perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak hanya mengenal Betawi dari budaya dan seni. Namun juga Betawi dapat berekspresi dengan tulisan yang menyingkap berbagai tema.

Ia mengatakan, "Betawi adalah masyarakat yang termarjinalisasi."

Sementara itu, dalam kesempatan ini hadir pula Komisi X DPR Fraksi Gerindra Himmatul Aliyah yang mengapresiasi diskusi Kongko Betawi tersebut, "Tadi mengupas tentang penulisan-penulisan, terutama karya-karya dari budaya Betawi karena kan banyak tadi sudah dipaparkan seni seperti hikayat, tamsir, dongeng kan sudah rada hilang. Dengan adanya diskusi ini untuk dihidupkan kembali, bagaimana Betawi menulis dirinya. Beawi menulis Betawi, jadi dengan adanya diskusi seperti ini ada minat lagi dari anak-anak muda menulis Betawi," ucapnya kepada rekan media.

Jika Yahya mengatakan minat anak muda Betawi masih minim. Sementara itu, kegelisahan lain datang dari Roni Adi, Ketua Betawi Kita.

"Makanya kita dorong untuk menulis cerpen atau puisi Betawi yang lebih mudah. Di sisi lain kita juga mendorong orang aware dengan Betawi tulisan ini. Karena mungkin dari aspek segi budaya banyak, palang pintu silat di mana-mana banyak. Tetapi pegiat Betawi yang aktif menulis itu sedikit," katanya.

Banyaknya tontonan yang melukiskan budaya Betawi sebagian besar tidak benar hingga menimbulkan citra negatif. Dirasa perlu diperbaiki, dimulai dengan penulis yang berasal dari orang Betawi itu sendiri.

"Gimana kalau misalnya ketika ada stigmanisasi negatif orang Betawi dalam film. Produk-produk misalnya dalam sinetron, tulisan, bisa aja karena mereka tidak paham dalam konstruksi dibawa ke tulisan kita. Makanya ini kita dorong supaya orang Betawi dalam tulisan, nah ini PR kita bersama," pungkas Roni Adi.

(Okti Nur Alifia)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya