Pakar Nilai Bahaya Usia di Bawah 45 Tahun Diizinkan Bekerja di Tengah Pandemi Covid-19

Kebijakan usia di bawah 45 tahun bisa bekerja secara teoritis cukup beresiko untuk memperluas penyebaran virus Corona.

oleh Yopi Makdori diperbarui 13 Mei 2020, 13:54 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2020, 13:46 WIB
FOTO: Penampakan Pasar Tanah Abang Selama Masa Perpanjangan PSBB
Sejumlah pria beraktivitas di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (11/5/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memperpanjang penutupan sementara Pasar Tanah Abang hingga 22 Mei 2020 untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk kembali mengizinkan masyarakat usia dibawah 45 tahun untuk kembali bekerja. Pakar Epidemiologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Siwi Pramatama Mars Wijayanti menyebut bahwa kebijakan tersebut secara teoritis cukup beresiko untuk memperluas penyebaran virus Corona.

"Ya karena tetap saja dengan membuat kelonggaran-kelonggaran kan kemungkinan untuk orang lebih terpapar corona daripada stay at home. Bicara dari segi kesehatannya pasti beresiko karena walaupun imunitas orang 45 tahun ke bawah cukup tinggi," kata Siwi kepada Liputan6.com, Rabu (13/5/2020).

Siwi menjelaskan, kendati orang dengan usia 45 tahun ke bawah memiliki tingkat imunitas yang relatif tinggi, tapi akan berbahya bila mereka menjadi orang tanpa gejala atau OTG dan menularkanya kepada anggota keluarga yang rentan.

"Tetapi kalau dia punya keluarga yang rentan, dia bisa menjadi sumber penularan ke orang-orang yang memang rentan. Itu di sisi lain yang membahayakan," kata Siwi.

Siwi mengatakan, mereka yang termasuk usia rentan terkena covid-19 adalah yang berada dalam kelompok usia balita dan di atas 65 tahun. Selain juga yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi.

"Itulah yang berbahaya dari pemilihan opsi (kebijakan) ini," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tunggu Kurva Menurun

Siwi mengatakan, semestinya pelonggaran ini dilakukan saat kurva angka penularan menurun. Sementara angka infeksi di Indonesai terus mengalami kenaikan.

"Harusnya kalau angkanya tuh rendah boleh lah ada pelonggaran. Cuman kita enggak tau di dalamnya untuk biaya untuk meng-hold kebijakan stay at home. Dan akhirnya pemerintah memilih opsi itu," ungkapnya.

Siwi merasa khawatir jika kebijakan itu dapat mendorong lonjakan kasus terinfeksi Covid-19. Jika lonjakan ini terjadi, maka ia ragu apakah rumah sakit dapat menampungnya.

Namun begitu, lanjut Siwi bisa saja meskipun kembali dibebaskan untuk bekerja, angka keterinfeksian bisa dikendalikan dengan syarat masyarakat mematuhi protokol kesehatan sebagaimana diinstruksikan pemerintah.

"Misalnya orang beraktivitas dengan physical distancing pakai masker. Tapi sebarapa patuh orang tersebut melakukan itu?" tanyanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya