LSI Denny JA: 5 Daerah Ini Penuhi Syarat Buka Kembali Aktivitas Ekonomi di Tengah Pandemi

LSI Denny JA mempunyai tiga alasan mengenai dibukanya kembali aktivitas sosial dan ekonomi di daerah yang telah landai kurva penularan coronanya.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mei 2020, 05:30 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2020, 05:30 WIB
FOTO: Pemprov DKI Jakarta Tindak Perusahaan Pelanggar PSBB
Foto udara kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (3/5/2020). Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merekomendasikan lima daerah di Indonesia dibuka kembali aktivitas sosial dan ekonominya di tengah pandemi corona Covid-19. Kelima daerah itu yakni DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, dan Bali.

Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman menuturkan, DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung Barat telah mengalami penurunan kasus positif Covid-19 dari waktu ke waktu pascapemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sedangkan Bali mengalami penurunan kendati tidak menerapkan PSBB.

"Artinya bahwa kelima wilayah ini, dari riset LSI Denny JA, telah memenuhi syarat untuk dibukakan kembali aktivitas warga dan ekonomi," ucap Ikram saat jumpa pers hasil riset bertajuk 'Indonesia Bekerja Kembali: Lima Kisi-kisi' melalui telekonferensi, Sabtu (16/5/2020).

Ikram menyebut, sudah kurang lebih lima pekan aktivitas warga dan bisnis dibatasi melalui aturan PSBB. Dampak dari kebijakan ini adalah anjloknya perekonomian. Di sisi lain, saat ini tren penambahan kasus baru Covid-19 terlihat mulai mendatar di kurva.

Atas perkembangan itu, LSI Denny JA berpandangan bahwa Indonesia, khususnya di daerah yang sudah landai, telah memenuhi syarat untuk membuka kembali aktivitas warga dan ekonomi. Namun itu tak bisa dilakukan secara serentak, dan harus dilakukan secara bertahap.

"Karena grafik kasus setiap wilayah berbeda-beda, setelah PSBB diberlakukan. Wilayah yang sudah layak dibuka kembali termasuk Jakarta yang merupakan pusat ekonomi dan bisnis Indonesia," ucap Ikram.

"Dengan demikian diharapkan bahwa dibukanya kembali (dilonggarkannya PSBB), tak berakibat pada makin terpaparnya warga terhadap penyakit Covid-19 dan tak makin terkaparnya ekonomi rumah tangga dan nasional Indonesia," sambung dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

3 Alasan

Warga Prancis Penuhi Jalan Usai Pelonggaran Lockdown
Orang-orang mengenakan masker berjalan di Lille, Prancis utara, (11/5/2020). Prancis mulai melonggarkan pembatasan pergerakan mulai Senin (11/5) melalui "proses yang sangat bertahap" yang akan berlangsung selama beberapa pekan. (Xinhua/Sebastien Courdji)

LSI Denny JA mempunyai tiga alasan mengenai dibukanya kembali aktivitas sosial dan ekonomi di daerah yang telah landai kurva penularan coronanya.

Pertama, sebelum Indonesia, telah banyak negara di dunia yang membuka kembali aktivitas warga dan ekonominya. Di bulan April, sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Yunani, dan juga New Zealand, telah melonggarkan kebijakan lockdown. Pada awal Mei, diikuti oleh negara Eropa yang lain, seperti Portugal, Spanyol, Belgia, Italia, dan Perancis.

Di antara negara-negara tersebut, Italia, Spanyol, Perancis dan Jerman adalah negara yang diawal pandemi memiliki kasus positif dan meninggal paling banyak di Eropa. Negara-negara tersebut membuka kembali pembatasan sosial (lockdown) setelah mereka melewati puncak pandemi, yang terlihat dari data kurva kasus harian yang menurun (driven by data).

"Dalam kebijakan membuka kembali aktivitas warga dan ekonomi, sejumlah negara tersebut punya detil-detil kebijakan yang berbeda-beda. Namun ada persamaan dari kebijakan aktivitas ekonomi yang dibolehkan," katanya.

"Di antaranya; usaha kecil menengah, toko-toko kebutuhan pokok harian, toko buku, toko pakaian, dan taman publik dibolehkan mulai dibuka dengan tetap menjaga aturan social distancing. Namun bar, restoran dan kafe belum diijinkan buka hingga Juni 2020," sambungnya.

Alasan kedua, karena vaksin Covid-19 baru ditemukan paling cepat 12 bulan atau satu tahun lagi. Dengan kondisi seperti itu, Indonesia tidak mungkin menunggunya dan harus kembali bekerja.

"Menurut para pakar, termasuk Dr. Anthony Fauci, pakar utama penyakit infeksi Amerika Serikat, bahwa vaksin paling cepat ditemukan 12 bulan sejak virus diteliti. Artinya jika berhasil antara Februari – Juni 2021 baru vaksinnya tersedia. Proses produksi dan distribusi juga akan memakan waktu hingga vaksin tersebut bisa digunakan di Indonesia," kata Ikram.

"Sementara hingga Mei 2020, dilaporkan bahwa efek ekonomi corona mulai terasa di Indonesia. APINDO melaporkan bahwa data mereka menunjukkan terdapat kurang lebih 7 juta karyawan yang di-PHK pada Mei 2020," sambungnya.

APINDO, lanjut Ikram, juga mengingkatkan bahwa terdapat 30 juta karyawan di bidang properti yang juga terancam di PHK jika pandemi belum bisa diatasi. Artinya jika aktivitas ekonomi tidak secara bertahap dimulai maka warga Indonesia bisa menderita akibat terkaparnya ekonomi rumah tangga.

Alasan ketiga, Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara kesehatan tubuh dan kesehatan ekonomi. Selain angka pengangguran yang makin tinggi, efek ekonomi pandemi corona yang terasa adalah turunnya pendapatan negara, dan pertumbuhan ekonomi tidak mencapai target.

"Hal ini dapat mengakibatkan dampak ekonomi ke semua sektor (krisis ekonomi). Jika aktivitas ekonomi tak segera dibuka kembali, maka pemulihan ekonomi Indonesia akan melalui jalan yang panjang dan terjal," tukas Ikram.

Namun demikian, dibuka kembalinya aktivitas warga dan ekonomi harus dilakukan dengan bertahap, belajar dari negara yang sudah lebih dahulu dan dituntun dengan data dan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

 

Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya