Purnawirawan TNI-Polri Tak Ingin Pancasila Dicabik-cabik dari Paham yang Merusak

Mahfud menambahkan, Purnawirawan TNI-Polri berharap pemerintah menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jun 2020, 17:17 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2020, 17:17 WIB
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (Liputan6.com/ Benedikta Miranti T.V)

Liputan6.com, Jakarta - Purnawirawan TNI-Polri menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan, berbagai masukan disampaikan, salah satunya terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

"Secara prinsip para purnawirawan ini setuju dengan pandangan presiden, bahwa pertama kalaupun undang-undang tentang kelembagaan pembinaan ideologi negara atau ideologi Pancasila itu ada, maka Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 supaya ditegaskan bahwa itu berlaku," kata Menko Polhukam Mahfud Md usai mendampingi para purnawirawan bertemu Jokowi, Jumat (19/6/2020).

"Kemudian, Pancasila itu adalah Pancasila yang ada dalam UUD 1945 yang terdiri dari lima sila yang selama ini kita pakai," imbuh dia.

Mahfud menambahkan, Purnawirawan TNI-Polri juga berharap pemerintah menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan tidak menolerir setiap upaya destruksi terhadap keutuhan Pancasila dari paham-paham yang mengancam.

"Mereka ingin Pancasila tidak tercabik-cabik oleh paham yang merusak Pancasila, seperti liberalisme, komunisme dan radikalisme," kata Mahfud.

Selain Mahfud, pertemuan di Istana Bogor tersebut dihadiri Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Idham Azis.

Dari kalangan purnawirawan hadir di antaranya, Try Sutrisno, Agum Gumelar, Widjojo Sujono, Ade Supandi, Djoko Suyanto, Rais Abin, Sayidiman Suryohadiprojo, Saiful Sulun, Bambang Darmono, Kiki Syahnakri, dan Bambang Hendarso Dahuri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pemerintah tunda pembahasan RUU HIP

Jokowi Pimpin Ratas Bahas KUR 2020
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (9/12/2019). Ratas tersebut membahas pelaksanaan program kredit usaha rakyat tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah secara resmi menyampaikan sikap kepada Parlemen untuk menunda pembahasan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

"Saya menyampaikan sikap pemerintah untuk menunda, setelah pemerintah membahasnya RUU HIP, maka pemerintah mengambil keputusan untuk menunda," tegas Wapres Ma'ruf Amin saat jumpa pers daring, Selasa malam 16 Juni 2020.

Menurut Ma'ruf, alasan pemerintah bersikap menunda dikarenakan saat ini negara tengah fokus terhadap penanganan kesehatan dan kesejahteraan sosial.

"Alasan menunda karena Pemerintah ingin fokus ke penangganan Covid-19 dan kemaslahatan bantuan sosial," jelas dia.

Wapres Ma'ruf menambahkan, keputusan menunda pembahasan RUU HIP ini diyakininya sudah mendapat dukungan dari segenap ormas keagamaan, khususnya ormas Islam.

"Alhamdulilah, pemerintah mendapat dukungan dari MUI, PBNU, dan Muhammadiyah, untuk menunda hal ini," tandas Ma'ruf.

Sementara itu, Jokowi saat menerima sejumlah purnawirawan TNI dan Polri di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat 19 Juni 2020 mengatakan, RUU HIP 100 persen adalah inisiatif dari DPR.

"Jadi pemerintah tidak ikut campur sama sekali," ujar Jokowi. 

Jokowi menjelaskan bahwa isi rancangan tersebut belum diketahui olehnya dan pemerintah selalu memerhatikan suara-suara dari masyarakat. Untuk itu, diputuskan bahwa pemerintah hingga saat ini menunda dan tidak mengeluarkan surpres tersebut.

"Ini sudah kita putuskan pada tiga hari yang lalu bahwa kita akan menunda dan tidak mengeluarkan surpres terlebih dahulu," kata Presiden.

"Jadi daftar isian masalah (DIM) juga belum kita siapkan, karena memang kita belum mengetahui sebetulnya ini arahnya akan ke mana karena ini memang inisiatif penuh dari DPR," imbuhnya.

Pemerintah, kata Jokowi berkomitmen penuh untuk menutup pintu terhadap paham komunisme di Indonesia. Payung hukum terhadap hal tersebut juga disebut oleh Presiden sudah sangat kuat dan tidak ada keraguan terhadapnya.

"Saya kira sudah jelas sekali Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966, juga payung hukum yang tertinggi sudah ada. Undang-Undang Nomor 27 1999 juga ada. Sudah jelas bahwa PKI dan seluruh ajarannya dilarang di negara kita. Saya kira pemerintah tidak ragu-ragu mengenai hal itu," tandas dia.

 

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya