Liputan6.com, Jakarta Aristawidya Maheswari (15), pelajar berprestasi peraih ratusan penghargaan di bidang seni lukis ini, sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Hal itu karena yang bersangkutan tak lolos untuk masuk sekolah negeri melalui sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jakarta 2020.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Saefulloh Hidayat mengatakan, Arista telah mengikuti berbagai jalur agar dapat masuk di SMA Negeri yang sudah ia tentukan atau pilih.
"Pertama memang Arista ini sudah mengikuti di beberapa jalur. Mulai jalur zonasi, kelompok KJP, dia mendaftar di SMA 12, 61, 21, tapi enggak dapet. Kemudian dia daftar juga di jalur zonasi, dia milih SMA 36, 59, 53, tapi enggak dapet juga," kata Saefulloh saat dihubungi merdeka.com, Jumat (10/7).
Advertisement
"Kemudian, dia ikut juga di jalur prestasi akademi, secara seleksi menggunakan nilai itu. Daftar di SMA 12, 21, tetapi belum dapet, karena memang nilai yang bersangkutan ini 7.763 kira-kira, sementara di SMA 12 itu IPS 8.265, SMA 21 IPS-nya 8.400, jadi memang di bawah temen-temennya itu," katanya.Â
Dia pun tak menampik terkait sejumlah prestasi yang telah didapat Arista dalam bidang seni rupa seperti yang ia masukkan saat mendaftar sekolah negeri melalui sistem PPDB.
"Namun, kalau saya lihat di sistem yang Arista upload ke sistem PPDB, piagam penghargaan tertinggi yang diperoleh yang bersangkutan itu adalah tingkat atau juara 1 tingkat Kota Administrasi Jakarta Timur. Itu sertifikat tertingginya yang dia miliki yang di-upload ke sistem PPDB," ujar dia.
"Sementara, kalau sesuai dengan ketentuan, untuk jalur prestasi non-akademis yang menggunakan sertifikat ini untuk jenjang SMK, sertifikat kejuruan minimal tingkat Provinsi, kan secara otomatis yang bersangkutan belum memenuhi syarat, sementara temen-temen yang lain memiliki sertifikat internasional, nasional dan provinsi, itu kira-kira," sambungnya.
Menurut dia, itulah salah satu penyebab yang membuat Aristawidya Maheswari tak lolos saat mengikuti tes melalui jalur prestasi non-akademis yang menggunakan sertifikat. Mengetahui dirinya tak lolos, Dinas Pendidikan DKI Jakarta pun mendatangi yang bersangkutan.
"Dinas Pendidikan pada tanggal 4 bulan 7 sebenarnya sudah mengundang Arista beserta neneknya ke kantor Disdik. Itu saya inget hari Sabtu, kan kita jelaskan mengenai PPDB ini dan juga kami menyampaikan beberapa alternatif," ucapnya.
Alternatif yang diberikan oleh pihaknya, yakni agar Arista bisa masuk sekolah di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang setara dengan sekolah formal lainnya atau swasta. Namun, jika memang ia tak ingin masuk sekolah swasta, Arista bisa mengikuti seleksi di tahap berikutnya pada 7 dan 8 Juli 2020.
"Tetapi kalau ke PKBM beliau menolak, ditawarkan untuk difasilitasi ke swasta juga menolak. Nah, pada tanggal 7 dan 8 Juli kemarin sebenarnya yang bersangkutan ikut lagi seleksi di SMA 12 jurusan IPS, kemudian di jurusan IPA juga. Tapi lagi-lagi di SMA 12 untuk IPS nilai terendahnya 7.868, artinya beliau kalah, karena hanya 7.763, IPA-nya itu jalur tahap akhir ini di SMA 12, 7.990, masih di bawah ini nilai yang bersangkutan," jelasnya.
"Dan juga daftar di SMA 21 jurusan IPS, SMA 36 jurusan IPS, SMA 45 dan SMA 102. Tetapi, lagi-lagi secara nilai, nilai teman-teman yang sudah masuk yang paling rendahnya di atas nilainya Arista, sehingga belum lulus seleksi," sambungnya.
Terlambat Mendaftar
Mengetahui kembali jika siswi peraih 700 penghargaan itu tak lolos lagi, Dinas DKI Jakarta kembali menugaskan anggotanya untuk mendatangi kediaman Arista, yakni kepala seksi beserta kepala SMA.
"Kepala Seksi Pendidikan Menengah Jakarta Timur 1, kami jelaskan tuh bahwa sesuai dengan data statistik dan ini pun bisa dibuka atau dilihat masyarakat secara umum, Arista ini masih memungkinkan untuk mendaftar dan diterima di SMA 115. Kira-kira sederhananya nilainya cukup ini kalau mau masuk ke SMA 115 gitu. Tetapi yang bersangkutan belum berkenan waktu itu, belum berkenan untuk memilih atau mendaftar ke (SMA) 115," ungkapnya.
Saat itu, Arista kembali menolak saat ditawarkan atau diberikan arahan untuk masuk ke SMA negeri lainnya yang tak masuk dalam daftarnya tersebut. Hingga akhirnya, sistem pendaftaran secara online pun berakhir pada 8 Juli 2020, pukul 15.00 WIB.
"Sistem secara otomatis jam 15.00 WIB tutup, jam 15.01 WIB, tim kami dapat telepon dari yang bersangkutan bahwa yang bersangkutan mau memilih SMA 115, daftar ke SMA 115. Tetapi kami tidak mungkin membuka sistem itu lagi, karena terakhir jam 15.00 WIB. Kira-kira kronologinya seperti itu," ucapnya.
Karena tak ingin melihat Arista tak melanjutkan sekolah, pihaknya kembali memberikan masukan agar Arista mendaftar di PKBM atau sekolah swasta. Hal itu ditawarkan kepada yang bersangkutan, agar tak ada anak-anak di Jakarta yang putus sekolah.
"Sekarang gini, untuk posisi sekarang, sistem sudah tutup, sementara kami arahkan ke PKBM atau swasta," tuturnya.
Jika memang nantinya Arista melanjutkan sekolah di swasta, ia pun tak perlu memikirikan untuk membayar uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) setiap bulannya. Terlebih, ia sudah mendapatkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) saat ia sekolah di SMPN 92.
"Pada saat nanti misalnya tahun ini masuk ke sekolah swasta, KJP-nya tetep jalan, sepanjang memenuhi persyaratan dan kita ada lagi tambahan untuk anak-anak yang bersekolah di swasta, kita akan bantu SPP-nya sesuai dengan tarifnya," sebutnya.
"Akan ada bantuan dari pemerintah, ketentuan. Walaupun untuk KJP kan kita ada tarifnya, sesuai dengan tarifnya. Untuk SMA itu sekian ratus ribu per bulan," tambahnya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bantuan KJP Plus
Dengan adanya hal itu, ia ingin agar masyarakat ikut memberikan edukasi terhadap lingkungan sekitar rumah yang anaknya ingin mendaftar di sekolah negeri ataupun swasta.
"Pertama adalah bahwa daya tampung negeri ini memang terbatas, maka kemudian ada seleksi. Pada saat proses seleksi itu tidak memungkinkan semua masuk negeri. Ada beberapa ke swasta dan saya yakin ini adalah proses yang adil sepanjang proses seleksinya terbuka untuk semua dan kriterianya juga sama," ungkapnya.
Lalu, ia ingin masyarakat dapat menyakinkan orang sekitarnya jika daya tampung sekolah negeri dan swasta itu cukup untuk menampung siswa atau siswi yang ingin sekolah.
"Bagi yang kalangan kurang mampu, Pemprov DKI Jakarta punya program KJP plus, yang di dalamnya khusus untuk anak-anak swasta ada bantuan biaya SPP. Jangan takut untuk masuk swasta, yang penting adalah tetap kita ingin pastikan jangan sampai ada anak yang enggak bersekolah, itu sudah tanggung jawab kita semua," tutup dia.
Â
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Advertisement