Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Ditjen Imigrasi Kemenkumham. Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry, merasa Imigrasi sudah babak belur terkait kasus Djoko Tjandra.
"Saya melihat kalau ibarat sebuah pertandingan tinju, Dirjen ini dengan Komisi III ini sudah babak belur, sudah lempar handuk," kata Herman, Senin (13/7/2020).
Menurut dia, rapat kali ini bukan menuntut Imigrasi melakukan perbaikan.
Advertisement
"Kenapa? Tujuan kita mengundang Dirjen Imigrasi untuk rapat ini, bukan untuk dia menentukan sebuah kebijakan dan perbaikan. Apa yang bisa dilakukan Dirjen? Dia hanya pelaksana. Kemudian terkait kasus Joko Tjandra sebagai aparat penegak hukum tidak hanya Dirjen Imigrasi yang kita tanyakan. Masih ada aparat penegak hukum lainnya," jelas Herman.
Selain itu, menurut dia, rapat kali ini sudah efektif.
"Dalam rapat kali ini, rapat ini cukup efektif untuk mendapatkan masukan-masukan teknis dari Dirjen Imigrasi, kenapa ini bisa terjadi dalam ranah konteks paspor dan keluar masuknya orang. Karena itu tupoksinya imigrasi," tutur politisi PDIP ini.
Karena ada surat dari penegak hukum lainnya yakni Polri dan Kejaksaan Agung terkait kasus Djoko Tjandra, Komisi III pun memanggil penegak hukum lainnya.
"Jadi dengan demikian kesimpulan dari rapat ini kita mengundang, memanggil aparat Penegak hukum lainnya. Agar kasus Joko Tjandra terang benderang," pungkasnya.
Penjelasan Imigrasi
Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting menegaskan, pihaknya sudah menyita paspor milik buronan kasus BLBI terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Pada paspor tersebut tidak ditemukan cap dari pihak Imigrasi sebagai tanda atau bukti melintasi wilayah Indonesia. Meski, dia tak mengetahui keberadaan pria yang berganti nama jadi Joko Tjandra itu.
Hal ini disampaikannya, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI.
"Kami tidak tahu pak (keberadaannya). Karena paspor yang dikeluarkan, dikembalikan enggak dicap, enggak dicap yang ditarik itu. Kami tarik, melalui pengacara dikirim. Ini enggak dicap. Berarti dia enggak ada di perlintasan formal kami," kata Jhoni, Jakarta, Senin (13/7/2020).
Dia pun menuturkan, dalam paspor Djoko Tjandra yang dikeluarkan pada 2007 dan berakhir 2012, yang bersangkutan tak pernah mempergunakannya.
"Paspor yang dikeluarkan 2007 dan berakhir 2012 tidak dipergunakan yang bersangkutan keluar ke Indonesia," jelas Jhoni.
Oleh karena itu, dia menilai secara de jure atau berdasar hukum, Djoko Tjandra berada di Indonesia.
"Sehingga saya mengatakan, de jure dia di Indonesia. De facto-nya mari kita bersama penegak hukum yang lain," pungkasnya.
Advertisement