Red Notice Djoko Tjandra, Polri: Bukan Dihapus tapi by System karena Masa Berlaku Habis

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono meluruskan perihal surat red notice Djoko Tjandra yang diteken oleh Sec NCB Interpol Brigjen NW.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Jul 2020, 21:37 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2020, 21:20 WIB
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono. (Ady Anugrahadi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono meluruskan perihal surat yang diteken oleh Sec NCB Interpol Brigjen NW. Menurut hasil penyelidikan Propam Polri, jenderal polisi bintang satu itu bukan menghapus red notice buronan kelas kakap, Djoko Tjandra.

“Jadi ini bukan penghapusan, tapi penyampaian (kepada Dirjen Imigrasi) Ini lho, bahwa red notice ke Djoko Tjandra sudah terhapus (by system karena masa berlaku lima tahunan),” terang Argo di Mabes Polri Jakarta, Jumat (17/7/2020).

Red notice kepada buron sesuai prosedurnya memiliki berlaku selama 5 tahun. Bila masa berlaku terkait habis, maka pengajuan perpanjangan bisa dilakukan oleh pihak Kejaksaan Agung.

Diketahui, pengajuan red notice Interpol Indonesia untuk Djoko Tjandra tercatat pada 2009. Artinya, masa berlaku secara otomatis habis di tahun 2014.

Mengonfirmasi prosedur tersebut, Liputan6.com menghubungi Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti. Menurut dia, red notice sesuai ketentuan Interpol harus diperbaharui setiap lima tahun.

"Red notice Djoko Tjandra sudah tidak berlaku sejak tahun 2014 karena diproses sejak tahun 2009. Seharusnya Kejaksaan meminta Polri memperpanjang ke Interpol," tulis Poengky lewat pesan singkat.

Poengky melanjutkan, jika Interpol sudah dapat permintaan, maka Interpol akan memeriksa dan menganalisa berdasarkan dokumen disampaikan.

"Interpol kemudian membuat red notice lagi yang akan habis masa berlakunya dalam 5 tahun tersebut," jelas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Komunikasi yang Macet

Poengky menilai, ada kordinasi dan komunikasi yang macet perihal Red Notice terhadap Djoko Tjandra. Dia menegaskan, guna memperbaikinya tidak seharusnya ada saling tuding antarinstansi penegak hukum.

"Ini terjadi karena kordinasi dan komunikasi yang kurang antara Kejagung dan Polri. Tidak seharusnya saling menyalahkan tetapi masing-masing harus introspeksi," Poengky menandasi.

Sebagai informasi, akibat tanda tangan Brigjen NW di surat penyampaian informasi terhadap Dirjen Imigrasi tersebut, Polri memberi sanksi etik terhadap jenderal bintang satu ini.

"Brigjen NW diketahui tidak menyampaikan ke atasannya, Kadiv Hubinter Irjen Kadiv Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte terkait surat tersebut. Jadi ditemukan Propam bahwa ada kewenangan yang seharusnya dilaporkan ke pimpinan, tapi tidak. Ini kita kenakan kode etik," tutur Kadiv Humas Polri Argo Yuwono menandasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya