Sanksi Pelajar yang Ikut Demo Tolak RUU Cipta Kerja

Dari 1.700 lebih demonstran yang diamankan dalam demo tolak RUU Cipta Kerja, 80 persen merupakan siswa SMP hingga SMA.

oleh Maria Flora diperbarui 14 Okt 2020, 20:53 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2020, 20:39 WIB
Para Orang Tua Jemput Pengunjuk Rasa di Polda
Sejumlah orang tua pengunjuk rasa yang menolak UU Cipta Kerja menunggu di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Mereka diamankan petugas Kepolisian karena diduga terlibat kericuhan saat unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja pada Selasa (14/10/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengungkap sejumlah fakta mengejutkan dari aksi demo menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja), Selasa, 13 Oktober kemarin.

Dari 1.700 lebih demonstran yang diamankan, 80 persen merupakan pelajar SMP hingga SMA. Bahkan di antaranya ada yang masih duduk di tingkat sekolah dasar (SD).

"Ada 5 anak SD yang umurnya sekitar 10 tahun. Sisanya pengangguran dan mahasiswa," kata  Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus.

Tak hanya dari Ibu Kota, para pelajar yang ikut demo tolak RUU Cipta Kerja ini disebut datang dari sejumlah daerah, seperti Jawa Barat dan Banten. Mereka mengaku mendapat undangan lewat media sosial, ada pula yang beralasan karena diajak teman.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) angkat bicara terkait banyaknya pelajar yang ikut dalam aksi demo menolak RUU Cipta Kerja, Kamis, 8 Oktober lalu.

Kemendikbud meyakini para pelajar belum mengetahui tujuan demo tersebut. Terkait sanksi, pihaknya meminta polisi untuk memberi masukkan. 

"Polisi punya standar dalam menangani kenakalan anak-anak, mereka diberi pembinaan oleh kepolisian, sekolah dan orangtuanya. Mereka harus diselamatkan dari bahaya," kata Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri kepada Liputan6.com, Kamis, 8 Oktober 2020.

Menyikapi hal ini, lantas sanksi seperti apa yang diberikan polisi kepada para pelajar yang ikut demo tolak RUU Cipta Kerja?  

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sanksi Humanis

Pelajar
Puluhan pelajar yang terjaring demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja di Bekasi melaksanakan salat Isya berjamaah. (Liputan6.com/Bam Sinulingga)

Polres Metro Bekasi Kota memilih untuk memberikan sanksi humanis kepada 50 orang pelajar yang diamankan saat mengikuti aksi demo menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja bersama buruh dan ormas Islam ke Istana Negara, Selasa, 13 Oktober 2020.

Polisi membagikan perlengkapan salat. 

"50 orang pelajar itu terdiri atas 32 orang dari wilayah Bekasi Utara, dan 18 orang dari wilayah Medan Satria," kata Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Wijonarko, Rabu (14/10/2020).

Perlengkapan salat yang dibagikan petugas di antaranya baju koko, sarung dan peci. Para pelajar juga diajak melaksanakan salat Isya berjamaah bersama-sama petugas.

"Kita lakukan salat Isya, juga pembacaan tahlil dan ceramah," ujar Wijonarko.

Menurutnya, seluruh pelajar tersebut melaksanakan salat dan mendengarkan ceramah dengan penuh khusyuk. Cara humanis ini dipilih kepolisian untuk menyadarkan pelajar agar melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat ke depannya.

Sementara puluhan remaja pendukung Habib Bahar bin Smith juga diamankan Polsubsektor Jatiwaringin, Kota Bekasi, Jawa Barat. Seluruh remaja yang rata-rata berusia 14-18 tahun tersebut diketahui berasal dari wilayah Tangerang dan Serang, Banten.

Sebelumnya remaja yang berjumlah lebih dari 85 orang itu mengikuti sidang PTUN di Bandung terkait putusan pembebasan Habib Bahar bin Smith, Senin 12 Oktober 2020 mulai pukul 06.30 WIB.

Ancam Cabut KJP

Polisi Pukul Mundur Pendemo Omnibus Law
Sejumlah pengunjuk rasa melemparkan batu di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selas (13/10/2020). Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law akhirnya dibubarkan dengan tembakan gas air mata. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara itu, Polda Metro Jaya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, bahwa anak-anak yang ikut aksi demo yang berujung ricuh, dipertimbangkan akan dicabut Kartu Jakarta Pintar (KJP).

"Nantinya akan kami koordinasikan," Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Rabu (14/10/2020).

Selain itu, Polda Metro Jaya juga akan mempertimbangkan agar anak-anak tersebut juga mendapatkan edukasi yang lebih dari sekolahnya.

"Karena kalau kita lihat di lapangan mereka seperti garang sekali. Melempar petugas, merusak fasilitas umum, seperti tidak ada takutnya," kata Yusri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya