Eksepsi Irjen Napoleon, Pengacara Sebut Uang USD 20 Ribu Milik Istri Brigjen Prasetijo

Tim penasihat hukum Irjen Napoleon Bonaparte menyampaikan eksepsi atau nota keberataan kliennya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Nov 2020, 16:31 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2020, 16:29 WIB
Terdakwa Napoleon Bonaparte Jalani Sidang Lanjutan Eksepsi
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020). Sidang beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan yang dibacakan kuasa hukum terdakwa. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum Irjen Napoleon Bonaparte dalam eksepsi atau nota keberataan kliennya menyebut, uang USD 20 ribu yang dijadikan barang bukti dalam perkara suap penghapusan red notice Djoko Tjandra ini merupakan uang milik istri Brigjen Prasetijo.

"Bahwasanya uang USD 20 ribu adalah uang milik sah dari istri Brigjen Prasetijo Utomo dalam bentuk mata uang rupiah," ujar tim kuasa hukum Irjen Napoleon, Santrawan Paparang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020).

Menurut Santrawan, uang tersebut sengaja disiapkan istri Brigjen Prasetijo lantaran Divisi Propam Mabes Polri meminta kepada Brigjen Prasetijo untuk menyiapkan uang tersebut.

"Di mana ketika itu Divisi Propam Polri meminta kepada Brigjen Prasetijo Utomo agar menyiapkan barang bukti uang USD 20 ribu, dan mengingat karena ia Brigjen Prasetijo tak memiliki uang, maka Brigjen Prasetijo menulis sepotong surat kepada istrinya dengan meminta uang sejumlah USD 20 ribu," kata dia.

Informasi itu didapat pihak Irjen Napoleon dari keterangan Brigjen Prasetijo saat pelimpahan tahap II di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, 16 Oktober 2020.

Lantaran tak memiliki uang dalam bentuk USD, maka uang rupiah yang dimiliki istri Prasetijo ditukar ke bentuk USD sesuai nominal yang diminta. Uang yang telah ditukar tersebut kemudian diserahkan oleh istri Prasetijo kepada anggota Divisi Propam Polri pada 16 Juli 2020.

Pihak kuasa hukum pun menilai ada perbuatan melawan hukum terkait hal tersebut.

"Barang bukti uang USD 20 ribu yang oleh penyidik Dittipikor Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara klien kami adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum dan batal demi hukum dengan segala akibatnya," kata dia.

Selain itu, pihak kuasa hukum menilai barang bukti rekaman kamera CCTV di lantai satu gedung kantor Napoleon di Mabes Polri tidak relevan dengan kliennya yang berkantor di lantai 11. Bukti lain yang disoroti adalah kuitansi bukti penerimaan uang oleh Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra.

Dia menerangkan, kwitansi tanda terima uang diterima Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra berturut-turut pada 27 April 2020 sebesar SGD 100 ribu, 28 April sebesar SGD 200 ribu, 29 April sebesar USD 100 ribu, 4 Mei 2020 sebesar USD 150 ribu, 12 Mei sebesar USD 100 ribu, dan 22 Mei 2020 sebesar USD 50 ribu.

"Maka seharusnya demi hukum di dalam kuitansi tanda terima uang wajib dicatat maksud penerimaan uang yang diterima Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra akan dipergunakan untuk kepentingan apa," kata tim kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte itu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dakwaan

Terdakwa Napoleon Bonaparte Jalani Sidang Lanjutan Eksepsi
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2020)Sidang beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan yang dibacakan kuasa hukum terdakwa. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima sejumlah uang untuk mengurus status red notice Djoko Tjandra.

"Telah menerima pemberian atau janji yaitu terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu," kata jaksa saat pembacaan dakwaan.

Jaksa menyebut, Irjen Napoleon menerima aliran uang tersebut langsung dari terdakwa Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencanan Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Dengan cara, Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020, surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tgi 05 Mei 2020.

"Yang dengan surat-surat tersebut pada tanggal 13 Mei 2020, pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi," jelas dia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya