Polda NTT Diduga Sewenang-wenang Lakukan Kriminalisasi Warga

Nico Senjaya, kuasa hukum Baharuddin Tony, menilai kinerja Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak profesional dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan benih bawang merah di Kabupaten Malaka tahun 2018, yang menjerat kliennya.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2022, 13:32 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2022, 23:50 WIB
Baharuddin Tony (ketiga kiri) bersama kuasa hukumnya Nico Senjaya, SH, MH (kedua kiri), Robertus Salu, SH, MH (kiri) dan Dandy Limardi, SH, saat menyampaikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (20/9/2022)
Baharuddin Tony (ketiga kiri) bersama kuasa hukumnya Nico Senjaya, SH, MH (kedua kiri), Robertus Salu, SH, MH (kiri) dan Dandy Limardi, SH, saat menyampaikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (20/9/2022). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Nico Senjaya, kuasa hukum Baharuddin Tony, menilai kinerja Polda Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) tidak profesional dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan benih bawang merah di Kabupaten Malaka tahun 2018, yang menjerat kliennya.

Pasalnya, kata dia, meski perkara sudah diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), namun Polda NTT membuka kembali tanpa adanya dua alat bukti baru.

"Klien kami harus jadi korban kriminalisasi akibat kesewenang-wenangan Polda NTT. Hak asasi klien kami menurut kami diduga telah dilanggar oleh Polda NTT. Bagaimana bisa perkara Tipikor yang sudah di-SP3 dibuka kembali tanpa menunjukan adanya dua novum baru? Ini kan namanya sewenang-wenang," kata Nico Senjaya, dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Nico mengatakan, perkara yang sudah dihentikan alias SP-3 dapat dibuka kembali bila ditemukan dua alat bukti baru atau novum. Hal ini berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI No.4 Tahun 2016 yang menyatakan perkara yang sudah SP-3 dapat dibuka kembali, namun harus disertai dengan dua alat bukti baru yang tidak ada hubungannya dengan alat bukti sebelumnya.

"Kami sudah melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Polda NTT di Pengadilan Negeri Kupang, dan perkara sedang bergulir, namun Polda NTT ini sama sekali seperti tidak ada itikad baik terhadap klien kami, sama sekali tidak meminta maaf saat mediasi, merasa paling benar meski telah membuat klien kami menderita," kata Nico.

"Perlu kami informasikan, kami juga telah memenangkan Praperadilan terhadap Polda NTT, gugatan kami dikabulkan secara keseluruhan, salah satu putusannya jelas harkat dan martabat klien kami harus dipulihkan. Ini bukan saya yang bicara, tapi hukum yang bicara," sambung dia.

Nico menjelaskan, perlu diketahui juga penyidik Polda NTT pernah mengakui bahwa telah melakukan kesalahan pengetikan dalam Sprindik, error in persona.

"Ini kan gawat, masa bisa salah ketik, ini menyangkut nasib orang, intinya sudah ngawur, ibarat anak kecil yang melempar batu lantas bersembunyi ke orang tuanya, begitulah untuk menggambarkan kinerja Polda NTT dalam menangani perkara ini," lanjut Nico.

Pada kesempatan itu, Nico juga menyoroti keberadaan LSM Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) yang gencar berdemonstrasi terkait penanganan perkara dugaan Tipikor pengadaan benih bawang merah. Ia menduga LSM tersebut menjadi alat pihak tertentu dalam dugaan kriminalisasi terhadap kliennya.

"Polda NTT menyatakan perkara ini berdasarkan laporan masyarakat, masyarakat yang mana?. LSM Araksi juga diduga telah mencemarkan nama baik klien kami dengan menyebar fitnah di media. Masa foto anak klien kami dibilang selingkuhan? Kan gila, narasi sesat yang dibuat untuk membuat klien kami semakin terpuruk," ungkapnya.

 

Dukung KPK

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Terkait perkara tersebut yang telah diambil alih penanganannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nico mengaku bersyukur dan mengapresiasi lembaga antirasuah. Pihaknya meyakini KPK akan profesional dalam menangani perkara.

"Kami bersyukur dan mengapresiasi KPK yang melakukan supervisi terhadap perkara tersebut, karena kami berkeyakinan KPK akan profesional dalam menangani perkaranya, tidak akan sembarangan lagi seperti Polda NTT," kata Nico.

Ia kembali menegaskan, perkara Tipikor yang paling utama adalah adanya dugaan kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

"BPK merupakan lembaga negara yang diamanatkan konstitusi untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan institusi negara. Termasuk menghitung kerugian negara akibat yang ditimbulkan dari sebuah tindak pidana korupsi," terang Nico.

"Tidak seperti Polda NTT yang berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTT," sambung Nico didampingi Robertus Salu, Leo Cahya Trisaputra, Egiardus Bana, dan Dandy Limardi.

Nico menegaskan, pihaknya akan terus berjuang agar kliennya yang sama sekali tidak bersalah mendapatkan keadilan. Melalui perkara ini juga sebagai pesan agar pihak kepolisian, khususnya Polda NTT senantiasa mengedepankan sikap profesional dalam menangani perkara.

"Hak asasi klien kami telah dilanggar oleh Polda NTT, selain memohon perlindungan hukum terhadap Kapolri, kami juga akan memohon kepada Komnas HAM. Kami sangat sepakat bahwa hukum itu harus ditegakkan, namun dalam menegakkan hukum tentunya harus mematuhi semua prosedur hukum, bukan dengan cara yang melawan hukum, terlebih HAM. Semoga melalui perkara ini menjadi pembelajaran bersama," tegas Nico.

 

Dipenjara

Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)

Pada kesempatan yang sama, Baharuddin Tony juga mengaku perkara yang menjeratnya banyak sekali kejanggalan. Ia harus mendekam di balik jeruji besi selama 120 hari dengan tuduhan dugaan korupsi pengadaan bibit bawang di Kabupaten Malaka pada tahun 2018.

"Jika buka-bukaan banyak yang saya alami, mulai ditakut-takuti sampai harus keluar uang, bisa dibilang saya jadi "mesin ATM" para oknum di Polda NTT," bebernya.

Ia menyatakan semua proses pengadaan bibit bawah merah Kabupaten Malaka pada tahun 2018 telah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

"Saya beli bibit bawang di Brebes, Jawa Tengah, kualitas baik, sesuai spek, intinya semuanya tidak ada masalah. Bibit bawang sebanyak 180 ton bibit unggul dan sudah panen sekitar 2.000 ton lebih," ucap dia.

"Proyek pengadaan bibit bawang ini bukan hanya tahun 2018, tahun 2017 dan 2019 juga ada, anggarannya sama, tapi kenapa yang dipermasalahkan hanya tahun 2018?, saya mohon keadilan," jelas Tony.

Hingga berita ini ditayangkan Kapolda NTT Irjen Pol Setyo Budiyanto, belum dapat dikonfirmasi.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, saat konferensi pers di Polda NTT, pada Kamis 8 September 2022 lalu, menyatakan, setelah dilakukan supervisi, pihaknya menemukan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan bibit bawang merah Malaka tidak efektif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya