Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam atau Kohati PB HMI Umiroh Fauziah memberikan sejumlah pernyataan.
Salah satunya terkait kader HMI-Wati Cabang Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami penganiayaan oleh oknum kepolisian hingga mengakibatkan cedera di bagian kepala dan trauma psikologis.
"Padahal jelas bahwa menyampaikan pendapat di ruang publik dilindungi oleh konstitusi. Tentu kejadian ini sangat menyayat hati kader hingga alumni HMI, khususnya lagi Kohati PB HMI," ujar Umiroh melalui keterangan tertulis, Sabtu (3/9/2022).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, Kohati merupakan bagian dari HMI yang memiliki jumlah cabang 235, serta anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, maka Kohati tentunya perlu mengambil sikap tegas atas kejadian tersebut.
"Maka dari itu, Kohati PB HMI meminta agar institusi Polri segera mengevaluasi Polda Nusa Tenggara Barat dan Polres Kabupaten Dompu," ucap Umiroh.
Umiroh menilai, kejadian tersebut tentu sangat bertentangan dengan nilai presisi yang digaungkan oleh Polri. Selain itu, tindakan penganiayaan tersebut menyalahi semangat gerakan stop kekerasan terhadap perempuan, apalagi polisi adalah aparatur negara yang sudah seharusnya mendukung dan melaksanakan agenda tersebut.
"Tindakan kekerasan anggota kepolisian tersebut semakin memperburuk citra Polri yang banyak mendapat sorotan masyarakat belakangan ini," kata dia.
Selanjutnya, sambung Umiroh, tindakan represif aparat kepolisian tersebut telah membenarkan bahwa kesewenang-wenangan institusi Polri terhadap hukum dan kepentingan rakyat sangatlah nyata didepan mata.
"Ditambah dengan tragedi kematian Brigadir J sebagai korban dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Mantan Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo semakin menguatkan dugaan bahwa kekerasan merupakan cara yang lumrah dilakukan dalam institusi Polri ketika menangani suatu persoalan," papar dia.
"Kasus kematian Brigadir J menunjukan kepada kita bahwa, sehebat-hebatnya tupai melompat pasti akan tersungkur juga," sambung Umiroh.
Perlahan Terungkap
Upaya hukum yang ditempuh keluarga Brigadir J perlahan mengungkap satu demi satu fakta bahwa ada keterlibatan puluhan anggota Polri hampir disemua kepangkatan.
"Hal ini ternyata dikarenakan hubungan relasi yang diduga saling berkaitan erat dalam institusi Polri yang terhubung kepada Mantan Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo hingga akhirnya yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai aktor utama pembunuhan berencana Brigadir J," terang Umiroh.
Keterlibatan puluhan anggota Polri yang turut memback-up dugaan kejahatan pembunuhan berencana mantan Kadiv Propam tersebut menunjukkan bahwa Institusi Polri sedang tidak baik-baik saja.
"Belum lagi dengan munculnya bagan struktur 'Kaisar Sambo dan Konsorsium 303' yang berseliweran di jagad maya, yang diduga menyeret para petinggi Polri bersama para pengusaha menambah keresahan terhadap kondisi institusi Polri," ucap dia.
"Hal ini juga bisa dinilai sebagai gagalnya Kapolri dalam melakukan pembinaan terhadap Anggotanya, Selain itu dapat dinilai sebagai upaya pembiaran terhadap aksi nakal para pembantunya. Sebab serasa tidak mungkin anggota bertindak tanpa sepengetahuan atasan," jelas Umiroh.
Advertisement
Sikap Kohati PB HMI
Sehingga atas dasar semua itu, Keluarga Besar Kohati PB HMI menyatakan sejumlah sikap:
1. Meminta Kapolri bertanggung jawab atas tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap anggota Kohati dalam aksi demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi di Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Tindakan represif saat penangan aksi menandai gagalnya realisasi jargon Polri Presisi.
3. Meminta Presiden Republik Indonesia untuk segera melakukan reformasi birokrasi Polri secara struktur dan kultur.
4. Meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera mengevaluasi institusi Polri sebagai amanat reformasi dari kegagalan Kapolri dalam melakukan pembinaan terhadap anggotanya.
5. Atas akumulasi kegagalan Kapolri dalam menggawangi Institusi Polri, kami meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera mencopot Kapolri karena dianggap gagal dalam melaksanakan tugasnya.
6. Meminta Presiden Republik Indonesia untuk segera mengambil langkah terukur dalam membongkar sindikat yang tergambar dalam diagram struktur “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” yang melibatkan para petinggi Polri, apabila benar ada keterkaitan Anggota Polri dalam skandal tersebut.
"Jika dalam waktu 1 x 24 jam tidak ada penindakan terhadap oknum polisi yang melakukan tindakan represif terhadap kader HMI-Watu dalam aksi penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi dan penjelasan serta penyikapan terhadap tuntutan lainnya, maka Korps HMI-Wati PB HMI bersama Kohati Badko, Kohati HMI Cabang dan keluarga besar Kohati akan melakukan aksi serentak secara nasional pada Senin, 5 September 2022," tegas Umiroh.