Liputan6.com, Jakarta - Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menggagas kehadiran kader jemaat gereja pencinta alam. Gagasan ini diwujudkan melalui program Green School Gereja Sahabat Alam 2020.
Ketua Umum PGI, Pendeta (Pdt) Gomar Gultom mengatakan, masalah lingkungan telah dibicarakan dalam Sidang Raya PGI 2014 di Nias, Sumatera Utara. Masalah lingkungan masuk dalam empat keprihatinan selain persoalan kemiskinan, ketidakadilan, dan radikalisme.
"Keprihatinan terhadap lingkungan karena lima tahun ke depan muncul krisis ekologis di dunia ini. Terjadi perubahan iklim yang bisa membuat petani kesulitan memprediksi kapan musim tanam dan panen,” kata Gultom, dalam pembukaan Green School Gereja Sahabat Alam 2020, Rabu, 25 November 2020.
Advertisement
Gultom menyebut, perubahan iklim muncul karena eksploitasi alam demi pemenuhan konsumsi manusia. Untuk itu, sejak 2011 PGI telah mencanangkan zero penggunaan plastik untuk kegiatan gereja.
Mengenai persoalan gambut, Gultom mengatakan perlu pendekatan spiritual untuk memperbaikinya. Sebab, kerusakan gambut telah mengakibatkan kerugian yang mencapai triliunan rupiah dan kesehatan manusia, hingga kematian.
“Upaya restorasi ini memang butuh waktu panjang, tetapi kalau tidak dimulai sekarang bagaimana mau pulih?” kata dia.
Sementara itu, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, Myrna A.Safitri, mengatakan kegiatan Gereja Sahabat Alam ini merupakan tindak lanjut kerja sama BRG dan PGI beberapa tahun lalu mengenai peningkatan kapasitas pendeta di wilayah kerja restorasi gambut.
Myrna mengatakan sudah ada 104 pendeta peduli gambut yang menjadi mitra BRG. “Tujuannya untuk menyebarluaskan pesan perlindungan alam untuk jemaat gereja dengan bahasa keimanan yang kita ketahui,” kata Myrna.
Myrna mengatakan kerja restorasi gambut perlu juga memasukkan unsur aspek moral keagamaan. Alasannya, kerja pemulihan tidak bisa berjalan tanpa ada niat ibadah kepada Tuhan.
“Kerusakan lingkungan yang dihadapi ini karena ulah manusia, untuk itu kebijakan restorasi yang dimulai sejak 2016 menjadi bentuk pertobatan kita bersama atas kerusakan yang terjadi di masa lalu,” kata dia.
Saat ini, kata Myrna, BRG melalui dialog dengan para petani juga mengenalkan cara pemanfaatan lahan gambut tanpa bakar dan tanpa bahan kimia.
“Hal tersebut memberi sesuatu yang baik bagi para petani, membuktikan bahwa pertanian masih bisa dilanjutkan tanpa harus takut melanggar hukum,” ujar dia.
Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI, Pdt. Jimmy Sormin dalam paparannya menyebut kegiatan ini diharapkan tidak hanya menjadi peningkatan literasi jemaat gereja. Namun, kegiatan ini juga bisa menjadi bekal keterampilan.
“Tidak hanya bersifat awareness tapi juga dilengkapi advokasi terhadap krisis lingkungan hidup,” ucap Jimmy.
Dengan pelatihan ini, Jimmy berharap muncul agen perubahan di lingkungan gereja dan gambut di wilayah nusantara,” ujar dia.
Pelatihan Gereja Sahabat Alam ini digelar secara berseri selama tujuh kali pertemuan sejak 25 November hingga 3 Desember 2020 secara daring.
“Dua materi terakhir penting karena mengenai bagaimana memanfaatkan gambut secara ekonomis dan berkelanjutan dalam rangka restorasi gambut,” ujar dia.