Kasus Edhy Prabowo, KPK Selisik Rekening Penampung Uang dari Eksportir Benur

KPK menelisik rekening milik tersangka Andreau Misanta Pribadi yang merupakan Satfsus Edhy Prabowo. Rekening diduga untuk menampung uang dari eksportir benih lobster.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Feb 2021, 19:26 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2021, 19:26 WIB
Edhy Prabowo Kembali Digarap KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan non aktif, Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/12/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik rekening yang dijadikan untuk menampung uang dari para eksportir benih lobster atau benur. Hal tersebut diketahui saat tim penyidik memeriksa tersangka Andreau Misanta Pribadi (AMP) yang merupakan staf khusus Edhy Prabowo.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Andreau diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka sekaligus saksi untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP)

"AMP diperiksa sebagai tersangka sekaligus sebagai saksi untuk EP. Tim penyidik KPK melakukan pendalaman terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang yang ditampung melalui beberapa rekening perbankan milik tersangka AMP," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (17/2/2021).

Ali mengatakan, uang yang ditampung di rekening Andreau diduga bersumber dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster oleh Edhy Prabowo. Uang yang ditampung tersebut diduga dipergukan untuk kepentingan Edhy dan istrinya, anggota DPR Iis Rosita Dewi.

"Uang-uang tersebut diduga bersumber dari para eksportir benur yang kemudian dipergunakan untuk keperluan pribadi EP dan istri," kata Ali.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

7 Tersangka Suap Ekspor Benur

FOTO: KPK Tunjukkan Barang Bukti Penahanan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango (ketiga kiri) bersama petugas menunjukkan barang bukti terkait penetapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Rabu (25/11/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi (AMP) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).

Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya