Stafsus Edhy Prabowo Tak Menampik KKP Terima Rp 1.500 Tiap Ekor Benur yang Diekspor

Stafsus Edhy Prabowo, Safri dihadirkan sebagai saksi dalam perkara suap ekspor benih lobster dengan terdakwa Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito

oleh Fachrur Rozie diperbarui 24 Feb 2021, 18:03 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2021, 18:03 WIB
FOTO: Dugaan Suap Penetapan Calon Eksportir Benih Lobster, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Ditahan KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) digiring petugas usai rilis penetapan tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/11/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap KPK usai lawatan ke Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Safri Muis, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyebut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Edhy menerima Rp 1.500 dari satu ekor benih lobster atau benur yang diekspor ke luar negeri.

Hal itu terungkap saat jaksa penuntut umum KPK membacakan berita acara pemeriksaan Safri saat proses penyidikan. Safri yang dijerat dalam perkara ini dihadirkan sebagai saksi dalam perkara suap ekspor benur dengan terdakwa Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan 'saya tidak tahu jasa kargo ekspor BBL (Benih Bening Lobster) tapi saya tahu dari Andreau (Pribadi Misanta-stafsus Edhy yang lain) bahwa biaya ekspor adalah Rp 1.800 per-ekor berdasakan kesepakatan KKP dengan perusahaan forwarder yaitu PT ACK, di mana KKP mendapat Rp 1.500 per-ekor dan PT ACK mendapat Rp 300 per-ekor', keterangan ini benar?" tanya jaksa KPK Siswhandono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/2/2021).

Safri mengaku tak ingat dengan isi BAP yang dituangkan dalam proses penyidikan. Namun Safri menyatakan tak akan mengubah keterangan yang telah dia sampaikan kepada penyidik.

"Saya tidak ingat. Tapi kalau keterangan BAP, saya tetap," kata Safri.

Jaksa kemudian mencecar pernyataannya yang menyebut KKP menerima Rp 1.500. Jaksa menelisik siapa saja pihak yang menerimanya. Namun dia menyatakan tidak tahu lantaran hal itu kewenangan dari Andreau.

"Bagian-bagian itu saya tahu dari Andreau, dan dia tidak menjelaskan tapi persetujuan bahwa eksportir sudah setuju dengan menggunakan PT ACK," kata Safri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Dakwaan

Edhy Prabowo
Edhy Prabowo (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam surat dakwaan disebutkan, Edhy Prabowo membeli bendera perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe melalui Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo. Amiril kemudian mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK.

PT ACK lalu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI). PT. PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per-ekor BBL dan PT. ACK menetapkan biaya sebesar Rp 1.450 per-ekor BBL sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp 1.800 per-ekor BBL.

Biaya itu diterima PT. ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan prosentase kepemilikan sahamnya yaitu Nursan 41,65 persen, Amri 40,65 persen dan Yudi Surya Atmaja 16,7 persen serta PT. Detrans Interkargo sebanyak 1 persen.

Nursan lalu meninggal dunia sehingga namanya diganti oleh Achmad Bachtiar yang juga selaku representasi Edhy Prabowo.

Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli-November 2020 membagikan uang yang diterima perusahaan-perusahaan eksportir BBL lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp 12,312 miliar, kepada Amri senilai Rp 12,312 miliar dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,047 miliar.

Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo.

Diberitakan sebelumnya, Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Suharjito menyuap Edhy sebesar USD 103 ribu dan Rp 706 juta.

Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK).

Jaksa menyebut, pemberian suap yang diberikan Suharjito kepada Edhy melalui lima orang itu dengan tujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Menurut Jaksa, uang tersebut diperuntukkan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya