Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Ambalat kerap memantik konflik antara Indonesia dengan Malaysia. Ambalat merupakan blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah dan Kalimantan Timur.Â
Sejarah Hari Ini (Sahrini) mencatat, pada Jumat 8 April 2005 atau tepat 16 tahun silam, kemelut terjadi antara Indonesia dengan Malaysia di perbatasan kawasan Ambalat.
Baca Juga
Kemelut bermula saat Kapal Republik Indonesia (KRI) Tedong Naga menyerempet Kapal Diraja Rencong milik Malaysia di perairan Karang Unaran, Nunukan, Kalimantan Timur. Tak tanggung-tanggung, KRI Tedong Naga menyerempet Kapal Diraja Rencong sebanyak tiga kali.
Advertisement
Bukan tanpa alasan, KRI Tedong Naga menyenggol Kapal Diraja Malaysia. Kapal negeri jiran itu berkali-kali melakukan manuver yang membahayakan pembangunan mercusuar Karang Unarang.
Pembangunan Mercusuar Karang Unarang sejatinya sempat dihentikan sementara satu bulan sebelumnya, yakni 6 Maret 2005 demi menghindari konflik terbuka antara Indonesia-Malaysia.
Namun pada Minggu, 6 Maret 2005 dini hari, kapal perang Malaysia KD Kerambit sempat melintasi perairan Karang Unarang dan bergerak menjauh ke arah utara dengan dibuntuti KRI Rencong-622 sampai ke luar perairan Indonesia.
Keesokan harinya, 7 Maret 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjalin kontak langsung dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi. Kedua kepala pemerintahan itu membahas krisis perairan Ambalat yang berada di wilayah perbatasan. Hal ini disampaikan sebuah sumber dari Istana Kepresidenan kepada SCTV.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak menegaskan, pemerintah Malaysia tidak akan menarik pasukannya dari perairan Ambalat. Namun, untuk menyelesaikan krisis di wilayah yang berbatasan dengan Indonesia ini, Malaysia menyebut tak akan menggelar kekuatan angkatan bersenjata.
Sementara itu, Komisi I DPR RI menggelar rapat internal membahas sengketa Blok Ambalat. Komisi I mendukung penuh upaya pengiriman kekuatan militer sebagai bentuk keberadaan pemerintah di wilayah itu.
Meski begitu, komisi yang membawahi masalah pertahanan dan luar negeri ini meminta agar pemerintah tak mengabaikan upaya diplomasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Memanas di Ambalat
Suasana di perbatasan saat itu cukup panas. Kapal perang Indonesia dan Malaysia telah bersiaga di masing-masing wilayah. Indonesia saat itu terus meningkatkan pertahanan di wilayah tersebut.
Tiga kapal perang telah berjaga di wilayah Gugus Karang Unarang yakni KRI Nuku, KRI Tongkol, dan KRI Singa. Sedangkan KRI Rencong, KRI KS Tubun, KRI Wiratno, dan KRI Tedung Naga telah bersiaga di Pelabuhan Tarakan.
Selain di laut, TNI juga mengerahkan kekuatan udara. Empat pesawat tempur F-16 kini berada di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Malaysia mengklaim Karang Unarang masuk wilayahnya, termasuk Ambalat, berdasarkan peta yang dibuat sendiri pada 1979. Sebaliknya, pemerintah Indonesia mengklaim wilayah tersebut masuk kedaulatan Indonesia sejak masa penjajahan Belanda.
Berdasarkan hukum laut internasional, zona teritorial sebuah negara yang diakui adalah 12 mil dari lepas pantai. Jika Malaysia mengklaim perairan Ambalat sebagai miliknya, maka zona teritorial Malaysia adalah 70 mil dari garis pantai Pulau Sipadan dan Ligitan.
Indonesia memprotes klaim sepihak itu dengan memperketat keamanan di perairan Ambalat. Pemerintah Indonesia menempatkan sejumlah kapal perang. Mercusuar di Karang Unarang sendiri sengaja dibangun untuk memperkuat kedaulatan Indonesia di sekitar perbatasan itu.
Puncak ketegangan antara Indonesia-Malaysia terjadi karena insiden penyerempetan tersebut. Sebelum penyerempetan terjadi, KRI Tedong Naga berkali-kali memperingatkan Kapal Diraja Rencong agar segera meninggalkan wilayah perairan Karang Unarang.
Menurut Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Slamet Soebijanto, insiden tersebut dilakukan lantaran kapal Malaysia sudah berkali-kali melakukan manuver yang membahayakan pembangunan Mercusuar Karang Unarang.
Seperti diberitakan Liputan6.com dengan judul 'Kapal Diraja Malaysia Terserempet KRI' yang tayang pada 10 April 2005, disebutkan bahwa Kapal Diraja Rencong Malaysia itu kerap melaju kencang sehingga menimbulkan gelombang tinggi di sekitar lokasi pembangunan mercusuar.
Slamet Soebijanto saat itu mengatakan, bahwa ujung Kapal Diraja Rencong itu menyenggol badan KRI Tedong Naga. "Ujung kapal mereka (Malaysia) menyenggol badan kapal kita," kata Slamet di Jakarta, Minggu, 10 April 2005 pagi.
Kendati demikian, Slamet menambahkan, Indonesia tetap berupaya menghindari konflik bersenjata. Menurut Slamet, insiden ini terjadi di sekitar perairan Ambalat, Karang Unarang, Kalimantan Timur, Jumat. Akibat kejadian ini, lambung kanan KD Rencong rusak. Sedangkan KRI Tedong Naga hanya lecet di lambung kiri.
Â
Advertisement
Konflik Berlangsung hingga 2015
Konflik Ambalat ini terus terjadi. Bahkan hingga tahun 2015. Kapal perang milik Malaysia masih memasuki wilayah perairan Ambalat.
Panglima TNI Moeldoko saat itu menyayangkan sikap Malaysia yang masih melanggar perjanjian kesepakatan batas wilayah dua negara di Ambalat.
"Sebenarnya kita sudah bersepakat dengan panglima mereka ya, untuk masalah Ambalat supaya jangan terulang lagi. Kita harus saling menjaga saja," ujar Moeldoko sebelum mengikuti rapat paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Walau telah dilakukan upaya diplomasi yang menghasilkan beberapa kesepakatan, namun wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Ambalat kerap menjadi persoalan. Sepanjang 2015, terjadi 9 kasus masuknya kapal Malaysia ke wilayah Ambalat.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri pun telah berulang kali mengeluarkan nota protes kepada pemerintah Malaysia atas terjadinya hal tersebut.