Polisi: Debt Collector yang Adang Serda Nurhadi Ilegal

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus membongkar identitas para debt collector yang bersitegang dengan Anggota TNI, Serda Nurhadi di Jakarta Utara.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 10 Mei 2021, 22:46 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2021, 22:46 WIB
Anton Rudi Kelces
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus saat konferensi pers penangkapan drummer band J-Rocks Anton Rudi Kelces di Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (22/8/2020). Anton J-Rocks ditangkap atas kepemilikan ganja di kediamannya, Serpong. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus membongkar identitas para debt collector yang bersitegang dengan Anggota TNI, Serda Nurhadi di Jakarta Utara. Menurut hasil introgasi kepolisian, diketahui, sebagian dari mereka adalah mantan sekuriti.

"Dikarenakan pandemi Covid-19 para pelaku dinonaktifkan pekerjaannya (sekuruti). Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pelaku menyambi sebagai debt collector," kata Yusri di Polres Metro Jakarta Utara, Senin (10/5/2021).

Menurut Yusri, upah diterima mereka sebagai debt collector bervariasi. Mulai dari Rp Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta per orangnya. Parameter besar kecil upah diterima berdasarkan jenis kendaraan yang ditagihkan.

"Tergantung dari jenis kendaraannya," jelas dia.

Menurut Yusri, aksi para debt collector tersebut ilegal. Sebab, mereka tidak dibekali Sertifikat Profesi Penagihan Pembiayaan (SPPP). Bahkan Yusri mengatakan aksi mereka sebagai tindakan premanisme.

"Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum," tegas Yusri.

Diketahui, perekrutan debt collector preman tersebut dilakukan oleh PT ACKJ. Mereka mendapat surat kuasa penagihan kendaraan penunggak kredit dari PT Clipan Finance untuk melakukan penarikan mobil.

Namun menurut Yusri, mengerahkan sejumlah penagih yang tidak kredibel untuk melakukan pekerjaan tersebut adalah tidak sah di mata hukum dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Walaupun surat kuasa ada tapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi itu tidak boleh. Itu ilegal," Yusri memungkasi.

Dalam kasus ini 11 orang debt collector tersebut telah ditetapkan status tersangka oleh pihak berwajib. Sebelas tersangka tersebut adalah AKM, JAD, HHL, PA, GL, GYT, JT, AM, DS, HRL dan HEL.

Menurut keterangan Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Guruh Arif Darmawan, pasal disangkakan kepada mereka adalah 335 KUHP ayat 1, yakni perbuatan tidak menyenangkan dengan cara kekerasan atau Pasal 365 tentang pencurian dengan kekerasan juncto Pasal 53.

"Ancamannya sembilan tahun penjara dan saat ini mereka masih proses penyidikan di Polres Jakarta Utara," dia menandasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Serda Nurhadi Datang Menolong

Patut diketahui, keterlibatan Serda Nurhadi dalam kisruh bersama debt collector di Jakarta Utara hanya sebatas pihak melerai. Serda Nurhadi berprofesi sebagai seorang Babinsa di Ramil Semper Timur II/O5 Kodim Utara 0502. Dia mendapat laporan bahwa ada mobil yang dicegat saat hendak menuju ke rumah sakit.

"Sehingga anggota Babinsa tersebut berinisiatif untuk membantu (menolong) dan mengambil alih supir mobil untuk mengantar ke rumah sakit melalui jalan Tol Koja Barat. Namun dikerubuti oleh beberapa orang debt collector," tutur Kapendam Jaya Kolonel Arh Herwin BS dalam keterangan diterima, Minggu 9 Mei 2021.

Situasi yang memanas di lokasi akhirnya membawa Serda Nurhadi ke Polres Jakarta Utara. Saat dilakukan pemeriksaan, barulah diketahui bahwa mobil dengan nomor polisi B 2638 BZK adalah kendaraan telah bayar kredit milik warga Tanjung Priok bernama Naras.

"Serda Nurhadi tidak mengetahui terkait permasalahan angsuran mobil tersebut. Sebagai Babinsa hanya terpanggil untuk membantu warga yang sedang sakit untuk di bawa ke RS dan tidak mengetahui kondisi mobil tersebut bermasalah," Herwin memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya