Di Bawah Bimbingan BPBD, Warga Diimbau Mengenali Potensi Bencana di Lingkungan Terdekat

Pemerintah Provinsi Jabar pun sudah menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana sampai ke tingkat desa, agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya.

oleh stella maris diperbarui 10 Jun 2021, 16:14 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 16:14 WIB
Kabupaten Kuningan Petakan Daerah Rawan Pergerakan Tanah Hingga Banjir Bandang
Tim SAR Brimob Polda Jabar membantu mengeakuasi warga terdampak longsor pada februari lalu. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta Banjir, tanah longsor, gempa bumi, sampai tsunami merupakan jenis kebencanaan yang mungkin terjadi di mana saja, termasuk di Jawa Barat. Berkaitan dengan hal tersebut, warga di Jabar pun diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana yang mungkin terjadi. 

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar Dani Ramdan mengatakan, selain untuk mencegah terjadi bencana, kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana dapat meminimalisasi risiko korban meninggal dunia dan kerugian harta benda.

Pemerintah Provinsi Jabar pun sudah menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana sampai ke tingkat desa. Itu dilakukan agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya.

"Peta rawan bencana tingkat desa itu disusun bersama-sama dengan masyarakat. Karena masyarakat tahu ada potensi bencana apa saja. Lalu, digambar. Tentunya di bawah bimbingan petugas BPBD dan instansi lain yang punya pengalaman dalam menyusun peta rawan bencana," kata Dani dalam Podcast Juara.

Dani menuturkan, dalam penyusunan peta rawan bencana, pihaknya berkolaborasi dengan berbagai pihak. Mulai dari Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sampai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi terkait gunung berapi. BMKG menyangkut cuaca dan iklim. Itu biasanya kami menyusun bersama-sama di tingkat pusat dikoordinasikan dengan BNPB untuk peta rawan bencana tingkat nasional," ucapnya.

"Di tingkat provinsi, kami menyusun kajian risiko bencana dievaluasi setiap dua tahun sekali, diturunkan di tingkat kabupaten dengan skala peta yang lebih detil. Kalau di provinsi 1:100.000, di pusat 1: 500.000, kalau di tingkat kabupaten kota 1:25.000, di tingkat desa 1:5.000. Setiap rumah kelihatan," imbuhnya.

Masyarakat dapat mengakses informasi peta rawan bencana di lingkungannya melalu situs resmi BNPB, BPBD Provinsi, maupun BPBD Kabupaten/Kota. Selain itu, masyarakat dapat melihat peta rawan bencana di kantor desa masing-masing.

"BPBD kabupaten/kota sudah menyampaikan dokumen-dokumen (peta rawan bencana) tingkat kecamatan dan desa. Sebenarnya masyarakat bisa cek di kantor-kantor pemerintahan tingkat desa," ucap Dani.

Dani menyatakan, jika masyarakat sudah mengetahui potensi bencana di lingkungannya, mereka dapat membuat perencanaan, seperti menyusun jalur evakuasi, titik kumpul, dan tempat aman manakala bencana terjadi. Sehingga, masyarakat dapat terhindar dari bencana.

"Dengan peta rawan bencana itu, masyarakat dapat melakukan pengurangan risiko bencana, kenapa ada longsor ternyata banyak tebing, tebingnya gundul tidak ada tanaman, maka ditanami tanaman keras. Atau ada saluran air yang tidak terkelola, drainasenya itu harus dikelola," katanya.

Dani pun menjelaskan, 35% keselamatan masyarakat saat bencana terjadi ditentukan oleh kesiapsiagaan dan kemampuan diri sendiri. Kemudian, 32% keselamatan masyarakat ditentukan oleh keluarga. Anggota keluarga harus mengetahui apa yang mesti dilakukan saat bencana datang.

"Komunitas itu 28% keselamatan bencana. Kami, BPBD, Tim SAR, dan sebagainya, itu hanya 1,7%. Kami saat kebencanaan belum tentu ada petugas di lapangan. Sedangkan, penyelamatan golden time-nya itu 0-30 menit," ucapnya.

 

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya