Epidemiolog: Vaksinasi Berbayar Berpotensi Timbulkan Diskriminasi

Dicky mengatakan bahwa vaksin dalam situasi pandemi idealnya diberikan secara gratis kepada masyarakat. Bahkan belum ada negara yang membuat program vaksin Covid-19 berbayar.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2021, 19:32 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2021, 19:31 WIB
Anak Usia 12-17 Tahun Jalani Valsinasi di RPTRA Pulo Besar
Petugas menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada anak dalam program Vaksinasi Keliling di RPTRA Pulo Besar, Sunter Jaya, Jakarta, Selasa (12/7/2021). Kementerian Kesehatan mengalokasi 20 juta dosis vaksin Covid-19 untuk anak usia 12-17 tahun yang diberikan secara bertahap (merdeka.com/Iqbal S Nugroho

 

Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengkritik rencana pemerintah yang menyediakan vaksinasi gotong royong berbayar, meski saat ini dinyatakan ditunda.

Menurut dia, vaksinasi berbayar berpotensi menimbulkan vaksin palsu. "Kalau berbayar itu akan ada vaksin palsu lho potensinya dan penyalahgunaan," kata Dicky saat dihubungi Liputan6.com, Senin (12/7/2021).

Selain itu, dia menilai keberadaan vaksinasi berbayar bertentangan dengan regulasi dimana pemerintah menjanjikan bahwa vaksin Covid-19 gratis untuk masyarakat. Jika vaksinasi berbayar, nantinya tetap dilanjutkan, Dicky khawatir akan menimbulkan diskriminasi.

"Kalau berbayar itu selain bertentangan dengan amanah regulasi konstitusi kita, itu akhirnya tidak memberikan kekuatan dalam keberhasilan program vaksinasi itu sendiri. Jadi, akan menimbulkan masalah kesataraan itu, diskriminasi, belum dampak lainnya," jelasnya.

Dicky mengatakan bahwa vaksin dalam situasi pandemi idealnya diberikan secara gratis kepada masyarakat. Bahkan, kata dia, belum ada negara yang membuat program vaksin Covid-19 berbayar.

"Di dunia ini enggak ada vaksin yang berbayar. Ada juga dibayar, ada wacana itu dibayar, orang yang divaksin mau dibayar di negara maju. Ini karena begitu penting masalah vaksin ini," ujar Dicky.

Dia pun meminta pemerintah terbuka apabila anggaran tidak cukup untuk menggratiskan vaksin sehingga membuat program vaksinasi berbayar. Dicky menilai keterbukaan ini akan lebih baik dan bisa melahirkan solusi ataupun bantuan dari masyarakat.

"Kalau enggak punya uang, misalnya negara miskin, di Afrika kan enggak punya uang. Dia kan minta bantuan, hibah. Kita kan ada ni hibah, kalau masyarakat dilibatkan ya dibicarakan saja, kita ada DPR, ada jg perwakilan masyarakat dan intelektual," tutur Dicky.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Vaksin berbayar Gunakan Sinopharm

Sebelumnya, PT Kimia Farma Tbk menggelar vaksinasi gotong royong individu berbayar mulai Senin, 12 Juli 2021. Adapun vaksin Covid-19 yang akan dipakai dalam pelaksanaan vaksinasi individu ini adalah vaksin Sinopharm.

harga dari vaksinasi gotong royong berbayar di ini sebesar Rp321.660 per dosis dan harga layanan vaksinasi Rp 117.910 per dosis. Sehingga, total masyarakat harus membayar Rp 439.570 untuk satu kali suntikan vaksin.

Sementara itu, vaksinasi Covid-19 membutuhkan dua kali suntikan vaksin untuk membentuk kekebalan tubuh. Dengan begitu, masyarakat harus merogoh kocek Rp 879.140 untuk dua dosis vaksin Sinopharm.

Namun, Kimia Farma memutuskan untuk menunda layanan Vaksinasi Gotong Royong Individu atau vaksinasi berbayar. Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu atau vaksinasi berbayar serta pengaturan pendaftaran calon peserta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya