Liputan6.com, Jakarta - Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbudristek) bersama The SMERU Research Institute menyampaikan sejumlah hasil awal penelitian dari program Research on Improving System of Education (RISE).
Peneliti RISE Goldy Fariz Dharmawan mengungkapkan hasil penelitian RISE terkait dampak kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi di Kota Yogyakarta. Dia mengatakan, kebijakan sistem zonasi sekolah sukses memperbanyak anak dari keluarga miskin untuk mengakses sekolah negeri.
Baca Juga
"Kebijakan zonasi berhasil memasukkan lebih banyak anak dari keluarga ekonomi rendah ke sekolah negeri. Tapi, satuan pendidikan perlu didukung agar guru dapat mengajar siswa yang kemampuannya beragam," saran Goldy dalam keterangan tulis, Rabu (14/7/2021).
Advertisement
Goldy mengatakan, secara umum capaian angkatan zonasi lebih rendah dibandingkan pra-zonasi. Guru tidak terbiasa mengajar siswa yang kemampuannya beragam. Sekolah negeri menerima anak dengan nilai lebih rendah, tetapi bisa menahan penurunan capaian belajar.
Di sisi lain, sekolah swasta menerima anak dengan nilai lebih tinggi, tapi sulit mendorong peningkatan capaian belajar. Ia menyimpulkan, kebijakan zonasi menunjukkan adanya pertukaran antara kualitas pembelajaran dan kesetaraan akses pendidikan berkualitas.
Goldy juga menyebut bahwa sebaran sekolah negeri di Yogyakarta tidak merata. "Dari penelitian, ternyata hanya sebagian sekolah yang mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik siswa pasca kebijakan zonasi," tutur Goldy.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Respons Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta, Budi S Asrori, mengatakan bahwa pihaknya tetap berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan anak-anak agar dapat sekolah di tempat yang lebih dekat rumah, dan mengakomodasi anak-anak berprestasi untuk sekolah di tempat yang diinginkan.
"Kami berupaya agar PPDB mendorong prestasi siswa," ungkap Budi.
Dia menyampaikan, daya tampung SMP di Yogyakarta sangat mencukupi, yaitu sembilan ribu kursi jenjang SMP, di mana total lulusan SD Negeri dan Swasta kurang lebih 7.500 siswa.
"Tapi, kapasitas SMP Negeri tidak bisa lebih dari 47 persen. Jadi, bagaimanapun, tidak semua anak bisa ditampung di sekolah negeri. Namun, kami terus berusaha menjaga kualitas sekolah swasta," ucap Budi.
Budi menjelaskan dampak PPDB yang dilaksanakan sejak 2018 hingga saat ini, ada penurunan capaian nilai siswa akibat pandemi. Ia juga mengakui, tidak semua materi pelajaran dapat diajarkan secara jarak jauh. Pihaknya menemukan maksimal hanya 70 persen materi yang dapat disampaikan.
"Dalam PJJ, ada penurunan capaian nilai sekalipun kurikulum yang diajarkan adalah kurikulum disederhanakan. Daya serap anak-anak menurun, untuk SMP hanya 47,11 persen dan SD hanya 42 persen," ungkap Budi.
Sebagai informasi, sejak Agustus 2018, RISE melakukan studi bersama Pemerintah Kota Yogyakarta yang melibatkan 46 sekolah menengah pertama (SMP) negeri dan swasta, dengan tujuan mengetahui dampak PPDB Zonasi terhadap karakteristik peserta didik yang diterima di sekolah serta pembelajaran di kelas. Kebijakan zonasi di Yogyakarta menerima siswa yang tinggal dekat SMP Negeri di Kota Yogyakarta.
Advertisement