Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor), Rabu (4/8/2021).
Sidang kedua dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Enny Nurbaningsih sebagai Anggota Panel.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, mk.ri, dalam sidang perkara yang teregistrasi dengan Nomor 29/PUU-XIX/2021 ini, Mariawastu Pinandito selaku salah satu kuasa hukum menyampaikan beberapa poin perbaikan.
Advertisement
Pada permohonan yang diajukan oleh mantan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Patrice Rio Capella ini, pihaknya telah memperkuat kedudukan hukum dengan menguraikan kerugian konstitusional dengan detail.
Selain itu, pihaknya pun telah menjabarkan 5 syarat kerugian konstitusional yang dialami Pemohon sebagaimana ketentuan dalam hukum acara MK. Berikutnya, Pemohon juga telah memfokuskan pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagai norma yang melandasi pengujian terutama atas dalil kepastian hukum yang adil.
"Dan kami telah menambahkan pula pendapat hukum ahli tentang unsur tindak pidana karena ‘pikiran orang’ yang pernah terjadi di beberapa perkara," jelas Mariawastu.
Pada sidang pendahuluan, Pemohon menyatakan bahwa Pasal 11 UU Tipikor merupakan suatu ketentuan yang ambigu, cenderung bersifat subjektif, dan bertentangan dengan sifat-sifat dasar dalam hukum pidana. Dalam kasus konkret yang dialami Pemohon, pada 2015 silam ia pernah diadili atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi.
Saat menjabat sebagai Anggota DPR RI, ia dianggap telah menerima hadiah atau janji uang tunai senilai Rp 200 juta. Pasalnya, hadiah tersebut diberikan Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti kepada Pemohon sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu penyatukan kembali atau islah antara Gatot Pujo Nugroho dengan Tengku Ery Nurasi.
Perlu diketahui, pada saat hadiah tersebut diberikan Pemohon memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap mitra kerja seperti Kejaksaan Agung RI dan sebagai Sekretaris Jenderal Partai Nasdem dirinya berperan untuk dapat memudahkan pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah, tunggakan Dana Bagi Hasil, dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMN pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung RI.
Sehingga atas temuan ini, dirinya dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam perkara Nomor 144/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst dengan pertimbangan telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi berdasarkan pikiran Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bertentangan dengan UUD 1945
Menurut Pemohon, seseorang tidak boleh dihukum atas apa yang ia pikirkan, apalagi dihukum atas pikiran yang asalnya dari orang lain.
Dengan demikian, Pemohon memohonkan dalam Petitum agar Mahkamah menyatakan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana khususnya frasa 'yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya' bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Advertisement