Mural Dilarang dan Kekhawatiran Seniman Kala Kekuasaan Mendikte Seni

Pelaku Seni Irwan Ahmett mengkhawatirkan keterbelahan definisi seni di alam pikiran publik. Hal ini menyusul rencana Polda Metro Jaya yang bakal menggandeng sejumlah seniman untuk berkolaborasi.

oleh Yopi Makdori diperbarui 25 Agu 2021, 09:32 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2021, 09:32 WIB
Kontroversi Seni Mural
Mural yang bertuliskan “Kami Lapar Tuhan” di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (24/8/2021). Banyak beberapa tempat mural yang menyuarakan kebebasan berpendapat saat ini menjadi viral lantaran dihapus oleh petugas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pelaku Seni Irwan Ahmett mengkhawatirkan keterbelahan definisi seni di alam pikiran publik. Hal ini menyusul rencana Polda Metro Jaya yang bakal menggandeng sejumlah seniman untuk berkolaborasi. Irwan khawatir bahwa pemerintah bakal mendikte pandangan publik soal definisi seni yang baik dan buruk menurut versi mereka.

“Melihat dari realita itu, saya hanya ingin meng-highlight bahwa kedepannya dalam kondisi carut marut ini akan ada dua definisi seni. Definisi seni yang dianggap baik dan seni yang dianggap buruk tapi bukan berdasarkan penilaian estetik, melainkan berdasarkan parameter satu kelompok kekuasaan,” ujar Irwan dalam sebuah diskusi, Selasa, 24 Agustus 2021.

Menurutnya hal itu patut diwaspadai bakal tumbuh di rezim saat ini.

“Walaupun sekarang kita rasakan, bahwa adanya tren tekanan semakin menyempitnya ruang imajinasi, bukan ruangnya saja yang terimpit, tapi imajinasinya juga terimpit. Kita perlu bertahan buat hidup,” katanya.

Untuk itu Irwan menyarankan agar ke depannya komunitas seni harus membangun jejaring. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan pelatihan, termasuk dalam hal hukum. Menurutnya para pelaku seni penting untuk mendapatkan perlindungan di bawah naungan hukum.

“Mumpung ada LBH di sini, saya pikir ini penting bagaimana seniman mendapatkan proteksi under the law,” tandasnya.

 

Biasa dan Tak Biasa

Mural Jokowi 404: Not Found
Mural Jokowi 404: Not Found di Tangerang sudah dihapus. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Sementara itu, Budiman Setiawan atau akrab disapa Budi Cole, seorang pegiat karya seni grafiti, mengatakan bahwa penghapusan terhadap karya seni seperti mural ataupun grafiti merupakan hal yang biasa. Menjadi luar biasa lantaran aparat keamanan berusaha menguber pembuatnya.

“Yang menjadi tidak bisa ketika yang membuat ini diburu oleh pihak berwajib. Terus ada beberapa komentar oleh staf khusus yang secara psikis menyerang teman-teman yang suka berkarya di jalan,” kata Budi dalam acara yang sama.

Budi merasa janggal mengapa pihak berwajib baru mempermasalahkan mural tersebut. Padahal sebagai seseorang yang mengaku mengenal pembuatnya, Budi mengungkapkan bahwa mural dimaksud sudah ada sejak Januari 2021 lalu.

Menurut Budi, karya seni mural itu menyeruak ke permukaan lantaran respons dari sang seniman melihat keadaan saat ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya