KPK Kembali Digugat Praperadilan Terkait Korupsi Helikopter AW-101

Gugatan terkait korupsi helikopter AW-101 terhadap KPK ini dilayangkan Jhon Irfan Kenway ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 08 Feb 2022, 14:45 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2022, 14:45 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digugat di praperadilan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 oleh TNI AU.

Gugatan terkait korupsi helikopter AW-101 ini dilayangkan Jhon Irfan Kenway ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

"Klasifikasi perkara, sah atau tidaknya penetapan tersangka," tulis sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jaksel dikutip pada Selasa (8/2/2022).

Ini bukan kali pertama Jhon Irfan mengajukan gugatan praperadilan. Pada 10 November 2021, Jhon Irfan juga menggugat KPK dan TNI atas kasus ini. Kini Jhon kembali menggugat KPK. Gugatan dia layangkan pada 2 Februari 2022.

Gugatan kedua Jhon Irfan ini teregistrasi dengan nomor surat: 10/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.

Pada gugatannya, Jhon meminta KPK mencabut surat pemblokiran aset milik Jhon Irfan dan ibu kandungnya. Tercatat ada 16 aset yang diminta Jhon untuk dicabut surat pemblokirannya.

Selain itu, Jhon Irfan meminta hakim membatalkan pemblokiran uang negara sebesar Rp139,43 miliar. Uang itu ada di rekening PT Diratama Jaya Mandiri.

"Memerintahkan termohon untuk mencabut pemblokiran uang negara sebesar 139,43 miliar pada rekening ascroo acount PT. Diratama Jaya Mandiri untuk dan tetap dikuasai oleh pemegang kas TNI Angkatan Udara," demikian tulis isi gugatan.

 

TNI Hentikan Penyelidikan

Sebelumnya, KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 oleh TNI AU. Pada kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.

PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.

Pada kasus ini Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinisial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.

KPK dan TNI juga menyita uang sebesar Rp 7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp 139 miliar.

Namun belakangan, TNI menghentikan penyidikan terhadap mereka. TNI beralasan tak memiliki bukti yang cukup untuk melanjutkan penyidikan kasus tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya