MUI Sebut Ibadah Haji Lewat Metaverse Tak Penuhi Syarat Beribadah

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, manasik haji dan umrah tidak bisa dilaksanakan dalam hati, dalam angan-angan, atau secara virtual.

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Feb 2022, 08:30 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2022, 12:57 WIB
ibadah haji di tengah pandemi COVID-19
Sejumlah jemaah saling jaga jarak saat melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah di dalam Masjidil Haram saat melakukan rangkaian ibadah haji di Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, Rabu (29/7/2020). Karena pandemi virus corona COVID-19, pemerintah Arab Saudi hanya membolehkan sekitar 10.000 orang. (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan, menjalankan ibadah Haji melalui dunia virtual reality atau Metaverse tidak memenuhi syarat sahnya beribadah. Hal ini merespons rencana Arab Saudi untuk membuat ibadah Haji dapat dilakukan di Metaverse.

"Pelaksanaan ibadah Haji dengan mengunjungi Ka'bah secara virtual tidaklah cukup, dan tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah Haji itu merupakan ibadah mahdlah, dan bersifat tauqify. Tata caranya pelaksanaannya sudah ditentukan. Ada beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik," ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 9 September 2022.

Dia menjelaskan, Haji merupakan ibadah mahdlah yang bersifat dogmatik. Di mana tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

"Aktivitas manasik Haji itu pelaksanaannya juga terkait dengan tempat tertentu, misalnya Thawaf. Tata caranya dengan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari sudut Hajar Aswad, secara fisik, dengan Ka'bah berada di posisi kiri," jelas dia.

Dia menegaskan, manasik haji dan tmrah tidak bisa dilaksanakan dalam hati, dalam angan-angan, atau secara virtual. Apalagi dilaksanakan dengan cara mengelilingi gambar Ka'bah, atau replika Ka'bah.

Namun begitu, Asrorun Niam memandang bahwa platform untuk kunjungan Ka'bah secara virtual melalui Metaverse bisa bermanfaat untuk mengenali lokasi yang akan dijadikan tempat pelaksanaan ibadah. Ini sangat bermanfaat bagi persiapan pelaksanaan ibadah para calon jemaah Haji.

Tak semua aktivitas ibadah bisa digantikan teknologi

"Kunjungan virtual bisa dilakukan untuk mengenalkan sekaligus juga untuk persiapan pelaksanaan ibadah, atau biasa disebut sebagai latihan Manasik Haji/Umrah, sebagaimana latihan Manasik di Asrama Haji Pondok Gede (Bekasi) atau tempat lainnya," jelas dia.

Kunjungan ke Ka'bah secara virtual bisa dioptimalkan, lanjut dia untuk mengeksplorasi dan mengenali lebih dekat, dengan lima dimensi bentuk Ka'bah agar calon jemaah haji maupun publik mendapatkan pengetahuan yang utuh dan memadai sebelum pelaksanaan ibadah Haji.

"Ini bagian dari inovasi teknologi yang perlu disikapi secara proporsional. Teknologi yang mendorong permudahan, tapi pada saat yang sama harus paham, tidak semua aktivitas ibadah bisa digantikan dengan teknologi," pungkasnya.

 

Rencana Arab Saudi Ciptakan Ibadah Haji di Metaverse Picu Kontroversi

Rencana Arab Saudi untuk membuat ibadaha Haji dapat dilakukan di metaverse memicu kontroversi. Banyak pihak menyebut itu tidak akan dianggap sebagai "haji yang sebenarnya".

Suara penolakan juga disampaikan pihak Kepresidenan Urusan Agama Turki (Diyanet).

Diskusi dimulai ketika Arab Saudi membawa situs paling suci umat Islam ke zaman metaverse dengan inisiatif baru pada Desember 2021, seperti dikutip dari laman hurriyetdailynews, Selasa (8/2/2022).

Dengan metaverse, umat muslim disebut memungkinkan untuk melihatnya secara virtual. Melihat kota Mekah dari rumah mereka.

Metaverse menyebutnya "Virtual Black Stone Initiative" di mana pengguna dapat melihat Hajr Aswad secara virtual.

"Inisiatif ini memungkinkan umat Islam untuk melihat Hajr Aswad secara virtual sebelum ziarah ke Mekah," kata pejabat Arab Saudi dalam sebuah pernyataan saat mengumumkan inisiatif tersebut.

Namun, inisiatif tersebut menimbulkan kontroversi di antara beberapa Muslim di seluruh dunia yang mempertanyakan di media sosial apakah "haji di metaverse" dapat dianggap sebagai "ibadah yang nyata."

Di antara mereka ada Muslim di Turki yang menanyakan pertanyaan yang sama kepada Diyanet.

"Haji di metaverse ini tidak dapat terjadi," kata Remzi Bircan, direktur Departemen Layanan Haji dan Umrah Diyanet.

"Orang-orang beriman dapat mengunjungi Ka'bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai calon haji yang nyata," katanya dan menambahkan: "Kaki orang harus menyentuh tanah suci."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya