Harga Pangan Naik Jelang Ramadan, PKS Desak Pemerintah Bikin Aturan HET Ketat

Politisi PKS ini menambahkan, solusi jangka pendek selain operasi pasar, pemerintah perlu membuat aturan harga eceran tertinggi (HET) yang ketat, yang merupakan subsidi harga untuk masyarakat tertentu dengan kemampuan daya beli rendah.

oleh Yopi Makdori diperbarui 07 Mar 2022, 10:57 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2022, 10:43 WIB
FOTO: Sembako Bakal Kena Pajak
Pedagang beras menunggu pembeli di Pasar Tebet Timur, Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah harga bahan kebutuhan pokok menjelang bulan Ramadan mengalami kenaikan. Anggota DPR RI Komisi IV, Andi Akmal Pasluddin, meminta pemerintah segera bertindak.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ini menyarankan agar pemerintah segera membuat rekomendasi penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang menyangkut masalah itu.

"Menjelang Puasa dan Lebaran, solusi jangka pendek sangat penting segera diberikan agar pangan kita tetap terjangkau dan yang paling penting ada stoknya," ungkap Akmal dalam keterangannya, Senin (7/3/2022).

Akmal menambahkan, solusi jangka pendek selain operasi pasar, pemerintah perlu membuat aturan harga eceran tertinggi (HET) yang ketat. HET tersebut nantinya merupakan subsidi harga untuk masyarakat tertentu dengan kemampuan daya beli rendah.

Pemerintah, imbuhnya, mesti mendengar aspirasi dari para peternak, petani, petambak budidaya ikan dan para pedagang agar kebijakan intervensi dapat tepat dan jitu untuk mengendalikan harga pangan.

"Saya sudah menyampaikan di berbagai kesempatan rapat kerja, rapat dengar pendapat, di media baik lisan maupun tertulis, dari sejak tahun 2014, silih berganti presiden RI, tetap saja persoalan pangan ini tidak sesuai harapan masyarakat banyak," ucapnya.

"Bahkan tahun 2022 ini, kondisinya makin memburuk di mana antrean banyak terjadi di mana-mana untuk mendapat seliter atau dua liter minyak goreng," tambah Akmal.

Legislator asal Sulawesi Selatan II ini menjelaskan, komoditas pangan strategis yang permintaannya terus meningkat setiap tahun menunjukkan bahwa komoditas pangan ini merupakan kebutuhan hajat hidup orang banyak.

"Masyarakat mayoritas Indonesia yang menggantungkan hajat hidupnya, seharusnya negara turut hadir sesuai amanat UUD 1945," katanya.

UUD 45 Pasal 33

FOTO: Jelang Nataru, Harga Pangan Merangkak Naik
Pedagang menata cabai saat menunggu pembeli di kiosnya di Pasar Mede, Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Akmal mengutip Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), yang menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Demikian pula bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

"Artinya persoalan pangan strategis ini tidak kalah penting dan mendesaknya dengan persoalan Minyak dan Gas Bumi. Maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat," tutur Akmal.

Solusi Jangka Panjang

gula-pasir
Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pria kelahiran Bone ini meminta solusi jangka panjang berkaitan dengan pangan ini dengan memberikan kepastian akan keseimbangan pertumbuhan produksi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi secara nasional.

"Semua Komoditas pangan strategis mesti menjadi perhatian seperti Beras, Kedelai, jagung, gula, Minyak Goreng, Daging, Cabai, Bawang, dan Daging Ayam," kata Akmal.

Kebijakan Pemerintah, kata Akmal, memperketat impor dan peningkatan jumlah produksi yang menyeimbangkan antara permintaan dan ketersediaan juga mesti diperkuat.

"Jangan sampai kemalasan negara ini menjadikan rakyat negara kita kurang kreatif untuk memproduksi kebutuhan sendiri, padahal alamnya sangat mendukung. Ini semua tanggung jawab pemerintah dan bekerjasama dengan seluruh rakyat indonesia untuk menyelesaikan persoalan pangan dalam negeri," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya