Liputan6.com, Jakarta Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan daerah Sulawesi Barat tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami.
Untuk itu direkomendasikan agar ditingkatkan kegiatan mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami melalui mitigasi struktural dan mitigasi non struktural.
Baca Juga
Menurut Kepala Badan Geologi KESDM Eko Budi Lelono, kejadian gempa bumi magnitudo (M5,8) pada kedalaman 10 km kemarin (Rabu, 08/06/2022) berdampak merusak di Kota Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, diperkirakan berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) dalam dimensi kecil, seperti retakan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi.
Advertisement
"Apabila terdapat retakan tanah pada bagian atas perbukitan akibat guncangan gempa bumi, agar waspada terhadap kemungkinan terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi dan curah hujan tinggi," ujar Eko dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Kamis, 9 Juni 2022.
Eko mengatakan bagi masyarakat yang rumahnya mengalami kerusakan agar mengungsi ke tempat aman sesuai dengan arahan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.
Masyarakat juga diminta agar tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan, yang diperkirakan kekuatannya lebih kecil.
"Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami," kata Eko.
Eko menjelaskan sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi tinggi dan menengah.
Namun kejadian gempa bumi ini tidak menimbulkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut.
"Karena tidak mengakibatkan terjadinya deformasi dasar laut yang dapat memicu terjadinya tsunami. Menurut data Badan Geologi daerah pantai Sulawesi Barat tergolong rawan terhadap bencana tsunami, dengan potensi tinggi tsunami di garis pantai berkisar mencapai 3,85 m," ungkap Eko.
Eko menambahkan menurut informasi dari Kesbangpol Provinsi Sulawesi Barat, guncangan gempa bumi terasa kuat.
Akibatnya, terjadi bencana berupa kerusakan gedung PKK yang terletak di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Barat.
"Guncangan gempa bumi di Kota Mamuju terasa pada skala intensitas IV-V MMI (Modified Mercally Intensity) dan di Majene terasa pada skala IV MMI," tukas Eko.
Â
Â
Didominasi oleh Struktur Geologi Berupa Jalur Lipatan dan Sesar Naik
Berdasarkan lokasi pusat gempa bumi, kedalaman, dan data mekanisme sumber (focal mechanism) dari BMKG dan GFZ Jerman, maka kejadian gempa bumi tersebut berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif, mekanisme sesar mendatar dengan komponen naik.
Otoritas itu menyebut daerah Sulawesi Barat secara umum didominasi oleh struktur geologi berupa jalur lipatan dan sesar naik (fold thrust belt) berarah relatif utara – selatan.
"Sesar naik ini tergolong sudut landai dan blok bagian timur relatif bergerak naik terhadap blok bagian barat bidang sesar," ungkap Eko.
Eko menerangkan jalur sesar naik ini berasosiasi dengan lipatan yang banyak terdapat di bagian barat Provinsi Sulawesi Barat. Jalur sesar naik ini diperkirakan menerus ke arah darat.
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lokasi pusat gempa bumi terletak di Selat Makassar pada koordinat 2,74°LS dan 118,54°BT.
Gempa bumi terjadi pada hari Rabu, tanggal 8 Juni 2022, pukul 12.32 WIB dengan magnitudo (M5,8) pada kedalaman 10 km, berjarak sekitar 44,1 km barat - barat daya Kota Mamuju, ibu kota Provinsi Sulawesi Barat.
Menurut data badan geologi Amerika Serikat, The United States Geological Survey (USGS), lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 118,537 BT dan 2,78 LS dengan magnitudo (M5,8) pada kedalaman 23,6 km.
Sedangkan catatan dari badan geologi Jerman, GeoForschungsZentrum (GFZ), lokasi pusat gempa bumi berada pada koordinat 118,58 BT dan 2,81 LS, dengan magnitudo (M5,9) pada kedalaman 35 km.
Advertisement
Pemprov Sulbar Pastikan Kebutuhan Pengungsi Gempa Mamuju Terpenuhi
Ribuan warga Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) mengungsi pascagempa magnitudo 5,8 mengguncang pada Rabu (8/6/2022) pukul 13.32 Wita. Banyak warga hanya membawa terpal seadanya sebagai bahan perlindungan mereka saat mengungsi, sehingga membutuhkan bantuan tenda.
Menaggapi hal itu, Pemprov Sulbar melakukan rapat koordinasi bersama Pemkab Mamuju dan unsur Forkopimda, Rabu (8/6/2022) malam. Mereka membahas tindak lanjut penanganan pengungsi yang tersebar di beberapa titik.
"Langkah cepat yang dilakukan Pemkab bersama Forkopimda Sulbar mendirikan posko pengungsian di sejumlah titik sudah sangat baik. Namun, masih membutuhkan tindak lanjut, termasuk makanan dan sebagainya," kata Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik.
Akmal menambahkan, pemerintah harus mengantisipasi kemungkinan adanya gempa susulan, sehingga perlu edukasi bagi warga terkait apa yang harus mereka lakukan nantinya. Apalagi Sulbar masuk dalam peta wilayah rawan bencana.
"Yang perlu sekarang makanan siap saji. Tolong tenda-tenda kita sudah ready, saya minta alokasikan anggarannya penuhi kebutuhan warga, kita tidak bisa deteksi kapan bencana datang," ujar Akmal.
Sekprov Sulbar, Muhammad Idris menegaskan, saat ini provinsi ke-33 itu sudah masuh tahapan tanggap darurat. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman yang dimiliki pemetaan dan tempat pengungsian adalah hal yang sangat dibutuhkan.
"Perlu juga melakukan mapping di sejumlah kecamatan. Perlakukan lokasi pengungsian di Stadion, Jalur II harus sama yang dirasakan seperti di Kecamatan Tapalang," tegas Idris.
Sedangkan, Kapolda Sulbar, Irjen Pol Verdianto Iskandar Bitticaca mengatakan, pihaknya sudah mendirikan posko bencana di tiga titik berserta dapur umum. Dia mengungkapkan sebanyak 11 ribu warga menempati tiga titik pengungsian itu.
"Di Jalur II sekira 500 orang, Stadion Manakarra 11 ribu orang, dan Posko Lapangan Ahmad Kirang 105 orang," beber Verdianto.