Pengacara Keluarga Brigadir Yoshua Ingin Kapolda Metro Dinonaktifkan Jika Ada Upaya Mengalangi

Pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Kamarudin Simanjuntak mengatakan, jika pengusutan kasus kematian ada yang menghalangi. Maka dirinya akan mendorong Kapolri melakukan penonaktifan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 21 Jul 2022, 14:43 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2022, 14:43 WIB
FOTO: Kapolda Metro Jaya Beberkan Kasus Mafia Tanah
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Fadil Imran (tengah) bersama Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto (kanan) menyampaikan keterangan saat rilis kasus mafia tanah di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/7/2022). Polisi berhasil menangkap enam pejabat BPN di beberapa wilayah terkait kasus mafia tanah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara keluarga almarhum Brigadir Yoshua alias Nofriansyah Yosua Hutabar, Kamarudin Simanjuntak mengatakan, jika pengusutan kasus kematian kliennya jalan di tempat alias mandek karena ada yang menghalangi, maka dirinya akan mendorong Kapolri melakukan penonaktifan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.

Adapun terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua pada Jumat, 8 Juli 2022 di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Istri Kadiv Propam disebut mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Yoshua. Dalam kejadian tersebut, Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.

Saat ini Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah menonaktifkan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.

"Kalau nanti kami melihat upaya menghalang-halangi penyidikan maka tidak tertutup kemungkinan begitu (penonaktifan). Artinya, kita melihat perkembangan," Kamarudin kepada awak media, Kamis (21/7/2022).

Soal pengusutan kasus terkait yang saat ini ditangani oleh pihak Polda Metro Jaya, Kamarudin masih optimis jika Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dapat mengusutnya dengan transparan, akuntabel dan independen.

"Kalau tidak ada hal itu, menghalang-halangi untuk mengungkap perkara ini, ya kita apresiasi," jelas dia.

Karena itu Kamaruddin menegaskan, jangan ada seorang pun yang coba menghalangi terungkapnya kebenaran dari insiden berdarah di rumah Ferdy Sambo. Menurut dia, siapa pun yang menghalangi akan dilakukan segala upaya untuk melawan hal itu.

"Kalau ada siapa pun yang tidak mempermudah pengungkapan perkara ini, kami akan melakukan segala upaya!," tegasnya.

Meski begitu, Kamarudin sempat menyayangkan adanya aksi pertemuan antara Fadil Imran dan Sambo beberapa waktu lalu sebelum kasus ini dilimpahkan dari Polres Jakarta Selatan ke Polda Metro Jaya. Menurut Kamarudin hal itu seharusnya tidak diperlihatkan kepada publik karena ada nyawa yang hilang, meski pertemuan itu diyakini dalam konteks pertemuan sahabat yang berempati.

"Itu hal tidak lazim, sedangkan di sisi lain ada peristiwa pembunuhan di rumahnya, apakah itu karena persahabatan atau apa itu tidak patut dipertontonkan kepada publik," jelas dia.

 

Kamarudin Simanjuntak, Pengacara Keluarga Almarhum Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, menemukan bukti baru terkait dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan kliennya.
Kamarudin Simanjuntak, Pengacara Keluarga Almarhum Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, menemukan bukti baru terkait dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan kliennya.

Pengacara Sebut Ada Dugaan Penyiksaan ke Brigadir Yoshua

Pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak menyebut dugaan penyiksaan terhadap almarhum, seperti kuku sudah dicabut, jari patah, dan luka sayatan yang diduga berasal dari senjata tajam.

Sehingga Kamaruddin mengatakan, telah terjadi dugaan penyiksaan terhadap Brigadir Yoshua sebelum dia meninggal. Sehingga hal ini harus dibongkar oleh pihak kepolisian.

"Sampai jarinya patah semua ini sehingga tidak lagi, kenapa tidak copot hanya karena kulitnya saja, dia sudah remuk hancur. Kemudian kukunya dicabut, nah kita perkirakan dia masih hidup waktu dicabut, jadi ada penyiksaan. Nah, oleh karena itu ini ada di bagian kaki ada luka sayatan," tutur Kamarudin kepada wartawan, Kamis (21/7/2022).

Kamaruddin mengungkapkan, pelaku yang diduga telah meyiksa Brigadir Yoshua adalah psikopat. Sebab ditemukan berbagai bentuk kekerasan terhadap jenzah Brigadir Yoshua.

"Oleh karena itu saya sangat yakin betul bahwa ini adalah ulah psikopat atau penyiksaan. Oleh karena itu kita menolak cara-cara seperti ini di negara Pancasila,' tegasnya.

Menurut Kamarudin, masih sangat banyak polisi baik di negeri ini. Jangan sampai karena segelintir anggota yang diduga bermasalah, membuat rusak nama baik perwira lainnya.

"Jadi kita beri lah kesempatan kepada penyidik supaya penyidik menyidik dengan baik dan dalam pemeriksaan saya juga lihat sudah melibatkan Brimob ya, unsur Brimob menggunakan senjata laras panjang yang memakai baju yang loreng-loreng. Artinya ada peningkatan pengamanan yang luar biasa walaupun mereka polisi supaya tidak ada yang mengganggu kinerja mereka," jelas dia.

 

Komnas HAM Akan Uji Hasil Autopsi Brigadir Yoshua yang Dilakukan Polisi

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengaku, pihaknya akan melakukan pengujian terhadap hasil autopsi yang telah dilakukan kepolisian, terhadap jasad Brigadir Yoshua.

Belakangan kematian Brigadir Yoshua disorot, lantaran banyak kejanggalan terhadap jasadnya. Seperti diduga adanya luka bekas sayatan senjata tajam, kemudian jari yang rusak dan patah.

"Baru itu jadi bekal mengukur bagaimana kerja teman-teman di kepolisian, khususnya di Dokkes yang melakukan autopsi," kata Anam kepada wartawan, dikutip Kamis (21/7/2022).

Menurut Anam, pengujian tersebut dipilih sebagai langkah untuk memastikan tolak ukur kebenaran hasil yang telah didapat pihak kepolisian. Sebab pihak kepolisian sudah sedari awal melakukan tindakan forensik tersebut kepada Brigadir Yoshua.

"Apakah prosedurnya benar, apakah yang terlihat dari berbagai dokumen itu benar? Apakah lukanya juga benar? Apakah fisik utuhnya dan lain sebagainya. Dari situ lah kita akan ngomong," katanya.

Anam mengungkapkan, berkaca dari pengalaman kasus-kasus sebelumnya. Tidak semua kasus pembunuhan selalu berujung untuk dilakukan autopsi ulang. Lantaran, Komnas HAM telah punya berbagai metode untuk membuka kasus secara terang benderang.

"Komnas HAM pernah punya pengalaman meminta autopsi, Komnas HAM juga pernah mengatakan enggak perlu autopsi. Langkah pertama saja belum kita lakukan (pengujian keterangan). Kok langsung menyimpulkan?" tutur dia.

 

Infografis Dugaan Pembunuhan Berencana di Balik Kematian Brigadir Yoshua. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dugaan Pembunuhan Berencana di Balik Kematian Brigadir Yoshua. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya