Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa meninggalnya Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat menyedot perhatian masyarakat luas. Pasalnya, diduga ada kejanggalan dalam kasus yang diumumkan tiga hari setelah peristiwa terjadi.
Meski demikian, pengamat intelejen Ngasiman Djoyonegoro mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang bekerja cepat membentuk tim khusus.
"Komitmen Kapolri terlihat jelas dengan diawali pembentukan Tim Khusus (Timsus) yang bertugas untuk melaksanakan penyidikan independen. Termasuk, berkoordinasi dengan stakeholders lain seperti Komnas HAM dan Kompolnas serta membuka keterlibatan publik," ujar dia dalam keterangannya, Kamis (4/8/2022).
Advertisement
Menurut Simon, panggilan akrab Ngasiman Djoyonegoro, setidaknya ada empat langkah strategis yang telah diambil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Baca Juga
Pertama, Kapolri tegas menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dari Karopaminal Divpropam Polri, dan Budhi Herdi Susianto dari Kapolres Jaksel.
Temasuk memutasi 25 Anggota Polri lainnya yang dianggap menghambat penyidikan. 25 Anggota Polri itu terdiri dari tiga jenderal polisi bintang satu, lima orang Kombes, tiga orang AKBP, dua orang Kompol, tujuh orang Pama, lima orang dari bintara dan tamtama.
"(Penonaktifan) ini meminimalisir konflik kepentingan dalam penanganan perkara kriminal harus diutamakan untuk menjamin independensi dalam penyidikan," kata Simon.
Kedua, Kapolri mengizinkan untuk mengautopsi ulang jenazah Brigadir J di Jambi pada Rabu, 27 Juli 2022 untuk mengetahui lebih jelas penyebab kematian almarhum. Dari autopsi ulang itu, terungkap korban mengalami kematian yang diakibatkan oleh luka tembakan dan luka lainnya.
"Adanya kejelasan ini dapat memandu pada proses penyidikan yang lebih objektif," kata dia.
Ketiga, menyampaikan informasi perkembangan terkini penanganan penyidikan kasus kematian Brigadir J kepada publik. Hal menandakan transparansi tidak hanya terkait dengan kelembagaan Polri, tetapi juga terkait dengan kinerja penyidikan yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap anggota Polri lainnya.
Keempat, Kapolri selalu menyampaikan bahwa pembuktian yang dilakukan untuk mencari kebenaran materiil atas suatu tindak pidana haruslah berdasar pada scientific Crime Investigation atau penyidikan berbasis ilmiah sebagai upaya penguatan alat bukti dalam penanganan perkara pidana.
"Termasuk dalam kasus meninggalnya Brigadir J," kata dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Akselarasi Kinerja Polri
Empat langkah strategis Kapolri ini setidaknya mengakselerasi kinerja Polri sehingga mampu menemukan tersangka Bharada E serta melanjutkan pemeriksaan lanjutan terhadap Ferdy Sambo. Kemajuan-kemajuan dalam pemeriksaan ini sulit tercapai tanpa langkah strategis yang diambil oleh Kapolri.
"Keempat langkah di atas, bagi saya jelas bahwa Kapolri ingin menunjukkan konsistensi kerja dengan penegakan prinsip-prinsip yang diatur dalam undang-undang. Termasuk dalam keterangan pers terakhir Kapolri menyatakan sudah memeriksa 25 anggota," kata Simon.
"Komitmen seperti inilah yang dibutuhkan untuk membangun stabilitas keamanan di masa yang akan datang. Kita optimis, sikap yang diambil oleh Kapolri dapat meningkatkan integritas dan independensi institusi," Simon menandasi.
Diketahui, Polri resmi menetapkan Bharada E sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J atau Yoshua dalam peristiwa adu tembak. Penyidik pun mengenakan Bharada E dengan pasal sangkaan pembunuhan, yaitu Pasal 338 Juncto 55 dan 56 KUHP.
"Pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Bunyi Pasal 338
Merujuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, isi Pasal 338 adalah 'Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun'.
Sementara penyertaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yakni dimaknai terdiri dari 'pembuat' yaitu orang yang memberikan perintah, 'penyuruh' yaitu orang yang bersama-sama melakukan, 'pembuat peserta' yaitu orang yang memberi perintah dengan sengaja, 'pembuat penganjur' dan 'pembantu'.