Liputan6.com, Jakarta - Setelah hampir sebulan berlalu, kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo akhirnya mulai menemukan titik terang.
Polisi akhirnya menetapkan tersangka dalam insiden yang terjadi di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore, 8 Juli 2022 itu.
Adalah Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang menjadi tersangka. Lawan adu tembak Brigadir J itu dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Advertisement
"Penyidik sudah melakukan gelar perkara dan pemeriksaan saksi-saksi juga. Sudah cukup menetapkan Bharada E sebagai tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian dalam konferensi pers, Rabu (3/8/2022) malam.
Menurut Andi, pemeriksaan dan penyidikan tidak berhenti sampai di sini dan tetap berkembang. "Masih ada beberapa saksi lagi yang akan kita lakukan pemeriksaan," jelas Andi.
Baca Juga
Dalam kasus ini, Bharada E dipersangkakan melakukan pembunuhan berdasarkan Pasal 338 Juncto 55 dan 56 KUHP.
"Pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP," kata Andi.
Adapun isi Pasal 338 adalah 'Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun'.
Sementara penyertaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yakni dimaknai terdiri dari 'pembuat' yaitu orang yang memberikan perintah, 'penyuruh' yaitu orang yang bersama-sama melakukan, 'pembuat peserta' yaitu orang yang memberi perintah dengan sengaja, 'pembuat penganjur' dan 'pembantu'.
Andi pun menegaskan, dengan penerapan pasal tersebut, artinya Bharada E tak melakukan bela diri. "Jadi bukan bela diri," ucap jenderal bintang satu itu menegaskan.
Penetapan tersangka ini berdasarkan laporan kepolisian yang dilayangkan keluarga Brigadir J ke Bareskrim Polri. Dalam kasus ini, Bharada E terancam pidana maksimal 15 tahun penjara.
"Terkait laporan polisi yang disampaikan oleh pihak keluarga Brigadir J," ucap Andi Rian.
Penyidik Bareskrim Polri kemudian memutuskan untuk menahan Bharada E usai ditetapkan sebagai tersangka. "Setelah ditetapkan akan dilanjutkan sebagai tersangka dan akan ditangkap dan langsung ditahan," ungkap Andi.
Jika melihat Pasal 55 dan 56 KUHP yang turut disertakan dalam kasus kematian Brigadir J ini, artinya polisi tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lagi menyusul Bharada E. Â
Sejauh ini, polisi telah memeriksa 42 saksi terkait Laporan Polisi (LP) dugaan pembunuhan berencana yang dilayangkan keluarga Brigadir J. Polisi memastikan penyidikan tidak akan berhenti pada penetapan tersangka Bharada E saja.
"Karena masih ada beberapa saksi lagi," kata Brigjen Pol Andi Rian menandaskan.
Â
Tinggal Tunggu Tersangka
Beberapa jam sebelum polisi mengumumkan tersangka, keluarga Brigadir J telah menemui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md di kantornya, untuk meminta keadilan, pada Rabu siang.
Terkait hal ini, Mahfud Md menyatakan bahwa pemerintah menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan dan penyidikan diusut tuntas oleh aparat kepolisian. Dia mengaku tidak akan terlibat dalam proses teknis penyidikan, karena itu menjadi ranah polisi.
Tetapi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini memastikan, pemerintah akan terus mengawal kasus kematian Brigadir J.
"Penyidikan, Menko Polhukam tidak boleh masuk ke projusticia, tapi mengawal pelaksanaannya dari sudut kebijakan negara, bukan dari teknis penyidikan," ujar Mahfud usai bertemu ayah Brigadir J di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2022).
Mahfud menyatakan tidak punya pendapat siapa yang salah dalam kasus ini. Biarkan tim khusus yang telah dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bekerja hingga tuntas.
"Tinggal nanti pada akhirnya kita kawal semua. Saya tidak punya pendapat siapa yang salah apakah Brigadir J atau Sambo (Irjen Ferdy Sambo) atau Bharada E atau siapa. Saya tidak pernah katakan itu," ucapnya.
Dia mendorong penyelidikan kasus penembakan ini harus dibuka secara transparan. Hal itu juga sejalan dengan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sehingga pemerintah ingin misteri kematian tersebut tidak ditutupi ke publik.
"Saya hanya mengatakan buka sejujur-jujurnya karena semua kita punya catatan. Jadi arahan Presiden pemerintah pusat sampai sekarang cukup sudah benar. Pokoknya buka," ucap Mahfud Md.
Lebih lanjut, Mahfud Md memastikan pengusutan kasus ini terus berjalan. Dia pun meminta semua pihak bersabar dan mempercayakan penanganan kasus yang menjadi sorotan publik ini kepada aparat Kepolisian.
Menurut dia, penanganan kasus kematian Brigadir J ini hanya tinggal mencari siapa tersangkanya saja. Kendati, tidak ada tenggat waktu yang ditetapkan untuk mengungkap kasus tersebut.
"Oh, belum (ada tenggat waktu). Kelihatannya prosesnya masih jalan dan semua masih on the track. Tinggal menuju ke tersangkanya, menuju ke TKP-nya, dan setetusnya, kan tinggal itu," ucap Mahfud saat ditemui wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Dia menilai, penanganan kasus Brigadir J yang sudah berjalan hampir satu bulan ini tidak terlalu lama. "Enggak (lama sebulan), enggak ada waktu (tenggat)," ucap Mahfud.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Putri Candrawathi, Saksi Kunci yang Belum Bisa Digali
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut mengusut kasus kematian Brigadir J, di luar upaya yang dilakukan Timsus bentukan Kapolri. Tiga kasus yang ditangani Kepolisian, mulai dari dugaan pelecehan seksual hingga kematian Brigadir J, semuanya juga diinvestigasi Komnas HAM.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut, bahwa istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi menjadi salah satu saksi kunci dalam mengungkap dugaan pelecehan seksual yang bermuara pada kasus kematian Brigadir J.
"Dugaan pelecehan seksual yang ada siapa? Hanya Ibu Putri yang bisa memberikan keterangan," ucap Taufan kepada wartawan, Selasa (2/8/2022).
Alasan itu, lanjut Taufan, cukup logis apabila ingin mengungkap adanya dugaan tindakan pelecehan sebagaimana laporan yang saat ini telah naik ke tahap penyidikan dan ditangani Bareskrim Polri.
Menurutnya, peristiwa pelecehan yang menjadi pemicu terjadinya adu tembak berujung tewasnya Brigadir J itu tidak disaksikan dua ajudan Ferdy Sambo yakni Bripka Ricky dan Bharada E. Alhasil, satu-satunya orang yang dapat dimintai keterangan terkait peristiwa itu hanya Putri.
"Kan Ricky dan Bharada E tidak menyaksikan. Dia hanya mendengar teriakan dari ibu itu. Tidak tahu kenapa teriakan terjadi. Berarti saksi hidup yang ada hanyalah Ibu Putri," kata dia.
Atas hal tersebut, Taufan mengatakan bahwa Putri adalah salah satu saksi kunci yang melihat rentetan peristiwa mulai dari dugaan pelecehan sampai insiden adu tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga, Jaksel.
"Padahal, seluruh peristiwa ini titik krusialnya tumpuannya ada di Bu Putri menjawab apakah tembak menembak, siapa yang melakukannya, pelecehan seksual ini benar ada atau tidak. Saya kira itu," ucapnya.
"Jadi kita enggak perlu berspekulasi macam-macam. Komnas tidak mau berspekulasi sebelum semua fakta-fakta itu bisa kami kumpulkan," imbuh Taufan.
Namun demikian, Taufan mengatakan bahwa proses pemeriksaan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo itu belum dijadwalkan oleh Komnas HAM. Hal ini mengingat kondisi psikis Putri yang masih trauma pascainsiden Jumat sore, 8 Juli 2022 lalu itu.
"Itu pun kita belum ketemu dia. Karena masalah psikologis. Dengan LPSK juga belum menyelesaikan prosedurnya. Maka bagaimana kita menyimpulkannya. Belum bisa. Apakah itu benar terjadi atau tidak,"Â ujarnya mengakhiri.
Advertisement
Bharada E Sempat Dikembalikan ke Brimob
Sebelumnya, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E yang terlibat dalam adu tembak di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdi Sambo hingga menewaskan Brigadir J, sempat dikembalikan ke satuan asalnya, yakni Korps Brimob Polri.Â
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan alasan dikembalikannya Bharada E ke kesatuan asalnya karena masih berstatus sebagai saksi dalam kasus adu tembak tersebut.
"Ya, karena statusnya masih sebagai saksi," kata Dedi seperti dikutip dari Antara, Minggu (31/7/2022) lalu.
Namun jenderal bintang dua ini enggan menjelaskan lebih detail terkait alasan penarikan Bharada E ke Mako Brimob Polri.
Memang Bharada E diketahui merupakan anggota Brimob yang diperbantukan di Divisi Propam Polri dan menjadi ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Sosoknya langsung menjadi sorotan begitu kasus ini mencuat ke publik. Banyak yang penasaran Bharada E yang pangkatnya jauh di bawah Brigadir J tidak terluka sama sekali dalam adu tembak tersebut. Brigadir J yang memuntahkan peluru lebih banyak justru tewas dengan sejumlah luka.
Siapa sosok Bharada E pun akhirnya diungkap polisi ke publik. Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto menyebut, Bharada E adalah penembak nomor wahid di Resimen Pelopor Korps Brimob Polri. Keterangan itu diperoleh dari komandan Bharada E.
"Sebagai gambaran informasi, kami juga melakukan interogasi terhadap komandan Bharada E bahwa Bharada E ini sebagai pelatih vertical rescue dan di resimen pelopornya dia sebagai tim penembak nomor 1 kelas 1 di resimen pelopor. Ini yang kami dapatkan," kata Budhi, Selasa (12/7/2022).
Budhi menjelaskan, kedua anggota Polri itu saling tembak menggunakan senjata berbeda. Brigadir J menggunakan senjata HS 16 dengan magazen boks 16 butir peluru. Sementara Bharada E menggunakan senjata Glock 17 dengan magazen box 17 butir. Â
Budhi menyebut, Brigadir J memuntahkan tujuh peluru. Namun tak ada satupun yang mengenai Bharada E. Bekas tembakan hanya terlihat pada tembok dekat tangga.
"Kami menemukan ada bekas tembakan di tembok yang ada di tangga itu sebanyak 7 titik tembakan," kata dia di Polres Jaksel, Selasa (12/7/2022).
Sedangkan, Bharada E melepaskan 5 peluru ke arah Brigadir J. Budhi mengungkapkan temuan itu berdasarkan hasil autopsi sementara yang dirilis RS Polri.
Dipaparkan, terdapat 7 luka tembak masuk dan 6 luka tembak keluar serta satu proyektil bersarang di dada. Budhi memberikan penjelasan luka-luka tersebut.
"Ada beberapa luka tembak pertama pada jari manis di sini itu sempat (terkena peluru) karena posisi saudara RE mengenggam senjata dengan dua tangan.Â