Liputan6.com, Jakarta Polri menegaskan bahwa sosok kakak asuh Ferdy Sambo yang disebut berupaya melobi petinggi kepolisian untuk meringankan hukuman mantan Kadiv Propam itu tidaklah ada. Terlebih, sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan pun sudah diketuk dan tidak bisa lagi diganggu gugat.
"Terkait kakak asuh adik asuh itu kan kembali lagi hanya dugaan. Tapi yang jelas saya sudah berkoordinasi dengan Pak Dir maupun Propam, itu tidak ada. Jangan melenceng dari pokok substansi," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022).
Baca Juga
Dedi menyebut, pokok substansinya adalah sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang sudah dilaksanaka, termasuk gugatan banding Ferdy Sambo.
Advertisement
"Dari hasil keputusan banding yang bersifat kolektif kolegial, dan sudah diputuskan PTDH. Itu merupakan keputusan final dan mengikat. Sudah tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan yang bersangkutan di internal Polri," jelas dia.
Menurut Dedi, Tim Khusus (Timsus) Polri masih berfokus pada penuntasan pemberkasan para tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, yang saat ini sedang diteliti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Dan kita sangat menghormati dan terima kasih teman-teman dari Kejaksaan Agung yang bekerja sangat luar biasa melakukan penelitian bersama penyidik berkomunikasi secara intens. Mudah-mudahan minggu depan sudah ada informasi supaya segera prosesnya sampai ke persidangan," Dedi menandaskan.
Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis membantah adanya sosok 'kakak asuh' kliennya yang merupakan senior dalam keanggotaan Polri. Sosok kakak asuh ini diduga berusaha melobi kepolisian untuk meringankan hukuman di kasus kematian Brigadir J.
"Kami tim kuasa hukum membantah hal tersebut karena tidak jelas apa dan siapa yang dimaksud dengan kakak asuh," tutur Arman kepada wartawan, Kamis (22/9/2022).
Selain itu, Arman yakin melejitnya karir dan pangkat Ferdy Sambo dalam Polri sudah sesuai dengan pertimbangan matang institusi.
"Terhadap penilaian kenaikan pangkat yang lebih cepat dr klien kami menurut kami pasti susah dipertimbangkan dengan baik dan matang oleh pimpinan Polri berdasarkan prestasi dan kinerja klien kami," jelas dia.
"Kami tidak memberikan tanggapan lebih lanjut karena tidak berhubungan dengan perkara yang kami tangani," sambungnya.
Dugaan Adanya Kakak Asuh
Sebelumnya, Guru besar politik dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Profesor Muradi menyebut ada sosok yang mencoba membantu Ferdy Sambo divonis ringan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Muradi menyebut sosok itu dengan sebutan kakak asuh.
Menurut Muradi, sosok kakak asuh ini adalah senior Sambo yang sudah pensiun dan masih aktif sebagai anggota Polri. Mereka mencoba melobi petinggi Korps Bhayangkara untuk meringankan hukuman Sambo.
"Kakak asuh dalam model konteks yang sudah pensiun, ada yang belum, nah ini yang saya kira yang agak keras di dalam, kan itu situasinya sebenernya karena kakak asuh itu punya peluang, punya power full yang luar biasa ya," ujar Muradi dalam keterangannya, Sabtu (17/9/2022).
Muradi mengatakan sosok kakak asuh yang masih aktif itu memegang posisi strategis di Polri. Menurutnya, sosok tersebut masih keras membela Ferdy Sambo agar dihukum ringan dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
"Ini jadi makin keras, Sambo berani karena dia merasa dalam posisi berada di atas angin, masih ada yang ngebelain, makanya harus dituntaskan dulu soal orang-orang yang kemudian dianggap punya kontribusi terkait dengan posisi Sambo," kata dia.
Muradi menyebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengetahui sosok kakak asuh yang masih membantu Sambo. Namun Muradi yakin Kapolri Sigit tak terpengaruh dengan upaya mereka membantu Sambo.
"Saya sih masih percaya Pak Sigit akan menjalankan fungsi penegakan hukum untuk Sambo," katanya.
Lebih lanjut, Muradi meyakini Sambo akan tetap divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Brigadi J ini. Ia memprediksi jenderal bintang dua itu akan mendapat hukuman 20 tahun penjara atau seumur hidup.
"Saya sih prediksi di 20 tahun sampai seumur hidup. Kalau ini sampai kemudian hukumannya ringan, itu yang rusak polisi, publik semakin enggak percaya," kata dia.
Advertisement