RKUHP Dinilai Akomodir Berbagai Kepentingan, Termasuk Nilai Universal

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukup Pidana (RKUHP) dinilai telah mengakomodasi berbagai kepentingan termasuk nilai-nilai universal yang ada.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Nov 2022, 13:37 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2022, 09:52 WIB
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggelar sosialisasi penyusunan RKUHP di Banjarmasin. Jumat, 18/11/2022.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggelar sosialisasi penyusunan RKUHP di Banjarmasin. Jumat, 18/11/2022. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Kitab Undang-Undang Hukup Pidana (RKUHP) telah mengakomodasi berbagai kepentingan termasuk nilai-nilai universal yang ada.

Hal ini disampaikan Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Dr H Mispansyah dalam acara sosialisasi RKUHP secara hybrid di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin melalui Fakultas Hukum, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jumat, 18 November 2022. 

"Kalau dilihat dari draf pada 6 Juli 2022 yang sebelumnya ada 632 pasal, dan kini di draf terbaru pada 9 November 2022, sudah terjadi perubahan yang sangat jauh menjadi 627 Pasal," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Koordinator Informasi dan Komunikasi Polhukam, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, Dikdik Sadaka menyampaikan bahwa penyesuaian terhadap KUHP sebagai produk hukum zaman kolonial penting untuk dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat yang ada saat ini.

"Kami harap melalui sosialisasi ini, masyarakat menjadi lebih paham urgensinya dan turut mendukung pembaruan KUHP hasil buatan anak bangsa," ungkapnya.

Kemudian, Guru Besar Hukum  Pidana Universitas Jember, Prof. Dr. M. Arief Amrullah, mengungkapkan bahwa para pendiri bangsa mendesak agar KUHP segera diperbarui karena sudah tidak kompatibel dengan kondisi Indonesia saat ini.

"Secara sosiologis tidak lagi cocok dengan bangsa Indonesia. Sementara secara politik, apabila Indonesia masih menggunakan KUHP yang lama, maka Indonesia dianggap masih di bawah jajahan Belanda. Padahal kita sudah merdeka,” jelasnya.

 

Perubahan Paradigma Pidana dan Pemidanaan

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mewakili pemerintah menyerahkan draf RKUHP dan RUU Pemasyarakatan kepada Komisi III DPR RI. (Foto: Youtube DPR RI)
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mewakili pemerintah menyerahkan draf RKUHP dan RUU Pemasyarakatan kepada Komisi III DPR RI. (Foto: Youtube DPR RI)

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof  Dr Harkristuti Harkrisnowo mengatakan ada beberapa landasan berpikir dalam membangun RKUHP yang saat ini sedang menunggu pengesahan di DPR.

Salah satunya ialah perubahan paradigma pidana dan pemidanaan dalam RKUHP memperhatikan perkembangan internasional dan kearifan lokal.

"Supaya kita tidak kehilangan akar dalam menyusun hukum yang berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, peserta sosialisasi Tivani mengaku mendukung Indonesia punya KUHP sebagai produk hukum buatan bangsa sendiri. Dia juga berharap KUHP buatan Indonesia ke depannya bisa terealisasi dengan mempertimbangkan keadilan bagi seluruh rakyat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya