Dugaan Kecurangan Verifikasi Faktual, KPU Kasih Karpet Merah Bagi Parpol?

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah meloloskan 17 partai politik (parpol) untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Namun, hasil ini membuat banyak partai baru tak puas, terlebih bagi mereka yang lolos.

oleh Winda Nelfira diperbarui 20 Des 2022, 00:06 WIB
Diterbitkan 20 Des 2022, 00:06 WIB
Ilustrasi Kantor KPU, Pemilu, Pilpres, Pileg
Ilustrasi Kantor Komisi Pemilihan Umum atau KPU. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah meloloskan 17 partai politik (parpol) untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Namun, hasil ini membuat banyak partai baru tak puas, terlebih bagi mereka yang lolos.

Sempat digaungkan ada dugaan kejanggalan saat melakukan verifikasi faktual parpol, terlebih dalam Sistem Informasi Publik (Sipol).

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih berniat melaporkan anggota KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) perihal temuan kecurangan KPU pusat dalam proses verifikasi faktual.

Perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyampaikan, koalisi menemukan sejumlah indikasi kecurangan yang dilakukan anggota KPU pusat ke anggota KPU daerah dalam proses verifikasi faktual parpol.

Adapun sejumlah bentuk dugaan praktik kecurangan yang dilakukan oleh anggota KPU RI antara lain, mendesak KPU provinsi melalui panggilan video atau video call untuk mengubah status verifikasi partai politik, dari yang awalnya tidak memenuhi syarat berubah menjadi memenuhi syarat.

Lebih lanjut, Kurnia menyampaikan bahwa praktik ini juga disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak. Dugaan intimidasi dari KPU RI kepada KPU daerah disebut melalui dua cara.

Pertama, ancaman mutasi yang ditujukan kepada pegawai KPU daerah jika menolak instruksi untuk mengubah status verifikasi partai politik. Kedua, intimidasi terhadap jajaran KPU daerah terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah yang akan digelar 2023.

Lebih lanjut, Kurnia menyatakan koalisi dan anggota KPU daerah yang mengklaim tahu perihal praktik kecurangan ini telah melayangkan somasi kepada KPU melalui tim kuasa hukum. Somasi itu, dilayangkan pada Selasa, 13 Desember 2022 lalu.

"Namun, hingga saat ini, berdasarkan informasi yang diterima oleh Koalisi, KPU belum membalas dan menindaklanjutinya," kata Kurnia dalam keterangan resminya, dikutip Senin (19/12/2022).

"Atas dasar hal tersebut, maka langkah lanjutan dari proses itu adalah melaporkan Anggota KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Republik Indonesia dalam waktu dekat," lanjut dia.

Pihaknya menuturkan, koalisi telah membuka pos pengaduan independen selama sepekan terakhir yang ditujukan kepada dua entitas, yaitu kepada penyelenggara pemilu daerah. Dan kepada masyarakat yang mengetahui jika ada praktik kecurangan di dalam proses verifikasi faktual partai politik.

Hasilnya, per Minggu 18 Desember 2022, koalisi menemukan menemukan ada berbagai aduan dan juga informasi yang terkait kecurangan. Setidaknya, ditemukan ada 12 Kabupaten dan 7 provinsi yang diduga mengikuti instruksi dari KPU pusat untuk berbuat curang saat proses verifikasi faktual parpol peserta pemilu.

"Tentu temuan-temuan ini akan kami dalami, akan kami utuhkan semuanya sehingga nanti akan ada proses advokasi lanjutan," kata Kurnia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Audit Sipol

Kurnia mengatakan audit Sipol ini menjadi salah satu dari tiga tuntutan koalisi menyikapi sejumlah indikasi kecurangan hingga dugaan intimidasi yang dilakukan KPU pusat.

"Maka Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menuntut beberapa poin, yang pertama terhadap Komisi Pemilihan Umum, ini sangat penting sekali untuk dilakukan karena sampai detik ini kami belum pernah mendengar hal ini berani diutarakan oleh anggota KPU pusat, apa itu? Mengaudit besar-besaran Sipol dan menyampaikannya secara terbuka, transparan kepada masyarakat," kata Kurnia secara daring melalui akun Youtube Sahabat ICW, dikutip Senin (19/12/2022).

Kurnia menjelaskan perlunya hasil audit Sipol disampaikan secara transparan oleh KPU kepada masyarakat. Pasalnya, kata dia berdasarkan kesaksian yang diterima koalisi, isu kecurangan berupa manipulasi data dalam tahapan verifikasi faktual parpol peserta Pemilu bersumber dari dugaan adanya perubahan data di dalam Sipol.

"Maka, jawabannya adalah audit Sipol-nya, biar nanti terlihat ada perbedaan-perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu karena sistem ini didasarkan pada digital, elektronik, pasti setiap perubahan data pasti ada historinya kelihatan di sana, kami akan adu data," jelas dia.

Koalisi juga menuntut Komisi II DPR RI memanggil KPU RI sebagai bentuk menjalankan mandat pengawasan untuk mengklarifikasi temuan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.

Jika kemudian ditemukan adanya pelanggaran atau kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik oleh KPU, maka koalisi merekomendasikan kepada Komisi II DPR RI untuk memberhentikan anggota KPU yang curang.

"Kami juga mendesak Komisi II DPR RI memanfaatkan wewenangnya berdasarkan Pasal 38 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk merekomendasikan pemberhentian anggota KPU RI yang terbukti berbuat curang," kata Perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.

Terakhir, koalisi juga menuntutPresiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak dicemari dengan praktik intimidasi, kecurangan, koruptif, dan manipulatif.

"Ini penting sebagai bukti konkret komitmen Presiden sebelum nanti menanggalkan jabatannya pada tahun 2024 mendatang," kata Kurnia.

 


Dapat Dukungan

Sikap Koalisi pun mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Misalnya, Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) yang menyebut, dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual parpol itu selain berpotensi merusak tatanan hukum juga berpotensi mengkhianati suara rakyat.

”Jika penentuan partai yang berhak ikut pemilu dan yang tidak berhak ikut pemilu dilakukan dengan penuh manipulasi, maka Indonesia berada dalam darurat demokrasi,” kata Sekjen SKI Raharja Waluya Jati.

Menurut dia, penyelenggara Pemilu seharusnya melihat aspirasi sekelompok masyarakat untuk mendirikan partai baru dan perkembangan penerimaan publik atas partai lama sebagai dinamika hubungan partai politik dan rakyat.

Hadirnya partai baru, kata Jati, dapat mencerminkan adanya potensi aspirasi baru di kalangan masyarakat yang mungkin tidak terakamodasi oleh partai yang telah ada. Sebaliknya, dukungan untuk partai lama pun tidak ajeg dan secara alamiah mengalami pasang surut.

"Penyelenggara Pemilu harus menghormati setiap suara rakyat dengan cara bersikap netral, jujur serta adil," kata dia.

 


Bantahan KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membantah dugaan jajarannya melakukan intervensi terhadap hasil verifikasi faktual partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024.

"Iya (KPU membantah), tidak ada (intervensi). Kalau pun ada titik yang disebutkan, kami yang akan melakukan pemeriksaan kepada jajaran kami," kata Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin usai menghadiri mediasi pertama dengan Partai Ummat di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (19/12/2022), seperti dilansir Antara.

Afif mengatakan, jika memang ada persoalan tersebut di internal KPU, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota, maka divisi hukum dan pengawasan KPU di setiap tingkatan akan melakukan pemeriksaan seluruh jajaran terkait.

Senada, Ketua Divisi Teknis Idham Holik membantah tudingan yang ditujukan kepada anggota KPU pusat itu. Pasalnya, menurut Idham proses rekapitulasi nasional hasil verifikasi parpol yang dilakukan pada Rabu, 14 Desember 2022 itu dilakukan secara terbuka dan disaksikan sejumlah elemen terkait.

"Proses rekapitulasi nasional tersebut dilakukan secara terbuka tidak hanya dihadiri oleh KPU provinsi dan KIP Aceh serta Bawaslu tapi juga dihadiri oleh LO dan disaksikan oleh rekan-rekan jurnalis yang meliput kegiatan tersebut," kata Idham kepada Liputan6.com, Senin (19/12/2022) malam.

Selain itu, Idham menyatakan telah mengonfirmasi pada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Bernad Dermawan Sutrisno yang dalam temuan koalisi diduga memerintahkan Sekretaris Provinsi (Sekprov) untuk mengubah status Sipol parpol yang awalnya tidak memenuhi syarat berubah menjadi memenuhi syarat.

"Saya konfirmasi kepada Sekretaris Jenderal KPU RI karena hal tersebut dialamatkan ke Sekretaris Jenderal. Sekretaris Jenderal menyampaikan hal tersebut tidak ada. Jadi kami pastikan hal itu tidak ada," jelas Idham.

Dalam temuan koalisi, Bernad disebut sempat berkomunikasi melalui panggilan video atau video call meminta Sekprov mengubah status di Sipol. Bernad juga diduga memberikan intimidasi berupa ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak perintah.

"Pihak Sekretariat Jenderal KPU Indonesia menegaskan tidak ada intimidasi. Iya seperti itu tidak ada intimidasi," terang dia.

Idham menegaskan rekapitulasi dilakukan dalam proses yang lancar tanpa ada hambatan. Selain itu, dia menyebut hasilnya dibacakan oleh KPU provinsi dan KIP Aceh. Sementara KPU pusat kata dia, hanya merekapitulasi atau sebagai rekapitulator.

"Terus juga proses pengundian juga berjalan lancar dan kami pastikan bahwa semua tahapan penyelenggara Pemilu dilakukan itu tepat waktu dan kami pastikan agenda Pemilu tidak ada yang mundur Rabu 14 Februari 2024 pemilih Indonesia akan menggunakan hak pilihnya di TPS," kata dia.

Lalu, perihal tuntutan koalisi yang meminta Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) diaudit, Idham menyampaikan hanya alat bantu dan tidak dapat dijadikan alat penentu.

"Sipol itu alat bantu bukan alat penentu. Hal tersebut bisa dilihat di pasal 141 PKPU Nomor 4 Tahun 2022," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya