Liputan6.com, Jakarta - Kuat Ma'ruf hanya tertunduk lesu saat mendengarkan Jaksa Penuntut Umum membacakan dokumen tuntutan di sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023). Tak ada tawa seperti sidang-sidang sebelumnya. Wajah pekerja rumah tangga (PRT) Ferdy Sambo itu hanya murung.
Wajah Kuat semakin muram kala mendengar tuntutan Jaksa tersebut. Dia dituntut delapan tahun penjara.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma’ruf dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi masa penahanan dan penangkapan,” ujar jaksa dalam persidangan.
Advertisement
Setelah sidang selesai, Kuat lantas menghampiri pengacaranya. Kuat pun langsung dikerubungi para pengacara yang memberikan semangat sambil menepuk-nepuk bahunya.
Dalam pekan ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang tuntutan terhadap terdakwa Ferdy Sambo Cs. Sidang tuntutan pertama terhadap terdakwa Rizky Rizal dan Kuat Ma'ruf. Kemudian pada Selasa 17 Januari 2023, sidang tuntutan terhadap Ferdy Sambo. Dan pada Rabu 18 Januari 2023, sidang tuntutan terdakwa Bharada Eliezer dan Putri Candrawathi.
Baca Juga
Ayah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Samuel Hutabarat mengharapkan agar para terdakwa yang terjerat pasal pembunuhan berencana untuk dihukum maksimal.
"Untuk mereka yang pembunuhan berencana, harapan kita tuntutan jaksa itu kiranya diterapkan (Pasal) 340 bagi orang yang merencanakan pembunuhan berencana itu. Semaksimal mungkin," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (16/1/2023).
Dia menilai persidangan yang telah berlangsung, sudah berjalan sesuai yang diharapkan. Namun demikian, Samuel melihat ada ketidakjujuran yang disampaikan oleh Ferdy Sambo Cs dalam persidangan.
"Kalau dari kami melihatnya kalau dari pihak jaksa dan hakim nampaknya berjalan semaksimal mungkin. Tapi dari pihak terdakwa, nampaknya orang itu semaksimal mungkin berjemaah untuk berbohong dari awal persidangan. Dari awal persidangan, orang itu berjemaah, apalagi si Putri dengan Sambo terus-terusan memfitnah orang yang sudah mati. Sedangkan pelecehan itu kan sudah di SP3 di Duren Tiga," terang dia.
Samuel bertambah heran dengan keterangan Putri Candrawathi yang berubah-ubah. Terlebih keterangan yang disampaikan istri Ferdy Sambo tersebut tidak didukung dengan fakta yang kuat.
"Yang di Magelang, awalnya pelecehan, timbul lagi omongannya jadi pemerkosaan, dibanting pula. Sedangkan itu kan tidak ada laporan polisi, dan visumnya. Orang itu mengandalkan kesaksian dia sendiri dengan ahli dia. Padahal yang sangat dibutuhkan fakta, visum. Itu kan dari awal Duren Tiga sudah memfitnah orang mati sampai sekarang," kata dia.
"Lagi pula saya lihat di sidang kemarin pemeriksaan terdakwa di minggu kemarin itu, tentu penampilan orang itu sangat berbeda dari persidangan sebelumnya. Apalagi si Putri itu biasanya di persidangan kan rambut dia terurai gitu, nah nada-nada bahasa sangat berubah saya lihat," ucap Samuel.
Tak hanya itu, dalam persidangan tersebut juga banyak kejanggalan yang dipertontonkan. Mulai dari pengakuan Putri tanpa bukti hingga peran Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf yang disebutnya ada kongkalikong dalam perkara tersebut.
"Kejanggalannya tidak ada visum. Kalau kita simak semua kan ada aja orang per orang kejanggalannya. Seperti si Ricky Rizal kan senjata almarhum diamankan, tidak kembalikan. Sedangkan senjata almarhum bagi polisi itu kan istri kedua. Saya rasa dikembalikan ke Ricky Rizal, masak sampai Jakarta tidak dikembalikan gitu. Lagi pula tugas Ricky Rizal itu di Magelang sama si Kuat. Kok bisa ikut pulang ke Jakarta. Ada apa? Berarti ada kompromi di balik layar," ujar dia.
"Jadi orang itu membangunkan skenario-skenario itu, skenario bodoh itu secara berjemaah," Samuel menegaskan.
Karena itu, Ia kembali menegaskan keinginannya agar para terdakwa yang terlibat pembunuhan berencana Brigadir J dituntut sesuai hukumannya. Harapan itu juga disampaikan kepada majelis hakim agar memutuskan yang dituntut jaksa.
"Dari awal persidangan bulan 10 kemarin itu dakwaan JPU itu kan kita sudah tahu pasal 340. Kami sangat berharap kiranya Jaksa dan hakim mengabulkannya itu diterapkan dituntutan sekarang ini. 340 soal pembunuhan berencana, bagi yang merencanakan," ujarnya.
Sementara untuk Bharada E, Ia menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim. Mengingat terdakwa Bharada E merupakan justice collaborator yang memberikan kesaksian penting dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
"Itu justice collaborator sedangkan keputusan justice collaborator itu kan yang menentukannya hakim, sedangkan LPSK dan penasehat hukumnya mengajukan permohonan. Kita tunggu saja bagaimana nanti keputusan hakim soal justice collaborator oleh si Bharada E. Apakah sudah sesuai dengan apa fakta di lapangan, kita serahkan saja penilaiannya kepada Hakim," dia menegaskan.
Sementara itu, Pengamat kepolisian ISESS Bambang Rukminto memprediksi tuntutan Jaksa terhadap Ferdy Sambo akan sesuai dengan pasal yang didakwakan. Yaitu Pasal 340 tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
"Kalau melihat sejak awal proses persidangan ini sebenernya, masih tuntutan jaksa. Jaksa sudah yakin sejak awal dengan Pasal pasal yang diterdakwakan kepada Ferdy Sambo cs," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (16/1/2023).
Keyakinan tersebut didasarkan pada saksi-saksi yang hadir dalam persidangan. Menurut Bambang, para saksi tersebut memberikan keterangan tanpa berbelit.
"Saksi-saksi yang dihadirkan pun sudah sesuai dengan apa yang diprediksikan secara umum bahwa yang dihadirkan Jaksa pun memberikan keterangan sebenarnya dan tidak terbelit belit. Bahkan saksi-saksi yang dihadirkan pengacara terdakwa, malah jauh dari akal sehat publik," terang dia.
"Makanya prediksi saya, tuntutan yang diberikan jaksa akan sesuai dengan diharapkan masyarakat. Meskipun sebenarnya ini adalah persidangan yang masyarakat tidak bisa melakukan intervensi terkait dengan putusan putusan yang akan diambil jaksa atau pun hakim. Tetapi secara umum, sesuai dengan harapan masyarakat lah," ujar dia.
Namun demikian, Bambang menilai Bharada E akan mendapatkan vonis lebih ringan mengingat perannya sebagai justice collaborator. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui rapat paripurna pimpinan pada Senin 15 Agustus 2022 mengabulkan permohonan Bharada E sebagai justice collaborator atau saksi pelaku dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Seorang justice collaborator diberikan hak untuk mendapatkan vonis yang lebih ringan dari pasal yang dituduhkan. Memang kalau melihat persidangan selama ini Bharada E memang memberikan kontribusi yang sangat signifikan terkait kesaksian-kesaksiannya itu. Makanya itu tentunya juga akan diperhatikan Jaksa apalagi dia sejak awal sudah memjadi justice collaborator. Kalau pun tuntutannya berat mungkin nanti hakim akan memberikan putusan yang seadil-adilnya," ujar Bambang.
Sebelumnya tim kuasa hukum Keluarga Brigadir J, Johanes Raharjo meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) melayangkan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana yakni Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Hanya saja untuk Richard Eliezer atau Bharada E diminta dikenakan tuntutan hukuman ringan.
“Bagi terdakwa yang tidak jujur, yang justru mefitnah dengan tuduhan Yosua telah memperkosa PC, yang keterangannya dalam persidangan berbelit-belit, menyembunyikan kebenaran, sangat berharap agar JPU akan melakukan tuntutan dengan hukumn yang maksimal sesuai ancaman hukuman Pasal 340 atau hukuman mati,” tutur Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Johanes Raharjo kepada wartawan, Minggu (15/1/2023).
Dia meminta JPU dapat melayangkan tuntutan sesuai dengan harapan keluarga Brigadir J, sebagaimana dalam dakwaan awal yakni Pembunuhan Berencana Primer Pasal 340 KUHP sekunder Pembunuhan Biasa Pasal 338 KUHP Subsider juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
“Namun bagi terdakwa Richard Eliezer karena telah mengungkap dan memberi keterangan dengan jujur sesuai kebenaran, dan RE telah tulus meminta maaf kepada keluarga Yosua, maka harapan kami tentunya JPU mempertimbangkan tuntutan terhadap terdakwa RE dengan tuntutan yang seringan-ringannya,” jelas dia.
Kuat Ma'ruf Dituntut 8 Tahun Penjara
Terdakwa Kuat Ma'ruf dituntut delapan tahun kurungan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Adapun yang bersangkutan dianggap bersalah lantaran terlibat dalam pembunuhan berencana Brigadir Nofriasyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Kuat Ma’ruf terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP,," kata Jaksa Penuntut Umum saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap Kuat Ma’ruf dengan pidana penjara 8 tahun dikurangi masa tahanan," sambungnya.
Keputusan tersebut berdasarkan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Untuk hal yang memberatkan, lanjut jaksa, perbuatan terdakwa Kuat Ma’ruf mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J dan menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban.
“Terdakwa Kuat Ma’ruf berbelit-belit, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Akibat perbuatan terdakwa Kuat Ma’ruf menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat,” jelas dia.
Adapun hal yang meringankan, terdakwa Kuat Ma’ruf belum pernah dihukum atas perbuatan pidana, hingga dinilai berlaku sopan selama menjalani persidangan kasus kematian Brigadir J.
“Terdakwa Kuat Ma’ruf tidak memiliki motivasi pribadi, hanya mengikuti kehendak jahat dari pelaku lain,” jaksa menandaskan.
Jaksa sebelumnya menyebutkan sejumlah nama saksi yang telah hadir dalam sidang tersebut, antara lain keluarga Brigadir J, terdakwa kasus pembunuhan berencana dan obstruction of justice, hingga petugas kepolisian terkait.
"Keterangan antara saksi satu dengan lainnya saling berkaitan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J," jelas jaksa.
Jaksa menyatakan bahwa terdakwa Kuat Ma’ruf terlibat dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Hal itu berdasarkan keterangan dari sejumlah saksi, termasuk ucapan Kuat Ma’ruf yakni "jangan sampai ada duri dalam rumah tangga".
Dalam rangkaian peristiwa, Kuat Ma’ruf disebut turut serta ke kediaman Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan bersama terdakwa Putri Candrawathi dan Ricky Rizal, dalam kondisi mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J. Secara keseluruhan, Kuat Ma’ruf terbukti bersalah dan tidak ditemukan adanya alasan pemaaf dan pembenar atas perbuatannya.
"Kuat Ma’ruf sudah mengetahui akan dirampasnya nyawa saudara Yoshua Nofriansyah Hutabarat," jaksa menandaskan.
Tim Penasihat Hukum Terdakwa Kuat Ma'ruf kecewa atas tuntutan delapan tahun penjara terhadap kliennya. Tim Penasihat Hukum menyatakan Kuat tidak mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J yang disusun Ferdy Sambo.
"Sebagai kuasa hukum kecewa dengan tuntutan seberat itu dengan kapasitas Kuat yang dalam beberapa hal di persidangan tidak tahu-menahu peristiwa ini," kata Tim Penasihat Hukum, Irwan Iriawan usai pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
Selain itu beberapa analisis yang disampaikan JPU dalam pertimbangan tuntutan, kata Irwan, tidak pernah diterangkan dan ada sejumlah fakta yang tidak dimasukkan selama persidangan.
"Kaitannya dengan informasi yang disampaikan oleh Pak FS kepada dia itu tidak sama sekali persidangan tidak pernah ikut tersampaikan oleh saksi-saksi," kata Irwan.
"Ketiga, kaitannya dengan menutup pintu dan jendela di Duren Tiga, itu sama sekali tidak pernah ada keterangan yang dijelaskan oleh FS atau pun Iby PC bahwa dia ditugaskan untuk menutupi," tambahnya.
Irwan berharap, dalam pembacaan vonis nanti Kuat dapat dibebaskan dari segala tuntutan sebagaimana yang diberikan JPU.
"Karena banyak hal menurut kami yang tidak terungkap di persidangan kemudian dimuat dalam menjadi dasar tuntutan. Dari awal meminta Kuat Ma'ruf ini harusnya bebas, dia tidak tahu akan peristiwa Duren Tiga," imbuhnya.
Advertisement
Tuntutan Hukuman Terhadap Ricky Rizal
Selain sidang tuntutan terhadap Kuat Ma'ruf, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menggelar sidang lanjutan tuntutan untuk terdakwa Ricky Rizal. Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun menuntut Ricky Rizal dengan hukuman pidana 8 tahun penjara.
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, satu menyatakan terdakwa Ricky Rizal Wibowo bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap rrdengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi masa tahanan sementara," sambungnya.
Adapun keputusan itu berdasarkan alasan memberatkan dan meringankan yang ada. Jaksa menyebut, hal yang memberatkan Ricky Rizal bahwa perbuatannya mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J dan duka mendalam bagi keluarga korban. Terdakwa juga berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan.
“Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kehidupannya sebagai aparatur penegak hukum,” ujar jaksa.
Sementara hal yang meringankan yakni Ricky Rizal berusia muda dan masih ada harapan untuk memperbaiki perilakunya. Terdakwa juga merupakan tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.
"Terdakwa masih memiliki anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan bimbingan seorang ayah," jaksa menandaskan.
JPU pun membeberkan fakta hukum terdakwa Ricky Rizal hasil temuan keterangan para saksi selama persidangan kasus kematian Brigadir J. Jaksa menyimpulkan Ricky Rizal sudah mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J sejak di Magelang dan dia turut berperan melicuti senjata korban.
“Rangkaian perbuatan Ricky Rizal tersebut jelas adanya unsur sengaja dan pengetahuan, dan ada rencana lebih dulu, karena terdakwa punya rentang waktu berpikir panjang untuk memastikan perbuatan tersebut, yaitu dimulai Kamis 7 Juli 2022 di rumah Magelang dengan melucuti senjata api jenis HS milik korban dilakukan,” tutur jaksa.
“Padahal terdakwa di rumah Saguling mengetahui rencana pembunuhan, Ferdy Sambo yang memiliki ide untuk membunuh Yoshua dengan cara ditembak menggunakan senjata api,” sambungnya.
Menurut jaksa, Ricky Rizal dengan sengaja tidak menolak perintah Ferdy Sambo untuk memanggil Richard Eliezer alias Bharada E, dan sengaja tidak memberitahukan tujuannya menghadap.
“Agar dapat menemui Ferdy Sambo dan diminta rencanakan kehendak Ferdy Sambo menembak korban. Peranan terdakwa dilakukan terus dengan mengikuti saksi Putri Candrawathi isoman di Duren Tiga, malah terdakwa menjadi sopir mengendarai mobil dengan korban Yoshua, duduk, serta diikuti korban Yoshua,” jelas jaksa.
Kemudian sampai di kediaman Duren Tiga, lanjutnya, Ricky Rizal sengaja tidak ikut masuk ke dalam rumah namun tetap di luar untuk mengawasi Brigadir J. Ricky Rizal sendiri membawa senjata Brigadir yang sudah dilucutinya di dashboard mobil.
“Terdakwa sengaja tidak memberitahu korban senjata api dalam dashboard, saat Yoshua berada di taman terdakwa tidak mau memberitahu rencana saksi Ferdy Sambo sehingga korban tetap berada di rumah Duren Tiga,” katanya.
Jaksa menyebut, Ricky Rizal tetap tidak memberitahukan Brigadir J bahwa Ferdy Sambo datang ke rumah Duren Tiga, namun malah sengaja hanya menunggu panggilan dari Ferdy Sambo. Hingga akhirnya, Ricky Rizal memanggil Brigadir J masuk rumah bertemu Ferdy Sambo dan melihat keduanya berhadapan.
“Saat itu saksi Ferdy Sambo langsung memegang leher korban lalu mendorong korban ke tempat berhadapan tangga, yang berhadapan dengan saksi Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sedangkan saksi Kuat Ma’ruf ada di belakang Ferdy sambo, sedangkan terdakwa yang mengetahui sengaja dalam posisi siaga hingga korban tidak melakukan perlawanan dan berperan memuluskan,” beber jaksa.
Selanjutnya, saat Bharada E dan Ferdy Sambo hendak menembak Brigadir J, Ricky Rizal tidak berupaya membantu Brigadir J agar terhindar dari aksi penembakan tersebut. Ricky Rizal kemudian berperan mengantarkan Putri Candrawathi ke rumah Saguling.
Karena Ricky Rizal telah memuluskan rencana Ferdy Sambo serta memenuhi permintaan backup saat eksekusi, maka dia dipanggil ke rumah Saguling dan diberikan atau dijanjikan uang Rp 500 juta.
“Terdakwa telah ikut bersama-sama memuluskan rencana Ferdy Sambo menembak Yoshua sehingga meninggal. Dengan demikian rangkaian di atas jelas ada peran terdakwa telah melakukan kesengajaan yaitu bersama pelaku lainnya saksi Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Kuat Ma’ruf, yaitu menghendaki matinya Yoshua,” jaksa menandaskan.