Pakar Hukum Kritis Draft RUU Kesehatan, Ingatkan Pemerintah dan DPR Hati-Hati Soal Pengaturan BPJS

Pakar Hukum Tata Negara mengkritisi draft RUU Kesehatan yang ketentuannya secara terang - terangan bertentangan dengan politik hukum konstitusi dan sistem kelembagaan negara.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 17 Mar 2023, 20:10 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2023, 18:47 WIB
IDI beserta anggota organisasi lain demo atau unjuk rasa di depan Gedung DPR pada Senin (28 November 2022) soal RUU Omnibus Law Kesehatan. (Foto: Ade Nasihudin)
IDI beserta anggota organisasi lain demo atau unjuk rasa di depan Gedung DPR pada Senin (28 November 2022) soal RUU Omnibus Law Kesehatan. (Foto: Ade Nasihudin)

Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengkritisi draft RUU Kesehatan yang ketentuannya secara terang - terangan bertentangan dengan politik hukum konstitusi dan sistem kelembagaan negara. Seperti Pasal 425 angka 1 Pasal 7 ayat (2) RUU Kesehatan, yang menempatkan BPJAMSOSTEK bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Ketenagakerjaan.

Mengetahui isi draft tersebut, Jimmy mengingatkan agar Pemerintah dan DPR hati-hati dan lebih cermat dalam mengatur substansi materi RUU Kesehatan ini. 

“Ketidakcermatan dalam memilih kebijakan dalam aturan dapat berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan yang telah dijamin konstitusi, apalagi dengan metode omnibus, yang berisikan banyak pasal, jangan sampai hanya lebih pada mengejar target waktu yang ditetapkan” kata Jimmy dalam Forum Konsultasi Publik/Public Hearing RUU Kesehatan yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan secara luring dan daring pada (14/03/2023). 

Menurutnya, perubahan ketentuan Pasal tersebut akan mengubah sistem ketatanegaraan, karena berimplikasi pada berubahnya kedudukan BPJS menjadi di bawah Kementerian, BPJS pada akhirnya harus bertanggung jawab kepada Menteri. 

“Tentunya, hal ini akan berpotensi pada kedudukan BPJAMSOSTEK yang hanya sebagai operator dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan Kementerian. Dengan kata lain BPJAMSOSTEK tidak lagi institusi negara yang mandiri, dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara”, Ucap Jimmy.

Tidak hanya itu, lanjut Jimmy, kata “melalui” menunjukkan terjadinya pergeseran pertanggungjawaban BPJS, yang semula pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden, kini cukup dilakukan kepada Menteri, sementara BPJAMSOSTEK itu Lembaga negara yang mandiri dan mengelola iuran peserta.

BPJS Sudah Dalam Koridor yang Benar

Dia juga menerangkan, dengan adanya pergeseran tanggung jawab tersebut, berpotensi memunculkan pikiran negatif dari publik terhadap institusi Kementerian dan dianggap, seakan-akan benar karena adanya iuran peserta yang jumlahnya besar, sehingga mengundang institusi lain untuk ikut masuk. “Tentunya asumsi publik seperti ini tidak dapat dicegah,” terang Jimmy.

“Disisi lain, keberadaan BPJAMSOSTEK secara konstitusional, merupakan badan hukum negara diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS yang dibangun berdasarkan konstruksi Pasal 34 UUD 1945 dan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945,” imbuh Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Udayana ini.

Masukan lainnya juga didapat dari Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien. Dia mengatakan perlu pendalaman dalam pengaturan tata kelola jaminan kesehatan nasional (JKN) dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker). 

“Pembahasan ini membutuhkan waktu yang cukup dan melibatkan stakeholder terkait,” ujar Muttaqien dipantau dari Youtube Kementerian Kesehatan

Sebab, lanjut dia, RUU ini akan mengubah tata kelola yang ada misalnya contohnya yang sekarang beredar tentang bpjs akan  berada dibawah menteri, ini tentu akan mengubah tata kelola yang ada.

Menurutnya, pelaksanaan JKN dan Jamsosnaker sudah on the right track (berada dalam koridor yang benar). “Jika perbaikan yang sifatnya operasional, teknis, dan sebagainya, mungkin tidak harus ditingkat undang-undang, bisa ditingkat perpres atau permenkes, atau peraturan-peraturan operasional lainnya saja,” jelas Muttaqien.

Responsibilitas dan Independensi BPJS akan Terganggu

Anggota DJSN, Indra Budi Sumantoro mengatakan, selama kita masih dalam koridor kontributori sistem, itu cukup kita lakukan perubahan di level perpres, jadi tidak perlu ada perubahan dalam tataran undang-undang. Sebab, Kalau dilihat dari sisi kelembagaan, ada prinsip responsibilitas dan independensi.

“Kalau misalkan nantinya BPJS bertanggung jawab melalui menteri, tidak langsung kepada presiden,  bagaimana dari sisi responnya? Ini kan lembaga yang melayani publik, maka dituntut bergerak cepat ke masyarakat. Apakah nantinya dalam hal merespon dan inovasi akan terganggu birokrasi atau tidak?” tegas Indra

Mengingat, kelembagaan sekarang justru memisahkan antara regulator dengan operator. Seperti di Kementerian Pertanian tadinya Badan Ketahanan Pangan di bawah Kementerian Pertanian, sekarang terpisah menjadi Badan Pangan Nasional.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya