Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar menilai langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta yang tidak menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan kasus penganiayaan David Ozora oleh Mario Dandy Satrio CS sudah tepat.
"Langkah Kejati tepat. Kemarin, keliru dia (mengusulkan keadilan restoratif)," ucap Fickar, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Fickar menerangkan, ada dua aspek dalam tindak pidana, perbuatan dan kerugian. Sementara itu, keadilan restoratif hanya menyangkut kerugian yang diderita korban, tetapi penuntutan hukum harus tetap berjalan.
Advertisement
"Makanya, dikeluarkan Perma (Peraturan Mahkahamah Agung) bahwa kasus (keadilan) restoratif enggak jalan kalau tidak pidana (ancamannya) di bawah 7 tahun," tuturnya.
Sementara itu, sambung Fickar, dalam kasus penganiayaan David Ozora, para pelaku terancam hukuman hingga 12 tahun penjara dengan jeratan Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat.
"Ini, kan, penganiayaan berat yang mengakibatkan orang sakit berat walaupun tidak meninggal dunia, Pasal 355 KUHP. Maka, tidak bisa di-restorative justice tindak pidananya," jelasnya.
"Kalau kerugian diganti (pelaku), silakan saja itu. Nah, bahwa nanti penggantian ganti rugi berpengaruh terhadap putusan hakim jadi meringankan (hukuman pelaku) itu soal lain. Itu ranah hakim," sambungnya.
Fickar pun meminta masyarakat terus mengawal kasus ini hingga ke meja hijau. "Harus dikawal sampai pengadilan," tandasnya.
Kejati DKI Tutup Peluang Restorative Justice Bagi Tersangka Mario Dandy dan Shane
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menutup peluang pendekatan restorative justice dalam penyelesaian kasus penganiayaan David Latumahina alias Cristalino David Ozora. Alasannya pun diungkap.
Kasipenkum Kejati DKI Ade Sofyan menerangkan, tersangka Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan tertutup peluang untuk diberikan penghentian penuntutan melalui restorative justice.
"Karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar atau luka berat, sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal restorative justice dan menjadikan Penuntut Umum untuk memberikan hukuman yang berat atas perbuatan yang sangat keji," kata Ade dalam keterangan tertulis, Jumat (17/3/2023).
Ade menerangkan, restoratif justice hanya dapat dilaksanakan apabila ada pemberian maaf oleh korban atau keluarga. "Jika tidak ada otomatis tidak ada upaya Restoratif Justice dalam tahap penuntutan," ujar dia.
Advertisement