Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Hukum Erwin Kallo menyoroti dua alat bukti dalam kasus dugaan peredaran narkoba Teddy Minahasa, yaitu percakapan dalam WhatsApp dan pengakuan tersangka yang tidak kuat dijadikan sebagai bukti, sesuai dengan hukum pembuktian. Dari situ, dia menilai terdakwa Teddy Minahasa dapat dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Karena bukti itu lemah berarti Pak Teddy itu harus bebas. Begini logikanya, setiap putusan pidana itu berbunyi begini: ‘terbukti secara sah dan meyakinkan’. Ada kata meyakinkan pasti. Kalau anda jadi hakim, apakah anda yakin dengan dua bukti itu?,” tutur Erwin kepada wartawan, Rabu (29/3/2023).
Erwin menjelaskan alasan dua alat bukti itu tidak kuat dijadikan bukti untuk menjerat Teddy Minahasa dalam kasus jual beli narkoba. Pertama, bukti pengakuan diambil dari keterangan dua tersangka yakni Doddy Prawiranegara dan Linda Pujiastuti.
Advertisement
Dia menyebut, pengakuan dari tersangka pembuktiannya itu kecil atau lemah. Dari situ, hakim akan mengabaikan pengakuan dari tersangka karena memiliki unsur kepentingan.
“Jadi biasanya kalau pengakuan dari tersangka itu hanya dipakai sebagai petunjuk. Dia akan menjadi bukti kuat apabila pengakuan itu dibuktikan dengan bukti-bukti lain,” jelas dia.
Kemudian, lanjut Erwin, soal bukti percakapan pesan WhatApp itu juga dinilai tidak valid. Sebab, percakapan itu termuat dalam aplikasi berbasis teknologi yang bisa dimanipulasi.
“Chat ini teknologi, teknologi itu gampang dimanipulasi, bisa dipotong, bisa diedit dan sebagainya berarti itu bukan merupakan bukti sempurna,” ujarnya.
Erwin menyatakan, percakapan WhatsApp juga tidak bisa menjadi bukti pendukung lantaran lemah sebagai alat pembuktian. “Poin saya adalah chat itu sangat bisa direkayasa sangat mudah apalagi kalau pembicaraan itu dipotong-potong tidak utuh,” katanya.
Anggap Dakwaan Teddy Lemah
Atas dua alat bukti yang dinilai lemah itu, Erwin berpendapat seharusnya dakwaan maupun tuntutan JPU terhadap Teddy Minahasa dibatalkan demi hukum. Dakwaan dan bukti yang dimiliki sama-sama tidak meyakinkan terpenuhinya unsur pidana.
“Saya mengatakan harusnya bebas, karena dakwaan dan bukti tidak meyakinkan. Jadi tidak bisa dipakai kata-kata ‘terbukti secara sah dan meyakinkan’ karena bukti itu tidak meyakinkan,” terangnya.
“Jadi menurut saya jika hakim berpegangan pada prinsip hukum seharusnya pak Teddy bebas karena dakwaan dan buktinya tidak meyakinkan atau lemah secara hukum pembuktian," Erwin menandaskan.
Advertisement